RAJA TANPA TAKHTA

RAJA TANPA TAKHTA

last updateLast Updated : 2024-12-26
By:  mahmud23Ongoing
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel18goodnovel
Not enough ratings
39Chapters
330views
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
SCAN CODE TO READ ON APP

Di sebuah dunia fiksi zaman dahulu, Desa Cindua menjadi saksi perjalanan seorang pemuda bernama Mukhayyam Hafiz yang berjuang menemukan jati dirinya sebagai pemimpin tanpa takhta. Dibesarkan oleh orang tuanya, Rasyid Ghazali dan Syarifah Azurah, Mukhayyam tumbuh sebagai pemuda dengan keberanian besar, tetapi terjebak dalam misteri kitab kuno dan peta rahasia yang diwariskan kepadanya. Dihadapkan pada rahasia kelam di balik Gunung Cindua dan ancaman sosok-sosok misterius, Mukhayyam harus mempelajari ilmu bela diri dan kekuatan batin untuk melindungi desanya. Dalam perjalanannya, ia tidak hanya mempelajari seni bertarung, tetapi juga menemukan arti kepemimpinan sejati, nilai keadilan, dan pengorbanan. Raja Tanpa Takhta adalah kisah epik tentang mimpi, perjuangan, dan kekuatan jiwa yang menginspirasi, penuh dengan intrik, percakapan mendalam, dan aksi mendebarkan. Akankah Mukhayyam berhasil melampaui tantangan yang mengancam dunia yang ia cintai?

View More

Chapter 1

Bab 1 : Desa Cindua Yang Damai

Desa Cindua, sebuah tempat yang berada di tengah hamparan pegunungan yang hijau, telah menjadi saksi bisu dari banyak perubahan. Di sinilah, di sebuah desa kecil namun penuh sejarah, seorang anak muda bernama Mukhayyam Hafiz memulai perjalanan hidupnya. Walaupun takhta dan kerajaan bukanlah miliknya, Cindua adalah dunia yang ia kenal—dunia yang akan membentuknya menjadi seorang pemimpin yang luar biasa.

Pagi itu, matahari perlahan naik ke langit, memancarkan sinarnya yang lembut, menerangi setiap sudut desa yang damai. Suara riang dari anak-anak yang bermain di luar rumah bergema, sementara udara pagi yang segar memberikan rasa tenang bagi penduduk yang sedang memulai aktivitas sehari-hari. Di dalam rumah kecil berbentuk kayu yang berada di ujung desa, Mukhayyam duduk bersama kedua orang tuanya, Rasyid Ghazali dan Syarifah Azurah.

Mukhayyam, dengan wajah yang masih muda namun penuh tanda-tanda kedewasaan, tengah memperhatikan ayahnya yang duduk di hadapannya. Rasyid, seorang lelaki yang tampak lebih tua dari usianya karena garis kerut yang mulai tampak di wajahnya, terlihat serius. Dia duduk tegak dengan tangan terlipat di atas meja kayu sederhana yang menjadi tempat makan mereka.

"Anakku," suara Rasyid yang berat mengalir pelan, "Kau tahu bahwa hidup kita di sini tidak hanya tentang bertahan hidup. Desa Cindua ini memiliki sejarah panjang, dan suatu hari, kau akan tahu betapa pentingnya peranmu dalam menjaga keharmonisan di sini."

Mukhayyam menatap ayahnya dengan penuh perhatian. Ia tahu bahwa kata-kata ini bukan hanya nasihat biasa, melainkan sebuah peringatan yang disampaikan dengan keseriusan. Sejak kecil, ia telah diajarkan untuk menghargai nilai-nilai luhur yang ada dalam masyarakatnya. Namun, ia merasa ada sesuatu yang lebih dalam yang perlu ia pahami, sesuatu yang lebih besar dari apa yang telah diajarkan selama ini.

