Esok harinya Indra sudah bisa berjalan-jalan di sekitar kediaman Ki Maung Lara. Sebenarnya dia sudah ingin sekali berlatih tapi gurunya masih belum memperbolehkannya bergerak berlebihan. Ajian caturbaya memang sangat mematikan, jika saja Indra tidak meredamnya waktu itu maka tubuhnya sudah pasti hancur berkeping-keping menjadi debu.
Di saat Indra sedang meregangkan otot-ototnya sambil menikmati udara segar pegunungan, tampak Raka Adiyaksa datang menghampirinya sambil membawa dua cangkir kopi dan sebakul singkong rebus. Raka langsung menaruh makanan yang dia bawa di sebuah batu besar yang ada di dekat Indra.
“Ngopi dulu Dra,” tawar Raka.
“Eh, terima kasih Kang. Padahal tidak usah repot-repot bikini saya kopi atuh Kang, kan saya bisa buat sendiri,” kata Indra seraya menghampiri Raka.
“Tidak apa-apa Dra, lagipula Ki Maung Lara memintaku untuk terus mengawasimu agar jangan m
“Eh? Kalau sudah diketahui kenapa mereka tidak menyerangnya saja?” tanya Indra dengan tatapan bingung.“Kalau bisa pasti mereka sudah menyerangnya. Masalahnya Geni dan anak buahnya menyandera banyak warga desa dan mengancam akan menghabisi mereka jika Kerajaan mengerahkan pasukan ke Desa Jambe. Karena itulah saat ini Kerajaan Panjalu masih berusaha mencari cara untuk menyerang mereka tanpa membahayakan sandera,” tutur Ki Maung Lara.“Kenapa guru waktu itu tidak menghabisi Geni? Aku rasa guru masih bisa mengalahkannya,” tukas Indra.“Hehehe.. Aku sudah tua Indra. Aku sudah memutuskan untuk tidak terlibat masalah di dunia persilatan lagi, kini aku hanya ingin mengajari muridku saja dan menunggu kematian datang menjemput. Suatu saat nanti saat kau sudah setua diriku pasti kau akan mengerti, lagipula masalah kelompok Tangkurak masih bisa diatasi oleh Kerajaan Panjalu,” jawab Ma
Esok harinya Indra sudah bangun pagi-pagi sekali, dia langsung membawa tempat air dan menuruni Pasir Waringin untuk mengambil air dari sungai. Entah berapa kali dia bulak balik memikul air untuk mengisi sendang tempat mandi di kediaman gurunya. Setelah selesai dia langsung mencari kayu bakar dan membawanya ke kediaman Ki Maung Lara.Setelah selesai dia berniat untuk menanak nasi namun ternyata Eka Loka sudah berada di dapur dan mengatakan bahwa dia yang akan menanak nasi. Mau tak mau Indra hanya merasa senang sebab tugasnya sedikit ringan, dia langsung menuju pekarangan dan menikmati kopi hangat bersama dengan Raka Adiyaksa.“Seperti yang aku bilang Indra, aku di sini mungkin akan melatihmu selama satu bulan saja. Dalam jangka waktu yang sedikit itu aku akan membuat tubuh dan mentalmu siap untuk mempelajari ilmu kanuragan dari Ki Maung Lara, terutama ajian terlarang gelap ngampar,” kata Raka.“Eh, Kang
“Eh? Ajian terlarang?” tanya Indra terkejut. Dia pikir hanya gurunya saja yang memiliki ajian seperti itu.“Ya, namanya adalah ajian pancabaya. Kekuatan dan daya hancurnya yang mengerikan setara dengan ajian gelap ngampar yang akan kau pelajari. Karena itulah aku harap kau bisa secepatnya bisa menguasai ajian gelap ngampar dengan sempurna. Aku khawatir Wirarasa akan menghancurkan Kerajaan Panjalu,” tutur Raka Adiyaksa dengan wajah serius.“Jangan-jangan ajian pancabaya juga yang membuat Aki Guru Braja Ekalawya kalah,” ujar Indra.“Hehehe.. Ajian Regas Alam yang dikuasai gurumu memang sangatlah dahsyat, tapi kekuatannya masih dibawah ajian pancabaya yang tidak dikuasai olehnya. Sejak awal ajian pancabaya memang berasal dari perguruan di Kerajaan Galuh, karena itu untuk melawannya kau juga harus menggunakan ajian terlarang yang berasal dari kerajaan yang sama,” ucap Ki Maung
