Share

5.Berpikir

Ketika ketakutan itu datang, dia akan merampas keberanian.

Menggentarkan hati,menciptakan kegelapan.

Tidak mudah menghadapi, tidak mudah melawan.

Bahkan terkadang waktu tak bisa berbuat apapun.

* * * * *

“Miss Milligan, kau baik-baik saja?” tanya Liam hendak mendekati Sienna yang duduk di atas ranjang dengan kedua tangan memeluk kedua lututnya.

“JANGAN SENTUH AKU!” Teriak Sienna dengan histeris.

Liam terkejut mendengar jerit histeris Sienna. Pria itu bisa melihat Sienna tidak lagi memandangnya dengan berani. Wanita itu menunduk dan memeluk erat lututnya. Tubuhnya gemetar. Liam bisa mendengar Sienna bergumam ‘jangan sentuh aku’ berulang-ulang kali.

“Ada apa denganmu, Miss Milligan? Kau tidak sedang berakting,  bukan?” tanya Liam cemas. 

Dengan lututnya, Liam naik ke atas ranjang. Dia berusaha mendekati Sienna untuk mengetahui apa yang membuat wanita itu sangat ketakutan. Saat tangan Liam terulur untuk menyentuh bahu Sienna, wanita itu menepis kasar tangan Liam. Saat Sienna mendongak, dia bisa melihat air mata membasahi pipinya.

“Sudah kukatakan, JANGAN SENTUH AKU!” Teriak Sienna kembali.

Liam mengangkat kedua tangannya dan turun dari ranjang. “Okay. Tenang. Aku tidak akan menyentuhmu. Aku akan keluar. Kita bicara lagi setelah kau merasa tenang. Okay?”

Sienna menganggukkan kepalanya lemah. Dia tidak memperhatikan Liam yang berjalan keluar kamarnya dengan tatapan waspada. Hingga akhirnya setelah Liam menghilang dari balik pintu, Sienna menenggelamkan diri ke dalam lututnya dan mulai menangis. Ingatan masa lalunya begitu menyakiti wanita itu.

Liam yang masih berdiri di depan pintu kamar Sienna bertanya-tanya mengapa Sienna menjadi berubah seperti itu? Beberapa saat yang lalu Sienna adalah wanita pemberani yang siap menentang setiap ucapannya, Tapi sekarang wanita itu berubah menjadi ketakutan. Keberanian itu lenyap sehingga membuat Sienna terlihat rapuh. 

Tatapan Liam beralih kepada Suzanne yang berjalan menghampiri pintu kamar Sienna dengan nampan berisi makan malam. Langkahnya terhenti ketika Liam menghalangi wanita itu.

“Apakah ada sesuatu yang anda butuhkan, Mr. Calbort?” tanya Suzanne tanpa berani menatap majikannya.

“Bisakah aku meminta tolong sesuatu, Suzanne?” pinta Liam. 

Wanita muda dengan rambut hitam yang digelung di belakang kepalanya itu langsung menganggukkan kepalanya. “Tentu saja, Mr. Calbort. Saya akan membantu.”

“Saat ini Sienna dalam kondisi tidak baik. Aku tidak tahu ada apa. Bisakah kau menemaninya?”

“Nona Milligan sakit?” Suzanne terkejut menatap majikannya.

Liam menggelengkan kepalanya. “Aku tidak tahu. Yang jelas dia dalam kondisi yang baik-baik saja. Jika kau berpikir aku berbuat sesuatu yang buruk, maka kau salah, Suzanne.”

Nafas wanita muda itu tercekat mendengar ucapan Liam. “Saya tidak berani berpikir seperti itu, Mr. Colbert.”

“Tidak berani, tapi kau memikirkannya, Suzanne. Benar bukan? Terlihat jelas dari tatapanmu.”

Suzanne menundukkan kepalanya. “Maafkan saya, Mr. Colbert.”

“Tidak apa-apa, Suzanne. Sepertinya kau mulai dekat dengannya. Itu jauh lebih baik. Aku akan kembali ke kamarku.”

Suzanne menganggukkan kepalanya. “Baik, Mr. Colbert.”

Liam berjalan melewati Suzanne menuju kamarnya yang tidak jauh dari kamar Sienna. Namun pikirannya masih saja dipenuhi pertanyaan-pertanyaan mengenai reaksi Sienna. Hal itu membuat Liam semakin penasaran.

