‘Beugh’“Eukh!” pekik Ratih sambil memuntahkan darah dari mulutnya saat ajian tribaya yang digunakan oleh Mbah Kupat berhasil menghantam perutnya dengan telak.‘Bregh’“Heukh..” pekik Indra saat dia merasakan rasa sakit di perutnya, saat itu juga dia memuntahkan darah segar dari mulutnya bersamaan dengan tubuhnya yang oleng hendak ambruk. Makin lama rasa sakit itu juga diiringi oleh rasa panas yang luar biasa layaknya terbakar.Mendadak saja tubuh Indra seketika diselimuti oleh api, tubuh Indra terbakar seiring dengan tubuhnya yang jatuh ke tanah. Indra terbaring tak berdaya di tanah dengan punggung terus dibakar oleh api yang berkobar. Sementara itu tubuh Ratih yang terpental karena terkena pukulan Mbah Kupat jatuh tak jauh dari tempat Indra berada, matanya seketika terpejam bersamaan dengan kesadarannya yang hilang.“Dasar orang-orang lemah, tekad kuat kalian tidak akan berguna jika tidak diimbangi oleh kekuatan yang setara,” gerutu Mbah Kupat sambil menyeringai puas melihat tubuh I
“Ajian gelap ngampar!” ucap Indra sambil menghantamkan kedua telapak tangannya ke tanah.‘Dddhhhooommmrrrrrr’‘Ggggrrrrrr’Seketika itu juga ribuan petir yang amat terang di langit secara bersamaan menyambar hutan tempat mereka berada saat ini. Suara dentuman keras layaknya letusan gunung berapi terdengar begitu kencang bersamaan dengan deru angin yang bergemuruh dahsyat. Tanah dan pepohonan yang ada di sekitar tempat tersebut langsung hancur berkeping-keping karena sambaran ribuan petir yang turun, jeritan Mbah Kupat terdengar jelas saat tubuhnya yang sudah tua renta itu tersambar petir secara bersamaan hingga hancur berkeping-keping. Tanah di sekitar hutan saat itu juga berguncang kuat layaknya gempa bumi.***Di tempat lain, Jayadharma dan Ratri Galuh yang sudah berhasil menghabisi Nyi Pontrang, Buras dan para bandit lainnya dibuat kaget saat mereka merasakan tanah tiba-tiba berguncang hebat. Mereka berdua secara bersamaan segera menengadahkan kepalanya ke langit, kegelapan yang ta
“Ayah?” ujar Ratri dengan wajah terkejut melihat pria paruh baya yang ada di depannya.“Ratri?” gumam pria muda yang ada di samping Kusuma Galuh, dia tak lain adalah kakak Ratri Galuh yaitu Patra Galuh.“Aku tidak menyangka akan bertemu dengan kalian bertiga di sini,” ucap Kusuma Galuh seraya menatap Jayadharma dan Irgi yang terlihat mulai tertidur lagi.“Teh Ratri Galuh dan Kang Jayadharma,” batin seorang pemuda yang ada di dekat Patra dan Kusuma Galuh. Dia adalah salah satu murid Perguruan Linggabuana, namanya Tata Sanjaya.“Kami datang untuk membawa Irgi berkunjung ke Linggabuana. Tapi tidak saya sangka akan bertemu ayah dan kakak di tempat seperti ini,” ucap Jayadharma.“Kami datang kemari setelah melihat ada ribuan petir yang turun dari langit ke sekitar sini. Kami yakin telah terjadi sesuatu di sini,” jawab Patra Galuh.“Itu benar, aku merasakan ada orang yang menggunakan ajian gelap ngampar di sini. Karena itu aku buru-buru datang kemari bersama Patra dan Tata,” timpal Kusuma G
“Kelihatannya dia memang sudah mati, sebab kami tidak melihat jejaknya melarikan diri. Terlebih dengan keadaannya yang seperti itu tidak akan mungkin dia bisa dengan mudah kabur dari jangkauan ajian terlarang yang sangat luas tersebut,” tutur Ratri.Mereka terus berlari dengan kecepatan tinggi menuju Gunung Linggabuana sambil membicarakan banyak hal, terutama tentang identitas Indra sebenarnya. Ratri dan Jayadharma juga tidak bisa menjelaskannya secara tepat sebab mereka hanya tahu namanya saja, itupun juga dari para bandit yang mereka kalahkan.Tanpa terasa jarak yang Indra perkirakan hanya bisa ditempuh dalam satu hari nyatanya bisa mereka semua tempuh dalam waktu yang singkat. Tengah malam mereka sudah sampai di Perguruan Linggabuana, saat itu juga Indra dan Ratih dirawat secara langsung oleh Mahaguru Kusuma Galuh serta istrinya yang bernama Neni Anggraini, mereka juga ditemani para murid kepercayaannya yang ahli dalam bidang pengobatan termasuk Tata Sanjaya.Ratri segera menidurka