"Namun, ayah," Mukhayyam membuka percakapan dengan suara lembut namun penuh rasa ingin tahu, "Apa sebenarnya yang dimaksud dengan 'peran' itu? Apa yang seharusnya saya lakukan untuk desa ini? Saya bukan siapa-siapa, hanya seorang anak muda yang baru belajar tentang dunia."

Syarifah, ibu Mukhayyam yang selama ini lebih sering diam, kini membuka mulutnya dengan penuh kebijaksanaan. “Anakku, dunia tidak akan memberi jawaban yang mudah. Tidak akan ada takhta atau kerajaan yang diberikan padamu, dan kau tidak akan menerima kekuasaan hanya dengan tangan kosong. Namun, kekuatan yang sejati datang dari dalam diri, dari kemampuan untuk memilih jalan yang benar, untuk memimpin tanpa harus memiliki segala hal yang dimiliki oleh penguasa dunia.”

Mukhayyam mendengarkan dengan seksama, tapi masih ada kebingungannya yang tak terjawab. Dia merasa ada sesuatu yang lebih besar dari sekedar mencari ilmu atau membuktikan kemampuan dalam pertempuran. Ia merasa ada beban yang lebih dalam, beban yang datang dari akar sejarahnya sebagai seorang anak dari desa Cindua. Ayahnya, seorang petani yang jujur dan sederhana, tidak pernah berbicara banyak tentang kekuasaan atau politik. Namun, Syarifah, ibunya, selalu menanamkan bahwa kekuasaan yang sejati bukan datang dari takhta atau kedudukan, tetapi dari kemampuan untuk berdiri tegak dan menjaga keadilan.

"Namun, bagaimana kita tahu apa yang benar, Ibu?" tanya Mukhayyam, menggali lebih dalam pertanyaan yang sudah lama mengganjal di hatinya.

Syarifah tersenyum lembut. "Terkadang, kita tidak akan tahu jawabannya dengan jelas. Tetapi yang terpenting adalah untuk selalu mendengarkan hati nurani kita. Keadilan tidak selalu tampak jelas, tetapi ia selalu hadir dalam tindakan kita sehari-hari. Bukan hanya dalam perang atau konflik besar, tetapi dalam cara kita memperlakukan sesama, dalam keputusan-keputusan kecil yang kita buat."

Mukhayyam menundukkan kepala sejenak, mencoba mencerna kata-kata ibunya. Terkadang, kata-kata yang sederhana justru mengandung makna yang lebih dalam daripada yang terlihat. Dalam diam, dia mulai merasakan beban yang lebih berat—bahwa suatu hari nanti, dia mungkin harus membuat keputusan besar yang akan mempengaruhi banyak orang. Namun, di saat yang sama, dia merasa takut bahwa ia tidak cukup kuat untuk menghadapinya.

"Apakah saya harus pergi dari desa ini?" Mukhayyam akhirnya bertanya, suaranya pelan, hampir berbisik. "Apakah saya harus mencari ilmu di luar sana, melampaui apa yang sudah diajarkan di sini? Saya ingin tahu lebih banyak, tetapi saya takut kehilangan semuanya."

Rasyid, yang selama ini lebih pendiam, kini menatapnya dengan tatapan penuh makna. "Terkadang, anakku, perjalanan hidup membawa kita jauh dari tempat kita berasal. Tapi ingatlah, meskipun kau pergi, Cindua tetap akan menjadi rumahmu. Tidak ada yang lebih penting selain membawa kembali apa yang telah kau pelajari, dan membagikan pengetahuan itu untuk kebaikan bersama."

Di luar, angin berdesir lembut, membawa aroma tanah yang basah setelah hujan semalam. Mukhayyam menatap ke luar jendela, melihat para petani yang tengah bekerja di ladang, memanen hasil bumi mereka dengan penuh kebanggaan. Di antara mereka, Mukhayyam tahu bahwa tak ada yang menginginkan kekuasaan. Mereka hanya ingin hidup dengan damai, menjaga keluarga dan tanah yang mereka cintai.