* * * * *

Neil duduk di kursi dengan kaca bening membatasi dirinya dengan bangku yang terlihat kosong di hadapannya. Saat ini dia berada di pusat rehabilitasi untuk menemui Ashley. Seandainya Neil sudah resmi menikah dengan Sienna, maka seharusnya mereka menemui Ashley. Tapi sayangnya rencananya tidak berjalan dengan mulus. Sienna hilang dan Neil belum bisa menemukannya. Karena itu, Neil berpikir Ashley perlu mengetahui jika kakaknya menghilang.

Pintu terbuka membuat Neil mendongak. Dia bisa melihat Ashley tersenyum melihat Neil. Wanita muda itu langsung berjalan menghampiri kursinya dan duduk. Namun senyumannya lenyap saat menyadari jika Neil datang sendirian.

“Hai, Ashley!” Sapa Neil tersenyum pada wanita di hadapannya.

“Hai, Neil! Mengapa kau sendirian? Di mana Sienna?” tanya Ashley masih saja mencari keberadaan kakaknya di sekitar Neil.

“Sienna tidak datang, Ashley. Aku datang sendiri kemari.”

“Ada apa dengan Sienna? Apakah dia sakit?” cemas Ashley.

Neil menggelengkan kepalanya. “Tidak, Ashley. Tapi ada sesuatu yang ingin kukatakan padamu. Ini tentang Sienna. Kupikir kau berhak mengetahuinya.”

Wanita berambut pirang itu memicingkan matanya menatap Neil. Dia merasakan apa yang hendak dikatakan oleh Neil pasti bukanlah berita yang baik.

“Mengetahui apa?” tanya Ashley.

“Sebenarnya aku dan kakakmu belum menikah. Pada saat hari pernikahan, tiba-tiba Sienna menghilang.”

Ashley menggelengkan kepalanya. “Tidak mungkin. Sienna tidak mungkin kabur dari pernikahan itu, Neil. Sienna begitu yakin akan menikah denganmu saat dia menemuiku. Karena itu aku yakin Sienna tidak mungkin meninggalkanmu.”

“Aku tidak berpikir jika Sienna kabur dariku, Ashley.”

Ashley menatap bingung ke arah Neil. “Apa maksudmu? Jadi dimana Sienna?”

Neil menggelengkan kepalanya. “Aku tidak Ashley. Aku sudah mencarinya di manapun, tapi aku belum menemukannya. Kita sama-sama tahu Sienna adalah orang yang bertanggung jawab. Karena itu kita tidak percaya jika Sienna kabur dari pernikahan kami. Oleh sebab itu aku berpikir jika Sienna mungkin diculik seseorang.”

“Diculik?” kaget Ashley. “Tapi siapa yang menculik kakakku? Lagipula untuk apa menculik kakakku? Kami bahkan tidak punya apapun dan kami tidak memiliki musuh sama sekali.”

“Aku masih belum bisa memberikan jawaban apapun, Ashley. Karena aku juga belum tahu apa yang sebenarnya terjadi.”

“Ya, Tuhan. Aku berharap Sienna baik-baik saja. Kumohon segera temukan dia, Neil. Aku takut terjadi hal buruk pada kakakku.” Mohon Ashley.

“Aku akan berusaha sebaik mungkin untuk menemukan Sienna. Kau bisa membantuku berdoa agar aku bisa secepatnya menemukan keberadaan kakakmu.”

Ashley menganggukkan kepalanya. “Aku pasti akan melakukannya. Terimakasih banyak, Neil. Sekarang aku jadi mengerti mengapa kakakku memilih untuk menikah denganmu, Neil. Kau pria yang baik dan sangat tulus mencintai Sienna.”

Neil hanya tersenyum mendengar ucapan Ashley. “Aku memang sangat menyayangi Sienna, Ashley. Aku sangat terkejut Sienna menerima lamaranku.”

“Kau pantas mendapatkannya, Neil.”

“Kalau begitu aku pergi dulu, Ashley. Aku harus kembali mencari kembali Sienna.” 

Ashley menganggukkan kepalanya. “Aku berharap kau bisa segera menemukannya.”

Neil menganggukkan kepalanya. “Aku juga berharap hal yang sama, Ashley. Sampai jumpa lagi”

“Sampai jumpa lagi, Neil.” Ashley melambaikan tangan pada pria itu. 

Ashley bisa melihat Neil berjalan menjauhi bangkunya. Dalam hatinya wanita itu merasa ketakutan jika terjadi hal yang buruk pada kakaknya. Pasalnya sang kakak memiliki masa lalu kelam yang membuatnya ketakutan. Karena itu Ashley mencemaskan sang kakak.

* * * * *

Liam berbaring di atas ranjangnya. Sudah satu jam dia mencoba untuk tidur. Namun sayangnya matanya sama sekali tidak mau terjepam. Reaksi ketakutan Sienna masih saja memenuhi pikiran pria yang saat ini mengenakan kaos hitam dan celana pendek. Ingatan wajah pucat dan tatapan ketakutan Sienna teringat jelas dalam pikirannya.

