Hidup Eliza hancur kala bayi yang dilahirkannya dengan bertaruh nyawa justru meninggalkan wanita itu. Ditambah lagi, sang mertua terus menyalahkannya dan sang suami tak membelanya. Untungnya, Eliza bertemu bayi mungil yang tak mendapat asi karena ditinggal ibunya. Namun siapa sangka, pertemuan Eliza dengan bayi itu akan membuatnya bertemu dengan Nathan--presdir tampan yang ternyata ayah sang bayi! Lantas, bagaimana kisah Eliza selanjutnya?
View MoreMalam semakin larut, hujan turun dengan derasnya.
Kilat masuk melalui celah jendela seakan siap menyambar.
Di dalam kegelapan, seorang wanita muda sedang menangis sambil memeluk tubuh kecil bayinya.Meskipun suara petir menggelegar dan memekakkan genderang telinga, Eliza Afrina tidak takut.
Yang dia pikirkan saat ini hanyalah anaknya yang sedang panas tinggi.
Obat penurun panas yang diberikan bidan, sudah dia berikan. Tapi, tak kunjung meredakan panas sang putra.
"Nak?"
Eliza menahan tangis sembari memeluk bayinya yang sudah pucat itu. Bahkan tiap beberapa menit sekali, wanita itu meletakkan jari telunjuknya di bawah lubang hidung bayi laki-laki itu untuk memastikan sang putra masih bernapas.
Berkali-kali ditelponnya sang suami, tetapi tak diangkat.
Tetangganya juga banyak yang sedang pergi ke luar untuk menghabiskan weekend bersama keluarga.
Kebetulan, kawasan perumahan yang di tempatnya, jauh masuk ke dalam dan masih sangat sepi. Jalan kiri dan kanannya bahkan masih hutan lebat.
Parahnya lagi, ponsel Androidnya baru ditukar sang suami dengan ponsel jadul tahun 2000-an, sehingga Eliza tak bisa memesan taksi online.
Setelah berpikir beberapa saat, Eliza lantas pergi ke dapur dan mengambil plastik bekas yang disimpannya. Bersyukur dia menyimpan plastik berukuran besar. Dipotongnya bagian depan seukuran wajah bayi dan kemudian memasukkan bayi ke dalam plastik.
Dibuatnya jas hujan darurat untuk putranya.
"Tahan ya nak, kita ke rumah sakit sekarang. Anak bunda akan sehat." Eliza kembali berkata dengan bibir gemetar.Tak dipedulikan tubuhnya yang basah kuyup, menggigil kedinginan.
Secepat mungkin dia berlari. Namun belum melihat ada klinik atau rumah sakit, langkah kakinya terhenti ketika merasakan tapak kakinya terasa sangat sakit seperti ada yang menancap.Bersyukur Ibnu tidak terlepas dari tangannya.
Diperhatikannya paku berukuran panjang yang menancap di telapak kakinya. Kembali menahan sakit yang luar biasa, dicabutnya paku itu.Tiba-tiba saja, cahaya kilat terlihat.
Eliza dapat melihat wajah putranya yang sudah membiru.
Dipaksanya lagi tubuhnya berlari, hingga Eliza akhirnya melihat rumah sakit."TOLONG!" teriaknya sekencang mungkin begitu tiba di resepsionis.
Seorang perawat yang melihatnya, lantas menghampiri. "Ada apa ibu?""Sus, tolong selamatkan anak saya. Badannya sangat panas. Tadi dia sempat kejang." Eliza berkata dengan menangis.
Perawat itu langsung mengambil bayi dari tangan ibunya dan membawa ke ruang UGD.Dia juga berusaha menghubungi dokter.
Kejadian ini menarik perhatian beberapa pasien. Mereka bahkan menatap iba Eliza dan bayinya yang dibungkus dengan kantong plastik besar dan hanya melubangi bagian wajahnya saja.