Namun, seiring waktu, Mukhayyam merasa bahwa kedamaian itu sendiri bisa terguncang kapan saja. Dalam dirinya ada dorongan untuk melakukan lebih—sesuatu yang lebih dari sekadar menjaga kedamaian, tetapi untuk mewujudkan keadilan di dunia yang penuh ketidakpastian ini.

"Pagi ini," kata Syarifah dengan nada serius, "kau harus membuat keputusan, Nak. Keputusan yang akan membawamu ke jalan yang belum pernah kau coba sebelumnya."

Mukhayyam menatap ibunya dengan ragu. "Keputusan seperti apa, Ibu?"

"Perjalananmu dimulai dari sini, tetapi bukan berarti kau akan tetap di sini selamanya. Dunia luar penuh dengan tantangan, namun juga peluang. Jika kau ingin mengetahui kebenaran, kau harus pergi. Namun ingatlah, kekuatan sejati berasal dari dalam, bukan dari apa yang kau miliki, tetapi dari bagaimana kau memimpin dirimu sendiri."

Rasyid menambahkan, "Kami tidak akan pernah memaksamu untuk meninggalkan desa ini, tetapi kami tahu kau harus menemukan jalanmu sendiri. Kelak, suatu hari nanti, kau akan kembali dengan lebih banyak pengetahuan dan kekuatan. Tidak untuk menguasai dunia, tetapi untuk menuntun orang-orang menuju kebenaran dan keadilan."

Percakapan itu berjalan lama, penuh dengan pertanyaan dan jawaban yang tidak selalu mudah. Mukhayyam merasa ada dunia yang lebih besar dari yang pernah dia bayangkan, dunia yang penuh dengan tantangan yang tak terhindarkan. Mungkin, seperti yang dikatakan ayahnya, perjalanan ini harus dimulai dari dirinya sendiri—dari tekad untuk memahami apa yang bisa dilakukannya untuk membawa perubahan.

Setelah beberapa waktu, Mukhayyam akhirnya berdiri dari kursinya. Ia merasa ada sesuatu yang berubah dalam dirinya. Perasaan takut dan bingung yang semula ada di dalam hatinya kini digantikan dengan semangat baru. Ia tahu bahwa perjalanan ini akan penuh dengan tantangan, tetapi dia tidak lagi merasa sendiri. Dia tahu bahwa apa yang dia pelajari di desa Cindua, dari orang tuanya dan masyarakat sekitar, adalah bekal yang tak ternilai harganya.

"Saya akan pergi," kata Mukhayyam dengan penuh keyakinan. "Saya akan mencari ilmu dan kembali dengan kekuatan yang lebih besar, untuk membawa kebaikan bagi desa ini."

Syarifah dan Rasyid saling bertukar pandang, senyum bangga muncul di wajah mereka. Mereka tahu bahwa anak mereka telah siap untuk menjalani perjalanan besar yang ada di depannya.

Di luar, desa Cindua tetap berjalan seperti biasa. Namun, bagi Mukhayyam, hidupnya tidak akan pernah sama lagi. Sebuah perjalanan baru menantinya, dan dia tahu bahwa perjalanan itu adalah awal dari sebuah legenda—legenda seorang pemimpin yang tidak memiliki takhta, tetapi memiliki kekuatan sejati yang akan mengubah dunia.

Seiring berlalunya waktu, perasaan yang semula penuh keraguan kini berubah menjadi tekad yang membara dalam diri Mukhayyam Hafiz. Ia duduk kembali, kali ini di luar rumah, di bawah pohon beringin besar yang sudah lama tumbuh di halaman keluarga mereka. Pohon itu adalah saksi dari ribuan cerita—cerita yang membawa banyak orang ke titik kehidupan mereka yang baru. Di sinilah ayah dan ibunya sering duduk, menghabiskan malam dengan berbincang tentang dunia, tentang kehidupan, dan tentu saja, tentang Cindua yang mereka cintai.

