Hafsa terkejut karena disaat itu pula bibir mereka bersatu membuat desiran aneh yang menjalar ditubuhnya membuat matanya terbelalak.
Hafsa pun dengan segera mendorong dada bidang pria itu namun tanpa diduga Elang menyeringai dan malah menciumnya lebih dalam seakan tak ingin menyia-nyiakan kesempatan yang ada.Dengan lihai Elang memagut bibir tipis itu memberi sensasi berbeda pada diri Elang. Yah mungkin karena Hafsa belum tersentuh oleh pria sama sekali dan itu membuat hati Elang sangat senang dia semakin gencar terus memagutnya.Sedangkan gadis itu tentu saja memberontak dengan segala kekuatannya tapi apa daya kekuatannya tidak sebanding dengan pria itu, lama kelamaan gadis itupun menikmati ciuman itu karena lelah terus memberontak.Karena tidak ada pergerakan dari Hafsa membuat Elang tersenyum dan dengan lembut dia terus menikmati bibir itu hingga suara deheman menyadarkan mereka."Ehem..." mendengar itu Hafsa langsung mendorong Elang dMelati menenteng nampan berisi sarapan untuk Rey diruang kerjanya dengan senyum yang terus mengembang dia membayangkan wajah tampan nan tegas dari pria kaku itu, entah mengapa dimatanya sangat lucu.Dia juga sudah mandi dan berdandan rapi berhias secantik mungkin agar pria idamannya tertarik padanya.Tok tok toksuara pintu diketuk oleh Melati"Tuan, aku datang membawa sarapanmu!" ucap Melati dengan suara khasnya.Dibalik pintu pria itu jadi gelagapan tidak karuan, kenapa dia jadi gugup seperti ini hanya dengan mendengar suaranya saja apa karena dia melihat cctv itu.Sebelum membuka pintu Rey mencoba menenangkan dirinya tidak boleh gugup didepan gadis itu ya hanya kepada gadis itu sedang yang lain Rey tak perlu sesupayah ini.ceklekSuara pintu terbuka menampilkan sesosok gadis dengan senyumnya yang manis disertai mata bulat yang jernih dan pipinya yang chubby, melihat itu jantung Rey kembali bergetar dan dia bahkan
"Permisi... selamat pagi!" suara kencang seorang wanita paruh baya ditemani dengan gadis remaja sedang memanggil penghuni rumah sederhana dikawasan perumahan."Permisi...!" wanita itu terus memanggil sang penghuni yang belum kunjung keluar."Mah tidak ada orangnya mungkin." ujar gadis remaja itu sambil melirik ibunya."Ada Sesil, setidaknya pelayannya ada.!" jawab ibunya yang ternyata ibunya Sesil, Rahma.Mereka mendatangi rumah yang dikira tempat Hafsa bekerja, Rahma begitu yakin jika Hafsa tinggal dan bekerja disini.Tak berapa lama seorang wanita paruh baya keluar dari rumah itu dari penampilannya bisa ditebak bahwa wanita itu adalah pelayan dirumah itu.Wanita itu mendekati Rahma dan Sesil dengan wajah datar tak ada senyum diwajahnya sedangkan Rahma dan Sesil sudah memasang senyum saat pintu dibukakan."Ada apa?" tanya wanita itu tanpa membukakkan pintu gerbangnya."Eh... perkenalkan nama saya Rahma dan ini
Nina sebenarnya tidak pergi dia sengaja mencari pekerjaan disekitar Rahma dan Sesil agar dapat mencuri dengar pembicaraan mereka, karena Nina penasaran apakah Hafsa yang dimaksud adalah gadis yang sama."Kamu apa sih Sesil larang-larang mamah terus?" Rahma menyentak Sesil karena Sesil terus saja menyuruhnya tenang."Mah minum dulu mah!" Sesil menyodorkan air putih es itu kepada ibunya.Tanpa menjawab Rahma langsung menegak air putih itu sampai habis.Setelah habis emosi Rahma mulai tenang dan kini dia berucap lagi."Dimana si Hafsa itu bekerja? berani sekali dia membohongiku." kata Rahma."Iya mah berani bener, awas saja kalau ketemu aku tidak mau pura-pura menyedihkan kayak kemarin." ucap Sesil merasa harga dirinya diinjak-injak.Rahma menatap Sesil, "Hey, jika kita bertemu dengan dia lagi kita tetap harus ramah dan baik padanya jika tidak rencana kita bisa gagal." kata Rahma yang langsung menepis ucapan Sesil, Sesil ya
"Jadi dimana dia tinggal dan bekerja?" tanya Rahma antusias."Tapi kalian ini siapanya dia?" tanya Nina karena memang belum tau."Oh iya kami belum memperkenalkan diri. Namaku Rahma dan ini anakku Sesil, kami adalah ibu dan saudari tiri Hafsa." ucap Rahma menunjuk dirinya dan Sesil sedangkan Sesil hanya manggut-manggut saja."Oh jadi ibu tiri dan adik tiri." ulang Nina dengan sedikit sinis."Iya, lalu dimana dia bekerja!" Rahma sangat antusias sekali ingin mengetahui keberadaan Hafsa, tentu saja karena dia mempunyai niat tersembunyi."Kau sangat tidak sabar sekali rupanya. Tenang aku akan membawa kalian ketempatnya dengan syarat kalian harus mengikuti semua perintahku. Bagaimana?" ucap Nina karena diapun jadi mempunyai jalan untuk mewujudkan obsesinya yaitu memiliki Elang Rahardian."Tapi.. kita juga mempunyai urusan tersendiri dengannya" Rahma segera menyanggah penawaran itu karena bagaimana kalau tidak sejalan, bisa berantakan
"Ayo, kau cerita duluan!" kata Melati pada Hafsa saat mereka sudah sampai disebuah taman dan ditaman itu hanya ada mereka berdua."Tidak ah! kau duluan saja" jawab Hafsa malu-malu."Kau kan yang biasanya paling semangat, ayolah aku tidak sabar." Melati menggoyang-goyang kan lengan Hafsa agar cepat bercerita."Iya iya sabar dong!" akhirnya Hafsa menyerah dan dia duluan yang berbicara tapi belum berbicara dia sudah senyum-senyum sendiri."Ey, kenapa malah senyum-senyum? bikin tambah penasaran aja sih!" Melati tidak sabar dan terus berceloteh."Iyaa, kau tau tadi aku dan tuan Elang..." Hafsa semakin tersenyum sambil memegangi bibirnya hal itu sudah membuat Melati mengerti maksudnya."Dari gerak gerikmu aku bisa menebak kau dan tuan muda pasti sudah ehem... ehem...!" kata Melati sambil tangannya memperagakan sepasang suami istri jika berduaan.Tapi hal itu malah membuat Hafsa tidak mengerti."Apaan itu?" Hafsa jadi
"Iya, dia berbeda dia... ternyata tidak kaku seperti yang aku kira." ucap Melati tersenyum sendiri.Hafsa mengernyit, "Tidak kaku, ya iya lah tidak kaku kan dia manusia bukan robot."Melati mencebik kesal, "Hafsa bukan maksudku kaku seperti robot tapi... kau tau kan dari pertama kita menginjakkan kaki disini pernah tidak kita melihat dia tersenyum atau ekpresi apalah. Tidak kan." Melati menjelaskan dengan detail.Hafsa menggaruk kepalanya sambil mengingat pertama kali mereka datang Rey memang kaku seperti robot dan ekspresinya sangat datar dan dingin melebihi tuannya Elang."Oh iya yah dia memang kaku sih!" kata Hafsa mengiyakan."Tuhkan, tapi sekarang aku lihat dia tersenyum senyumnya itu maniiisss sekali seperti gula." ujar Melati tersenyum membayangkan wajah Rey.Hafsa ikut tersenyum, "Wah ada kemajuan dong dia biar tidak kaku terus ya kan.""Iya dong, entah kenapa aku yakin jika Rey adalah jodohku." ucap Melati asal
"Baiklah, aku rasa sudah cukup mengobrolnya. Aku harus pergi untuk menyelesaikan urusanku." ucap Satria beranjak dari duduknya."Iya tuan, silahkan! saya tidak apa-apa kok!" Melati yang menjawab.Satria hanya terkekeh mendengar jawaban dari Melati yang bermaksud mengusirnya dengan cara halus."Ya sudah aku pergi dulu." lalu tiba-tiba Satria mendekatkan wajahnya kearah Hafsa yang sontak membuat wajah Hafsa mundur."Jika kau membutuhkan teman seorang pria, aku siap menjadi temanmu." lanjutnya dengan senyum khasnya."Tidak, terimakasih." jawab Hafsa cepat tanpa menatap wajah Satria.Melati hanya terkekeh melihat penolakan jelas dari Hafsa untuk Satria, tapi Satria mencoba tersenyum meski dalam hati sangat kesal."Baiklah aku pergi dulu." setelah itu Satria pun pergi dengan jalan yang dibuat cool."Eh! Sa si Satria itu suka sama kamu yah!" tanya Melati."Tidak tau." jawab Hafsa acuh."Tapi sebaikny
Dipagi hari menyingsing terlihat tiga orang wanita telah turun dari angkot berdiri didepan rumah mewah bak istana, kedua dari wanita itu memandang takjub bangunan didepannya dengan mata tak henti berkedip dan mulut yang menganga sedangkan wanita satunya lagi terlihat biasa saja namun kesal melihat dua wanita disampingnya sangat kampungan menurutnya."Wahh... jadi anak sialan itu bekerja disini!" tukas wanita paruh baya yang mengawali pembicaraan setelah beberapa saat sangat takjub."Iya mah, berarti kemarin mereka membohongi kita." kata wanita muda berdecak kesal."Sudah pasti, kasian sekali kalian." wanita yang biasa saja namun terlihat angkuh itu berkata sambil terkekeh."Ya, mungkin kemarin kita dibohongi tapi lihat saja ketika aku sudah masuk dia tidak akan bisa aku biarkan bahagia." wanita paruh baya itu menggertakan rahangnya sambil mengepalkan tangan masih teringat kejadian kemarin yang salah memasuki rumah."Mah, lalu apa harus ki