"Sus, bagaimana keadaan bayi saya?"Eliza menangis tiada henti. Bahkan wanita itu tidak merasakan kakinya yang terasa amat sakit.
"Sebentar ya Bu, dokter akan segera datang," kata perawat itu sambil memandang tubuh Eliza yang sudah basah kuyup dengan bibir yang membiru. Tak lama, seorang dokter laki-laki akhirnya masuk dan memeriksa kondisi bayi yang sudah tidak sadarkan diri.Dia terkejut kala merasakan telapak kaki dan tangan anak Eliza itu yang sudah terasa dingin.
"Pasang infus dan pasang oksigen," perintahnya cepat. Cairan obat melalui selang infus terpasang.Anehnya, raut wajah sang dokter tampak tak puas.
"Hubungi dokter Risky," titah dokter muda tersebut pada sang perawat yang menahan ekspresinya.
Keduanya tahu kondisi bayi sudah sangat kritis. Mereka harus menyerahkan bayi tersebut ke dokter spesialis anak.
"Dok, anak, saya baik-baik saja, kan?" Seolah merasakan keanehan, Eliza bertanya.
Namun, dokter itu menjawab dengan wajah tenang, "Kita tunggu dokter anaknya datang."
Hanya saja, dokter itu terkejut ketika menyadari kondisi ibu pasien yang baru ditangani.
"Ke sini naik apa, Bu?"
"Saya jalan kaki dok," jawab Eliza.
Dahi dokter itu berkerut saat mendengar jawaban ibu muda tersebut. "Di mana lokasi rumah Anda?"
Seketika, Eliza menjelaskan tempat tinggalnya kepada dokter muda yang sedang fokus memeriksa kondisi bayinya. Dokter itu hanya tercengang mendengar keterangan dari ibu pasien.
"Jika kondisi anak Anda seperti ini, mengapa tidak pesan taksi secara online?"
Pertanyaan itu jelas membuat Eliza menangis. "Saya tidak bisa menghubungi taksi secara online."
"Apa Anda kehabisan paket internet?" Dokter itu kembali bertanya. Selain rasa penasaran, hal ini juga untuk menenangkan si ibu yang tampak sangat panik. Setidaknya mengobrol seperti ini, si ibu bisa sedikit tenang.
Alih-alih menjawab, Eliza mengeluarkan sesuatu dari dalam saku rok yang di pakainya.
Dokter itu memperhatikan apa yang sedang di pegang wanita tersebut. Keningnya berkerut saat melihat wanita itu mengeluarkan dompet dan ponsel dari dalam kantong plastik.
"Saya tidak punya aplikasinya dok, karena handphone ini tidak bisa mendownload."
Ponsel jadul itu membuat sang dokter terkejut. Saat zaman yang sudah semakin canggih namun wanita itu terlihat begitu menyedihkan dan udik hingga tidak memiliki handphone Android. Padahal manfaat handphone itu sangatlah banyak dan penting. Namun, semua itu ditahannya.
"Ayah bayinya mana?"
Kini, seorang perawat yang penasaran ikut bertanya.
"Saya tidak tahu," jawab Eliza kembali. Ya, sudah 4 hari suaminya tidak pulang. Bahkan, pria itu tidak pernah membalas pesan yang dikirim Eliza, termasuk permohonannya tadi.
Dokter muda itu hanya diam memandang Eliza.
Namun, tatapan matanya berpindah ke arah kaki wanita tersebut. Seketika dia membelalak. Segera dia memerintahkan sang perawat untuk memeriksa.
Sayangnya, Eliza menolak. "Saya tidak apa-apa dok, tolong selamatkan anak saya."
"Anak ibu dalam penanganan, sebaiknya ibu duduk agar kondisi kaki ibu dilihat dan diobati," jelas dokter tersebut.
"Kaki saya tidak apa-apa Dok, saya hanya terinjak paku."