Angin sore yang sejuk bertiup, membawa harum tanah yang lembab dari ladang yang baru saja dipanen. Suara burung berkicau riang di antara dedaunan pohon yang bergoyang pelan. Mukhayyam menatap langit yang mulai memerah, menunggu matahari tenggelam di balik pegunungan yang jauh di ujung desa. Ia merenung, mencoba memahami kata-kata orang tuanya yang dalam dan penuh makna.

"Jika aku pergi, apa yang akan aku temui di luar sana?" pikirnya dalam hati. "Apakah aku siap menghadapi dunia yang penuh dengan kebohongan dan ketidakadilan? Dan jika aku kembali, apa yang bisa kulakukan untuk mengubah semuanya?"

Beberapa detik kemudian, suara langkah kaki terdengar mendekat, mengganggu lamunannya. Mukhayyam menoleh dan melihat seorang lelaki tua dengan janggut putih panjang, mengenakan pakaian sederhana, berjalan mendekat. Itu adalah Pak Darman, seorang tetua desa yang dikenal dengan kebijaksanaannya. Pak Darman selalu datang ke rumah mereka setiap sore untuk berbincang, memberikan nasihat, dan terkadang mengajarkan Mukhayyam pelajaran hidup yang tak diajarkan di sekolah.

"Anakku," kata Pak Darman, sambil duduk di samping Mukhayyam di bawah pohon beringin, "Kau tampaknya sedang memikirkan sesuatu yang besar, bukan?"

Mukhayyam mengangguk pelan. "Aku sedang berpikir tentang perjalanan yang harus kulakukan. Tentang apa yang harus aku cari di luar sana. Ayah dan Ibu mengatakan bahwa aku harus mencari ilmu, mencari kekuatan. Tapi, aku merasa seperti aku tidak cukup tahu untuk memulai perjalanan ini."

Pak Darman tersenyum bijaksana. "Mukhayyam, ingatlah ini—perjalanan itu bukan hanya tentang mencari sesuatu di luar diri kita, tetapi juga tentang menemukan sesuatu yang ada dalam diri kita. Kekuatan yang sejati datang dari keyakinan kita pada diri sendiri, pada prinsip-prinsip yang kita pegang, dan pada tujuan yang kita kejar. Jika kau mencari kekuatan di luar, kau akan menemukannya, tetapi jika kau mencari kekuatan dalam dirimu sendiri, itu akan lebih berarti."

Mukhayyam memandang Pak Darman dengan penuh perhatian. Selama ini, ia tahu bahwa Pak Darman bukan hanya seorang tetua biasa. Lelaki tua itu memiliki kedalaman pemikiran yang luar biasa, dan setiap kata yang keluar dari mulutnya selalu meninggalkan kesan yang mendalam.

"Apa yang harus aku lakukan setelah aku pergi, Pak Darman?" tanya Mukhayyam dengan nada serius. "Aku ingin tahu lebih banyak, ingin belajar lebih banyak. Tapi, aku takut aku tidak akan menemukan jalan yang benar."

Pak Darman tersenyum lemah, menatap langit yang mulai gelap. "Jalan yang benar adalah jalan yang kau pilih dengan hati, Mukhayyam. Dunia luar mungkin penuh dengan godaan dan kesulitan, tetapi jika hati kita tetap teguh, kita akan bisa menghadapinya. Ingat, bahwa hidup ini bukan tentang mencari jawaban yang mudah. Terkadang, jawabannya hanya akan datang setelah kita melewati banyak ujian."

Mukhayyam terdiam, berpikir dalam-dalam. Di luar sana, dunia terasa sangat luas, penuh dengan misteri dan tantangan yang belum pernah ia bayangkan. Namun, kata-kata Pak Darman membantunya melihat segala sesuatu dari sudut pandang yang berbeda. Perjalanan bukanlah tentang mencari sesuatu di luar sana, tetapi tentang memahami siapa dirinya sebenarnya dan apa yang bisa dilakukannya untuk orang lain.

"Pak Darman, apakah kau juga pernah merasa ragu sebelum memulai perjalanan hidupmu?" tanya Mukhayyam, merasa lebih terbuka untuk berbagi keraguannya.