Sialnya saat melihat Sienna dalam kondisi rapuh seperti itu, Liam justru ingin merengkuh wanita itu ke dalam pelukannya. Ingin menghilangkan rasa takut yang dialami oleh Sienna. 

“Sebenarnya apa yang membuatnya begitu takut? Padahal aku hanya berdebat dengannya seperti sebelumnya. Tapi wanita itu justru terlihat berani menentangnya.”

Menyadari dirinya terlalu memikirkan Sienna, Liam segera menggelengkan kepalanya. “Tidak. Aku tidak boleh memikirkannya.”

Pria itu menyadari jika dia tidak akan bisa tidur tenang tanpa memikirkan apa yang menimpa Sienna tadi. Akhirnya Liam menegakkan tubuhnya sehingga posisinya tengah duduk di atas ranjang besar. 

“Aku harus melihat wanita itu lebih dulu. Mungkin cara itu bisa membuatku tidur nyenyak.”

Akhirnya Liam menyibakkan selimut dan menurunkan kakinya di lantai. Dia berjalan keluar dari kamarnya. Karena jam sudah menunjukkan hampir tengah malam, maka semua orang yang berada di dalam mansionnya pasti sudah tertidur kecuali para penjaga yang menjaga keamanan mansionnya.

Liam melangkah menuju pintu kamar Sienna. Dia menoleh ke kanan dan ke kiri seperti seorang pencuri agar tidak terlihat siapapun. Setelah tidak ada orang, Liam meraih gagang pintu kamar Sienna kemudian membukanya. Suara pintu berderit membuat Liam memejamkan matanya. Dia berharap Sienna tidak terbangun. Setelah pintu terbuka, barulah Liam berjalan masuk ke dalam kamar itu. Ruangan itu gelap. Hanya ada penerangan tepat di samping ranjang Sienna. Dari sanalah Liam bisa melihat Sienna sama sekali tidak terganggu dengan suara pintu berderit. Wanita itu bebaring di atas ranjang dengan selimut menutupi tubuhnya.

Akhirnya Liam berjalan menghampiri sisi ranjang. Pria itu semakin jelas melihat wajah Sienna. Tidak ada lagi ekspresi pucat yang dilihat Liam sebelumnya. Wanita itu terlihat jauh lebih tenang. Bahkan dari dekat pria itu bisa melihat bahu Sienna yang bergerak teratur. Menandakan wanita itu sedang tertidur nyenyak.

Liam duduk di tepi ranjang tanpa mengalihkan perhatian dari wajah Sienna. Sebelumnya Liam sama sekali tidak memperhatikan betul-betul wajah Sienna. Tapi kali ini tanpa diinginkan pria itu terus mengamati wajah Sienna. Wajah dengan kulit pucat yang dibingkai rambut coklat muda panjang. Hidung yang terbentuk sempurna. Bulu mata lentik yang menyatu. Lalu tatapan Liam tertuju pada bibir merah muda dengan lekukan yang indah. Bibir itu terlihat begitu lembut. Liam pun bertanya-tanya bagaimana rasanya dirinya jika mencium bibir wanita itu. Apakah akan semanis madu?

Namun yang lebih membuat Liam lega adalah, wanita itu jauh lebih tenang. Tidak seperti ketakutan yang dilihat Liam sebelumnya. Kali ini wajah wanita itu begitu tenang dan damai. Tidak ada tanda-tanda ketakutan dari kejadian sebelumnya.

Liam mengulurkan tangan hendak menyentuh pipi Sienna. Namun tiba-tiba tangan pria itu berhenti di udara ketika dia menyadari sesuatu. Dia terlalu terpesona dengan kecantikan Sienna hingga dia melupakan tujuan pria itu menyekap wanita itu di sini. Segera dia menarik tangannya lalu menggelengkan kepalanya.

“Tidak, Liam. Apa yang kau lakukan? Dia adalah wanita licik yang menjerat adikmu. Kau tidak boleh boleh ikut terjerat dalam pesonanya.”

Kesal dengan apa yang dia rasakan, Liam memilih untuk berdiri kemudian berjalan meninggalkan kamar Sienna. Berulang kali Liam teru mengingatkan dirinya untuk tidak mengulang masa lalu. Karena itu dia harus berhati-hati dengan Sienna.

* * * * *

Marrygoldie

Kenapa Sienna ketakutan begitu ya? Tunggu kelanjutannya untuk, mengetahui alasannya ya...

| 2

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status