Lagi, Eliza menolak. Sebenarnya, dia takut uang yang dimilikinya tidak cukup untuk biaya berobat putranya karena harus membayar uang pengobatan kakinya.
"Saya akan periksa Bu," ucap perawat tersebut yang memaksa Eliza untuk duduk di atas tempat tidur yang berada di samping bayi Eliza.
Eliza akhirnya hanya diam dan menurut. Dia duduk di atas tempat tidur dan membiarkan perawat memeriksa kakinya yang terasa sakit dan berdenyut nyeri.
"Dok ini pakunya masih ada yang menempel di kaki dan gak bisa dicabut."
Dokter itu lantas mendekati Eliza dan melihat paku yang menancap di kaki wanita tersebut.
Melihat ini saja, dokter itu sudah merinding. Dia tahu seperti apa rasa sakit yang dialami oleh wanita tersebut. Bahkan kakinya sudah membiru. Dengan kondisi kaki yang seperti ini ibu muda itu tetap bisa sampai ke rumah sakit membawa anaknya, sungguh sangat menyedihkan.
Setelah melakukan tindakan terhadap bayi, dokter itu kemudian berpindah kepada ibu muda yang berwajib pucat dengan bibir biru, serta tubuh menggigil kedinginan. Dokter itu merasa prihatin ketika melihat kondisi bayi berserta ibunya.
Disuntik biusnya kaki Eliza. Setelah memastikan bius itu bekerja, dokter muda itu mencabut paku dengan memakai alat semacam tang.
"Pakunya panjang sekali, ini juga paku berkarat."
Dokter itu menunjukkan paku yang dilumuri cairan berwarna merah tersebut.
Setelah paku dicabut, barulah darah mengalir dari kaki yang berlubang.
Namun, Eliza hanya diam memandang paku di tangan dokter itu. Kepalanya dipenuhi sang putra.
Di saat yang sama, seorang dokter tampak masuk ke dalam ruang UGD. "Apa ini bayinya?"
"Iya dok," jawab perawat.
Dokter itu segera melihat catatan pasien dan kemudian memeriksa detak jantung bayi.
Terdengar helaan nafas pelan dari bibir dokter tersebut. "Langsung masukkan ke ruang NICU."
Deg!
Mendengar perkataan dokter itu, membuat jantung Eliza berdetak semakin cepat. "Bagaimana kondisi bayi saya dok?" tanyanya dengan bibir yang bergetar.
"Sebaiknya ibu banyak berdoa," ucap si dokter yang kemudian pergi meninggalkan ruangan.
Eliza yang baru diobati, seketika berjalan dengan dengan cepat mengikuti dokter yang menangani bayinya. Wanita itu menghentikan langkah kakinya.
Namun, seorang perawat menghentikannya di depan ruang NICU. "Mohon tunggu di sini dulu Bu."
"Tapi anak saya?" Eliza menangis sambil menutup mulutnya.
"Ibu harap tunggu di sini, agar dokter bisa menangani dengan baik."
Setelah mengatakan itu, sang perawat kemudian masuk ke dalam ruangan.
Eliza hanya diam dan memandang pintu yang tertutup dengan rapat. Dia ingin mengintip kedalam namun sayangnya tidak ada celah untuk mengintip.
Cukup lama Eliza menunggu dokter keluar dari dalam ruangan NICU. Dia sudah tidak sabar untuk mengetahui kondisi bayinya. Ada rasa lega ketika melihat dokter keluar dari dalam ruangan. Dia berharap dokter memberikan kabar baik untuknya.
Hanya saja, harapannya tak terkabul.
Begitu sang dokter keluar, dia mengumumkan kabar yang membuat Eliza terpukul.
"Kondisi bayi ibu kritis. Dan bayi sudah tidak sadarkan diri sejak 2 jam yang lalu," jelasnya.
Bugh!
Seketika Eliza limbung dan terjatuh ke belakang. Bersyukur dokter Rizki dengan sigap menangkap tubuh kurus si wanita.