Pak Darman tertawa pelan. "Oh, tentu saja. Setiap orang yang memiliki tujuan besar akan merasa ragu pada awalnya. Tetapi ragu itu bukanlah hal yang buruk. Ragu adalah tanda bahwa kita memiliki kesadaran akan konsekuensi dari tindakan kita. Yang penting adalah bagaimana kita menghadapinya. Jika kau takut, itu tidak masalah. Tetapi jangan biarkan rasa takut itu menghentikan langkahmu. Kekuatan bukanlah tentang tidak merasa takut, tetapi tentang berani melangkah meski ada rasa takut."

Mukhayyam mendengar dengan seksama, mencoba meresapi setiap kata-kata yang keluar dari mulut Pak Darman. Setiap kali lelaki tua itu berbicara, seolah dunia sekitarnya menjadi lebih jelas. Ia merasa bahwa perjalanan yang harus ia tempuh bukan hanya tentang melampaui rintangan fisik, tetapi juga tentang mengatasi keraguan dan ketakutan yang ada dalam dirinya.

Ketika Pak Darman bangkit dan bersiap untuk pergi, Mukhayyam tetap duduk di bawah pohon beringin, menatap jauh ke depan. Malam mulai menyelimuti desa Cindua, dan lampu-lampu rumah mulai menyala, menciptakan cahaya kecil yang melawan gelap. Mukhayyam tahu, bahwa meskipun perjalanan ini baru dimulai, ia sudah memulai langkah pertama menuju pemahaman yang lebih besar tentang dirinya dan dunia di sekitarnya.

Sesaat setelah Pak Darman pergi, Mukhayyam kembali masuk ke rumah. Ayah dan ibunya sedang duduk di meja makan, tampak sibuk dengan pekerjaan mereka yang sederhana namun penting. Mukhayyam berdiri di ambang pintu, menatap kedua orang tuanya yang selalu memberikan rasa aman dan kedamaian.

"Ibu, Ayah," kata Mukhayyam, suaranya penuh tekad. "Aku akan pergi. Aku akan mencari ilmu dan kekuatan. Aku ingin menemukan cara untuk mengubah dunia ini, untuk membawa keadilan bagi mereka yang membutuhkan."

Rasyid dan Syarifah saling bertukar pandang. Senyuman bangga muncul di wajah mereka, namun di mata mereka, ada keprihatinan yang dalam. Mereka tahu bahwa perjalanan anak mereka akan penuh tantangan, dan tidak ada yang bisa menjamin keselamatannya. Namun, mereka juga tahu bahwa Mukhayyam sudah cukup matang untuk menghadapi dunia luar, dan bahwa di balik semua keraguan dan ketakutan yang ia rasakan, ada kekuatan yang besar.

"Apa pun yang kau pilih, kami akan mendukungmu, Nak," kata Rasyid dengan suara berat namun penuh kasih. "Cindua akan selalu menantimu untuk kembali. Tetapi ingatlah, dunia ini tidak seperti yang kita bayangkan. Jangan pernah lupakan asal-usulmu, dan selalu ingatlah bahwa kebaikan dan keadilan adalah hal yang paling berharga."

Syarifah menambahkan, "Jangan pernah berhenti mencari, anakku. Meskipun perjalanan ini sulit, jangan biarkan kesulitan itu menghalangimu. Kau dilahirkan dengan potensi besar, dan kau harus menemukan cara untuk menggunakannya dengan bijak."

Mukhayyam mengangguk, hatinya penuh dengan rasa hormat dan terima kasih kepada kedua orang tuanya. Ia tahu bahwa perpisahan ini bukanlah akhir, tetapi awal dari sesuatu yang lebih besar. Dengan tekad yang semakin kuat, ia melangkah keluar dari rumah, siap untuk memulai perjalanan yang akan mengubah hidupnya selamanya.

Expand
Next Chapter
Download

Latest chapter

More Chapters

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments

No Comments
39 Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status