Waktu tanpa terasa berlalu begitu cepat. 6 bulan sudah berlalu sejak Indra berlatih dengan Ki Maung Lara, setiap harinya dia berlatih dengan rajin. Tampaknya sedikit demi sedikit sifat malasnya mulai luntur dikalahkan oleh tekadnya untuk menjadi lebih kuat lagi. Ki Maung Lara sendiri tanpa ragu terus membimbing Indra dan mengajarkannya semua ilmu yang dikuasainya.Hanya dalam 6 bulan saja Indra secara sempurna sudah bisa menguasai ajian tinju gelap dan ajian terlarang gelap ngampar. Kini dia juga sudah bisa menguasai sedikit gerakan silat Pancabuana yang diajarkan oleh Ki Maung Lara, dia bilang kalau untuk gerakan silat Indra sudah cukup hebat karena sudah menguasai gerakan silat yang diajarkan oleh Braja Ekalwya kepadanya.Karena itulah Ki Maung Lara tidak berniat mengajarkan gerakan silat pancabuana terlalu jauh sebab hanya akan memakan waktu yang lebih lama, sedangkan kini dalam 6 bulan saja telah terjadi kekacauan di beberapa wilayah Ker
Indra langsung terdiam karenanya, semua yang dikatakan oleh Ki Maung Lara memang benar. Indra mulai menghela nafas dalam secara perlahan. Melihat hal itu Ki Maung Lara langsung terkekeh, dia bilang jika Indra memang masih ingin menguasai ilmu silat Pancabuana yang lebih tinggi lagi setelah urusannya selesai nanti dia bisa langsung mengunjungi Perguruan Pancabuana yang ada di Kerajaan Galuh.Mendengar hal itu raut wajah Indra mulai terlihat semangat. Dia sudah bertekad untuk mempelajari ilmu silat lebih jauh lagi agar menjadi seorang pendekar terbaik di Kerajaan Panjalu. Dengan begitu namanya pasti akan cepat dikenal, seiring dengannya maka nama Perguruan Dharmabuana juga akan ikut harum. Tampaknya impiannya untuk membuat nama perguruannya dikenal di seluruh Panjalu masih mengakar kuat di hatinya.“Jika memang seperti itu keputusan guru, maka saya akan mengikutinya,” tukas Indra.“Ya. Mulai besok kamu su
‘Tap’Tanpa menoleh sedikitpun Indra dengan tepat berhasil menangkap batu yang mengarah ke kepalanya. Indra langsung membuat batu tersebut dan kembali meneguk air dari sungai hingga rasa hausnya hilang. Tapi saat dia berdiri tiba-tiba saja puluhan batu kecil melesat cepat ke arahnya, Indra hanya tersenyum lalu tanpa berpindah tempat dia langsung meliuk liukan tubuhnya menghindari puluhan batu yang melesat ke arahnya.“Hei adek kecil, aku bukan mangga atau sarang tawon loh. Kalau mau lempar batu, ke sungai saja,” teriak Indra.“Adek kecil ya,” terdengar suara seorang wanita terdengar dari balik pohon di seberang sungai.“Hihihi.. Atau mungkin mau saya panggil adek manis?” tawar Indra sambil tertawa kecil, entah mengapa suara itu rasanya pernah dia dengar sebelumnya.“Kau benar-benar tengil ya, makan nih batu!” kata wanita
“Neng Mira tidak apa-apa?” tanya pria yang menyerang Indra dengan totokannya. Dia tak lain adalah Kusna.“Maaf Neng, mamang telat datang,” timpal pria yang berniat menendang Indra sembari mendekati Mira. Dia adalah Sarmad.“Aku tidak apa-apa,” jawab Mira sambil terus menatap Indra.“Hihihi.. hampir, hampir,” ucap Indra sembari tertawa. Sarmad dan Kusna langsung mengalihkan perhatiannya kepada Indra. Seketika itu juga mereka terlihat terkejut karena mereka masih mengingat wajah Indra dengan jelas.“Kau!” ucap Sarmad dengan mata terbelalak.“Kau orang yang waktu itu mempermalukanku di sayembara kan!” teriak Kusna sambil melotot.“Hihihi.. kalau tidak salah, kau itu yang jarinya dimakan hidung kan?” tanya Indra sambil menunjuk Kusna.“Keparat kau! Aku t
Sarmad kembali memasang posisi kuda-kuda, kali ini dari posisinya berdiri terlihat riak air di permukaan air sungai di sekitar kakinya. Indra sadar kalau Sarmad kelihatannya mulai mengerahkan tenaga dalamnya, melihat hal itu Indra juga mulai memasang kuda-kuda gerakan silat pancabuana yang baru dia pelajari dari Ki Maung Lara.“Pola kuda-kudanya terlihat berbeda dengan waktu itu,” batin Mira saat melihat Indra. Dia pikir tadinya Indra akan menggunakan gerakan silat saptabayu seperti yang dia lakukan saat melawan Tara.Riak air mulai muncul di permukaan sungai tepat di sekitar kedua kaki Indra pertanda dia juga mengerahkan tenaga dalamnya. Dengan sekali hentakan Sarmad langsung melesat menghantamkan tendangannya mengincar perut Indra, namun dengan lincah Indra langsung menghantamkan tendangannya hingga kedua serangan mereka beradu.‘Bbbeeuughh’‘Bbyyuuurrrr’