"Dokter, tolong selamatkan anak saya dok. Saya tidak ingin jika sampai anak saya meninggal." Eliza menangis dan meremas tangan dokter laki-laki tersebut.
Kondisi Eliza yang seperti ini membuat dokter Rizki tidak tega untuk memberitahukan kondisi bayi malang tersebut.
"Kami akan mengusahakan yang terbaik. Di mana ayahnya? Saya ingin berbicara dengan beliau," ucap pria di depan Eliza itu kembali.
"Dia tak bisa dihubungi, Dok."
Dokter Rizki mengerutkan kening. Dia hendak bertanya, tetapi seorang perawat tiba-tiba keluar NICU dengan panik.
"Dokter kondisi pasien semakin kritis!"
"Dia tidak marah sedikitpun meskipun aku sengaja menghindarinya. Melihat aku datang, dia langsung menunjukkan wajah bahagia. Dia meminta makan udang panggang besar di restoran favoritnya. Aku menurutnya. Aku menyuapi dia makan. Kami bercerita, tertawa, bercanda. Dia juga memberikan nasehat yang banyak untuk ku. Aku sangat pelupa, karena itu aku merekam semua perkataannya. Aku sudah berkata bahwa dia sudah sehat. Bahkan udang yang aku berikan dimakan hingga habis."Pria itu menangis hingga tubuhnya bergetar hebat. Momen terakhir bersama dengan istrinya tidak akan pernah ia lupakan."Kau harus kuat demi anak-anak mu." Nathan tidak sanggup menahan air matanya. Dengan cepat ia menghapus air mata yang sudah lebih dulu mengalir.Apa yang dikatakan Albert, terdengar jelas di telinga Eliza. Ia bahkan ikut menangis mendengar pria itu menceritakan seperti apa sosok istrinya.Eliza memandang kedalam peti mati. Dilihatnya sosok wanita cantik yang sudah di makeup dan memakai rambut palsu panjang
Eliza masih terdiam. Tatapan matanya masih tertuju ke arah Sherly. Sudah tahu istri Albert baru saja meninggal dunia, dengan bodohnya wanita itu menunjukkan didepan umum, bahwa dia selingkuhan Albert. Bukankah ini sungguh lucu?Eliza ingin tertawa ngakak melihat kebodohan Sherly. Bisa dibayangkan seperti apa malunya diperlakukan seperti ini depan umum. Namun ia juga kasihan melihat ekspresi wajah wanita saat ini. Walau bagaimanapun Sherly ibu kandung Noah. "Sweet heart." Nathan memanggil suaminya istrinya yang masih terus memandang Sherly. Nathan kemudian menarik tangan istrinya agar tidak hanya diam di sana. Eliza menoleh ke arah Nathan sambil mengikuti langkah kaki suaminya. "Kasihan ya." "Gak ada malunya," kata Nathan tanpa ekspresi. Kelakuan Sherly yang tidak tahu malu membuat ia merasa jijik. Nathan tidak mengira bahwa wanita yang dulunya angkuh, sombong, bermartabat dan terhormat, sekarang tak ubahnya seperti wanita murahan. Ketika menceraikan wanita itu, ia sudah memberik
Sherly sampai di kediaman Albert. Berhubung hari ini kematian nyonya rumah. Orang-orang bebas ngelayat di masion Albert. Para bodyguard yang berjaga hanya memeriksa setiap orang yang akan masuk kedalam rumah. Mereka hanya memastikan bahwa bahwa pelayat tidak ada yang membawa benda tajam ataupun senjata api. Hal ini yang membuat Sherly bisa masuk dengan mudah. Rasa percaya diri yang terlalu tinggi membuat wanita itu langsung berlari mengejar Albert. Tanpa rasa malu ia langsung memeluk pria itu dari belakang."Sayang, maaf aku baru datang." Sherly berkata sambil menahan suara Isak tangisnya.Sebagai artis profesional, menangis bukanlah hal yang sulit baginya. Bahkan Apa yang dilakukannya tampak begitu sangat natural. Tatapan mata anak-anak Albert langsung mengarah ke arah wanita yang dengan berani memeluk Daddy mereka. Wajah Albert merah padam begitu juga dengan matanya. Mata yang sejak tadi terus meneteskan air, kini seperti mata setan yang berwarna merah pekat. "Apa yang kau lakuk