Tiga hari berlalu sejak Indra mendapatkan perawatan dari keluarga Mahaguru Kusuma Galuh akhirnya dia mulai sadarkan diri. Perlahan Indra mulai membuka kedua matanya, samar-samar dia bisa melihat tempat yang begitu asing baginya. Ika Pratiwi yang waktu itu kebagian bertugas mengawasi keadaannya buru-buru memanggil Neni dan Ratri.Saat itu juga mereka segera bergegas memeriksa kondisi Indra. Kusuma Galuh, Jayadharma dan Patra Galuh juga tak lupa untuk segera ikut ke sana. Ratih yang sudah sembuh dan bisa berjalan lagi juga buru-buru menemui Indra. Dia saat itu juga memeluk tubuh Indra yang masih terbaring di tempat tidur, tangisnya tidak bisa dia tahan lagi setelah beberapa hari yang lalu dia melihat luka yang Indra alami.“Kang Indra, maafkan saya.. maafkan saya..” tutur Ratih dengan lirih.“Tidak apa-apa,” kata Indra pelan, tubuhnya serasa masih lemas dan sakit di beberapa titik.“Tidak Kang, jika saja saya waktu itu menuruti permintaan Akang mungkin saat ini Akang baik-baik saja,” uc
“Akhirnya beliau memanggilku juga,” gumam Indra. Tampaknya Kusuma Galuh ingin melanjutkan perbincangan beberapa hari yang lalu sebelum dia benar-benar pulih. Indra hanya bisa menghela nafas dalam agar detak jantungnya yang berdegup kencang menjadi lebih tenang.Setelah Indra sampai di kediaman Kusuma Galuh, dia segera diarahkan oleh Ratri menuju ruangan Kusuma Galuh. Di ruangan tersebut tampak sudah ada Patra dan juga Jayadharma yang sedang menunggu. Dari tatapannya saja sudah jelas hal yang akan dibicarakan adalah hal yang sangat serius.“Duduklah Indra, kau juga Ratri,” perintah Kusuma Galuh.“Maaf Mahaguru, tapi saya ingin mengawasi Irgi. Jika berkenan silahkan lanjutkan pembicaraannya tanpa saya,” tolak Ratri dengan sopan.“Baiklah,” tutur Kusuma Galuh. Ratri hanya mengangguk dan pergi meninggalkan ruangan tempat mereka berada.“Apa ada yang ingin kau katakan, Indra?” tanya Kusuma Galuh sembari menatap tajam Indra.“Saya sangat berterima kasih atas kebaikan keluarga Ma-“ namun bel
“Aku mengerti sekarang. Jika saja kau menjelaskan semuanya dari awal, mungkin aku tidak perlu terus bertanya seperti ini,” tutur Kusuma Galuh sembari meneguk kopi di cangkir bambu miliknya.“Jadi Mahaguru tahu tentang Aki Guru?” tanya Indra.“Nama Braja Ekalawya sangat dikenal di kalangan Jawara, dia adalah satu-satunya orang asing di Paguron Margabuana yang mampu menjadi salah satu dari sepuluh murid terkuat Purbakala. Meski mungkin dia berada di urutan kesepuluh dari yang terbaik, tapi mengingat dia bukanlah orang Kerajaan Galuh tentunya itu adalah hal yang sangat mengesankan,” jelas Kusuma Galuh.“Eh? lalu sembilan sisanya adalah para pendekar dari kerajaan ini?” tanya Indra yang terlihat agak lega sebab respon Kusuma Galuh diluar dugaannya.“Bukan hanya sembilan. Tapi selain Braja Ekalawya, tidak ada lagi pendekar dari luar Kerajaan Galuh yang mampu diperhitungkan di dalam seratus murid terbaik Purbakala,” jawab Kusuma Galuh. Mendengar hal itu Indra semakin terkejut, sebab dia tid
“Rasa bimbang di hatimu itu adalah hal yang baik, tandanya kau tidak kehilangan rasa kemanusiaanmu. Aku juga mengerti kebimbanganmu itu, saat berhadapan dengan orang-orang jahat seperti itu kita memang dihadapkan diantara dua pilihan yang sulit, memberinya kesempatan atau langsung menghabisinya,” tutur Kusuma Galuh.“Jika kita menghabisinya, kita akan merasa bersalah karena dia mungkin bisa saja berubah bukan?” sambung Kusuma Galuh.“Iya Mahaguru, itulah yang mengganjal perasaan saya,” jawab Indra.“Di sisi lain, jika kita mengampuninya saat itu dan memberinya kesempatan, kita juga akan khawatir menyesali keputusan kita nantinya. Bisa saja dia memang berubah. Tapi coba pikirkan kemungkinan buruknya jika dia tidak berubah, maka setiap kejahatan yang dia lakukan lagi nantinya juga akan menjadi tanggung jawab kita. Terlebih belum tentu dia akan bertemu lagi dengan kita, coba bayangkan andaikan dia hidup puluhan tahun dan tidak berubah maka berapa banyak orang yang menjadi korbannya karen