Suara tertawa seorang wanita menggemah di dalam kamar. Wajah wanita itu tampak sangat bahagia. Bukan hanya sekedar tertawa saja, wanita itu sampai guling-guling di atas tempat tidur dan kemudian lompat-lompat kegirangan. Berita yang didengarnya sungguh sangat membuat ia bahagia."Hahaha, akhirnya aku bisa menjadi Nyonya Albert. Kuasai harta kemudian bunuh!" Seburuk apa Albert memperlakukannya selama ini, kembali terbayang di pelupuk matanya. Wanita itu sangat marah hingga wajahnya merah padam. Harga diri yang dulu sangat tinggi, sudah diinjak-injak oleh Albert. Hal ini yang membuat Sherly sangat marah dan benci. Bahkan pria itu sudah memasung kaki dan tangannya hingga tidak bisa pergi.Kematian Anna, merupakan keberuntungan untuknya. Padahal ia sudah pasrah di jadikan gundik selama oleh Albert. Gundik atau lebih sering di kenal dengan istilah istri siri, istri simpanan atau selir. Ternyata posisi ini lebih bermartabat dari pada posisinya. Karena, pada kenyataannya pria itu hanya menj
"Dokter tolong selamatkan istriku. Dokter tolong selamatkan istriku." Albert berteriak sambil menekan tombol yang ada di samping tempat tidur istrinya. Namun pria itu tampaknya tidak puas dia kemudian berlari keluar dari kamar dan berteriak memanggil dokter. Dari arah sebelah kiri beberapa orang dokter langsung berlari menuju ke ruang ICU tempat Anna dirawat "Ada apa?" tanda dokter tersebut."Dokter, Kenapa mulut istriku mengeluarkan darah yang sangat banyak." Albert berkata dengan kaki dan tangan gemetar.Dokter itu langsung masuk ke dalam ruang perawatan dilihatnya darah yang terus saja keluar dari mulut pasiennya. Albert tidak ingin lagi menunggu di luar dia juga ikut masuk ke dalam. Air mata yang tadi sudah sempat berhenti. Kini kembali menetes. Dokter itu memberikan suntik, hingga darah berhenti keluar dari mulut Anna. "Honny, kamu baik-baik saja?" Albert bertanya sambil memegang tangan istrinya. Wanita itu sudah tidak menjawab. Ia hanya diam ketika dokter kembali memasang
"Ya aku tahu, aku bisa mengatasinya. Kamu tenang saja. Tapi bagaimana caranya kamu bisa tahu tentang dia?""Tubuhku yang sakit, tapi otakku masih tetap berjalan dan juga bekerja. Apa kamu tahu aku ini istri dari Albert Aliando. Aku memiliki uang yang banyak. Tidak sulit bagiku Untuk mencari informasi. Termasuk wanita yang dekat denganmu." Anna menjawab pertanyaan suaminya dengan sangat jujur. "Ternyata kamu masih terus saja mencemaskanku." Bukannya marah, Albert justru senang ketika mengetahui Anna masih sangat peduli terhadapnya. "Aku sangat mencinta mu, kamu adalah cinta terakhirku. Aku ingin yang terbaik untukmu." Anna berkata dengan tulus. "Terimakasih honey," kata Albert."Perusahaan yang saat ini kamu pimpin, merupakan hasil kerja keras kita berdua. Kita mendirikannya dari mulai bisnis kecil hingga sampai memiliki perusahaan yang besar. Hanya saja setelah kita memiliki anak, kamu memintaku untuk fokus menjaga anak-anak. Sehingga aku tidak aktif lagi di perusahaan." Wanita i
Albert merasa sangat senang ketika melihat wajah Anna hari ini. Wajah istrinya tidak pucat seperti biasanya. Bahkan wanita itu bernapas tanpa mengunakan alat pernapasan."Honey, bisakah kamu ambilkan rambut palsuku di sana?" Wanita itu tersenyum sambil menunjuk ke arah nakas. "Tentu bisa baby." Nathan mengambilkan rambut palsu milik istrinya. "Mengapa ingin memakai rambut palsu?" Albert memasangkan rambut itu di kepala sang istri. Wanita itu tersenyum sambil merapikan rambut yang sudah dipasangkan oleh suaminya. "Aku ingin terlihat cantik. ""Di mataku kau yang paling cantik." Albert berkata sambil menatap wajah istrinya. "Albert, kamu tahu bahwa aku sangat mencintaimu. Kamu adalah cinta pertama dan terakhir ku. Apa kamu ingin kapan kita berjumpa?" Albert tersenyum dan mencium punggung tangan istrinya. Kenangan ketika pertama melihat Anna kini kembali melintas dalam pandangannya. Penilaian pertama ketika melihat istrinya itu sudah pasti cantik. Selain cantik, Anna sosok gadis pol
Wajah wanita cantik itu tampak cemberut sambil memandang suaminya. Berbeda dengan Nathan. Pria itu memandang Eliza dengan penuh kemenangan."Kenapa liatin seperti itu?" Nathan berkata tanpa rasa bersalah."Liza sudah bilang kalau Liza mau tidur." Eliza berkata dengan wajah kesal. Keputusan Eliza untuk tidur di dalam kamar ternyata salah. Karena nyatanya dia tidak tidur sama sekali setelah makan siang. Hal ini disebabkan suaminya yang selalu saja mengganggunya. Pada akhirnya Nathan baru berhenti menganggu setelah mereka menuntaskan kewajiban suami istri."Iya Hubby tahu, sini tidur biar dipeluk," kata Nathan dengan tersenyum."Nggak mau." Dengan cepat Eliza menolak. "Loh kenapa tidak mau, bukannya kamu senang dipeluk?" Tanya Nathan."Tangan hubby nggak bisa dipercaya." Dengan waspada Eliza menutup bagian dada dan juga aset bawahnya. Setelah itu ia menarik selimut dan menutup tubuhnya dengan selimut. "Setelah olahraga ranjang, dijamin tidur semakin enak." Nathan berkata sambil menga
Rizky bangun dan melihat jam yang menempel di dinding. Saat ini jam sudah menunjukkan pukul 11 siang. Kondisi kamar juga dalam keadaan kosong. Setelah tidur cukup lama tubuh pria itu terasa lebih segar. Ia menjangkau handphone yang ada di nakas. Yang pertama kali diperiksanya adalah panggilan telepon. Dilihatnya panggilan masuk dari dokter Teddy. Dengan cepat pria itu langsung menghubungi temannya tersebut. "Halo Dokter Rizky," sahut dokter Teddy dari seberang sana. "Ya Dokter Teddy, apa tadi kamu menghubungiku?""Yang menghubungi anda adalah nyonya Rini."DegJantung Rizki berdetak ketika mendengar jawaban dari sang dokter. Jika Rini yang menghubungi itu artinya Kiara mengetahui apa yang terjadi terhadap adiknya. "Yang menerima telepon istri, anda. Ibu Rini langsung berbicara dengan istri anda.""Apa yang dikatakan Kiara dengan mama mertua saya?" Tanya Rizky.Rizky menarik napas panjang dan kemudian menghembuskannya secara perlahan-lahan. Ia harus bisa tenang menghadapi masalah
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments