Part 2
Bagaimana? Apa semuanya sudah siap?” berondong Mak Bayah. Kedua suaminya mengangguk. “Bagus! Bagaimana dengan persiapan mandi ku?” tanyanya lagi. “Sudah disiapkan Rizal, aku tadi mempersiapkan pengobatan. Apa Mak Bayah mau kami mandikan?” Tanya Suwito sambil memperhatikan kedua manik mata istrinya itu. “Tidak perlu, aku mau mandi sendiri. Nanti kalau aku sudah selesai mandi, kalian mandi lagi bekas air mandiku ya… nanti aku sisakan buat kalian!” serunya. Lagi-lagi mereka hanya manggut-manggut saja. Berselang satu jam, warga yang ingin berobat mulai mengantre. Pengobatan dibuka mulai Pukul 11 siang hingga menjelang maghrib. Setiap hari Mak Bayah melakukan pengobatan dan dia hanya libur sekali dalam sebulan di hari Jumat yang dia tentukan. “Silahkan mengantre dan kami mulai mencatat siapa-siapa saja nama dan asalnya. Jangan lupa bawa dua botol air minum yang sudah masak untuk dipakai pengobatan nanti.” Urai Rizal. Dalam antrean, ada salah satu pemuda seusia Rizal sekitar 25 tahun menggunakan tongkat untuk berjalan. Dia didampingi oleh perempuan cantik yang begitu telaten menyeka keringat pemuda tersebut. Rizal memperhatikan keduanya, sepertinya mereka dari luar kota yang nampak dari pakaiannya yang berbeda dari pakaian orang kampung kebanyakan di tempat mereka. Perempuan tadi melihat ke arah Rizal kemudian bangkit dan menghampirinya. “Mas, apa boleh kami duluan ya soalnya kami berasal dari luar kota dan perjalanan ke sini cukup memakan waktu, kami khawatir jika kelamaan nanti malah kemalaman di jalan.” Tukas perempuan itu memegang tangan Rizal. Rizal jengah dan langsung melepasnya. “Semuanya sesuai antrean, Bu. Semua orang di sini juga semuanya mau cepat. Jika memang berniat berobat sebaiknya ikuti saja caranya dengan yang lainnya.” Jawab Rizal lantas meninggalkan perempuan tadi. Rizal yang berjalan mendekat ke arah pintu pengobatan, tiba-tiba Mak Bayah memintanya untuk masuk dan membisikkan sesuatu ke telinganya. Rizal ke luar menemui perempuan tadi. “Kata Mak Bayah, sebaiknya kalian menginap saja di sini kalau kalian takut kemalaman. Cuaca juga mendung dan sebentar lagi hujan.” Kata Rizal. “Baiklah, terima kasih, Mas. Sampaikan saja sama Mak Bayah jika kami akan menerima tawaran Mak Bayah untuk menginap di sini.” Ungkap perempuan itu. Rizal mengangguk dan meninggalkan perempuan itu kembali, sibuk dengan aktivitasnya membantu istrinya mengobati pasien. “Dia sakit apa?” tanya Mak Bayah. “Ryan, pacarku ini mengalami kecelakaan setahun yang lalu. Dia pelari maraton karena kedua kakinya lumpuh membuatnya tidak bisa lagi berjalan. Semua ini salahku, aku yang membawa mobil dan menyetir tapi tidak memperhatikan jalan.” Perempuan bernama Raya ini menunduk menahan bulir air matanya. Mak Bayah melihat Ryan dari ujung kaki sampai kepala. Matanya berbinar melihat otot kekar Ryan, seketika hasratnya menggelora dan ingin sekali merasakan keperkasaan milik Ryan. Namun kedua kakinya pasti akan menghalangi niat Mak Bayah. “Sebentar ya?” suara Mak Bayah lembut. Dia bangkit berdiri dan berjalan menuju dapur, dalam sekejap saja di tangannya sudah ada secangkir kopi. Mak Bayah menyerahkan dan meminta Ryan untuk meneguknya sampai habis. “Minumlah ini dulu untuk menyegarkan tubuhmu, setelah itu kita akan masuk dalam pengobatan. Untuk malam ini, biar pacarmu ini di sini karena pengobatan tidak bisa dilakukan sebentar, Rizal … kamu tunjukkan kamar yang akan dipakai oleh wanita cantik ini untuk tidur.” Perintah Mak Bayah. Rizal dan Raya meninggalkan Mak Bayah bersama Ryan. Ada ragu di mata Raya namun demi kesembuhan kekasih yang akan dia nikahi bulan depan ini, membuatnya harus yakin dan percaya jika Mak Bayah akan dapat membuat mukjizat kesembuhan bagi Ryan. Begitu Rizal dan Raya pergi, Mak Bayah lantas menutup tirai pintu dan menghampiri Ryan yang nampak seperti mabuk, Mak Bayah tersenyum samar. “Aku pusing, Mak. Aku mau tidur.” Keluh Ryan. Mak Bayah bergerak cepat membaringkan tubuh Ryan lalu membiarkan laki-laki itu masih menikmati turunnya pelet yang dia taruh dalam secangkir kopi barusan. Ryan perlahan gelisah dan mulai membuka bajunya. “Kamu kepanasan? Mak bukakan ya baju dan celananya. Cuaca mendung dan sebentar lagi hujan makanya cuacanya agak panas.” Sebut Mak Bayah terus melakukan aksinya melepas satu persatu pakaian yang membalut tubuh Ryan. Tanpa aba-aba, Ryan langsung mengecup bibir Mak Bayah dan dengan rakusnya meremas lembut gunung kembar yang ada di hadapannya. Mak Bayah tentu saja senang dengan serangan mendadak pasiennya ini. Mak Bayah membuka kain jarik dan kebayanya kemudian membiarkan Ryan mencumbunya. Dengan kaki lumpuhnya, Mak Bayah yang lebih banyak bergerak dan dalam satu jam, mereka penuh dengan peluh, menyelesaikan permainan panas mereka. Setelahnya, Ryan tertidur pulas dan Mak Bayah mulai mengambil cairan kental yang masih ada di tubuhnya kemudian meletakkannya di gelas khusus yang ada di dalam ruangan tersebut. Mak Bayah yang masih dalam keadaan telanjang lantas mengambil minyak urut dan mulai memijat kaki Ryan, sesekali mulutnya berkomat kamit membaca mantera. Tak cukup memijat kakinya, Ryan yang sudah mulai membuka matanya hanya bisa menurut ketika Mak Bayah kembali memijat tubuh bagian belakangnya, beberapa kali terdengar suara tulang beradu halus. Tangan lembut Mak Bayah yang melakukan pengobatan membuat junior Ryan kembali menegang dan mereka kembali melakukan hubungan intim, dua kali melakukannya benar-benar membuat Mak Bayah puas. Ryan pun kembali tertidur. Dari balik gorden, sepasang mata mengintip, rahangnya mengeras dan tangannya mengepal, matanya terlihat berkilat marah. Siapa kira-kira ya yang mengintip itu?Part 22“Ya ampun, Lus. Ibu pikir kamu akan menolak lagi lamarannya Dahlan, ya sudah kalau begitu besok pagi-pagi Ibu sama Bapakmu akan ke rumah Dahlan memberi tahu berita baik ini,” Ayu menghambur memeluk anaknya dengan penuh haru. Dedi bernapas lega. ***Sekira pukul Sembilan pagi, Ayu dan Dedi mendatangi rumah Aminah, Ibunya Dahlan untuk menyampaikan berita baik mengenai diterimanya lamaran anaknya beberapa minggu yang lalu, Ayu dan Dedi begitu tampak bahagia, saat melintasi rumah Mak Bayah terlihat sangat ramai dan suara orang menangis bersahut-sahutan, mereka berdua juga tidak tahu apa namun mereka tak peduli dan terus melanjutkan perjalanan mereka menuju ke rumah Aminah yang bakal menjadi besan mereka nantinya.Kedatangan mereka disambut oleh Aminah juga putranya, Dahlan. Dahlan yang mengetahui kujungan kedua orang tua tentu saja menjadi deg-degan, ia khawatir jika Lusi menolak pinangannya karena kemarin tidak ada tanda-tanda Lusi akan menyukainya, dia merasakan juga jika
Part 21Ke luar dari rumah Mak Bayah, Dahlan mengedarkan pandangan kea rah luar, ia takut ada yang memergokinya berkunjung ke rumah dukun kampung. Beruntung keadaan jalan sepi, Dahlan gegas berjalan dan kini menuju rumah Lusi. Ia sendiri masih bingung apa yang harus ia lakukan supaya Lusi mau meminum air yang sudah dimantera oleh Mak Bayah. Saat berjalan, mendadak ia punya ide untuk membawakan makanan ke rumah Lusi jadi nanti akan dihidangkan bersama dengan air yang ada di tangannya. Dahlan singgah ke warung membeli aneka jajanan dan dengan tersenyum senang ia berharap agar Lusi bisa meminum dan akan terus mengingat Dahlan di hatinya. “Ehh, Dahlan apa kabar?” sambut Ibunya Lusi, Ayu. Dahlan celingak celinguk mencari keberadaan Lusi, tapi sepertinya Lusi sedang tidak ada di rumah.“Kabarku baik, Bu. Oya Lusi mana, Bu? Aku ke sini mau ketemu sama dia, mau lebih dekat mengenal dia,” Ayu tersenyum.“Lusi ada di kamarnya, tadi baru saja pulang dari mencuci di sungai, biasalah kegiatannya
Part 20 “Sudah ada jawaban si Lusi kah, Mak?” tanya Dahlan mengenai lamarannya ke pada Lusi, mantan Rizal. Sebelumnya saat melamar, kedua orang tua Lusi meminta waktu selama tiga minggu, hanya saja sudah hampir tiga minggu lamanya, belum jua kunjung ada tanda-tanda lamarannya akan diterima, Dahlan sendiri sudah lama memendam perasaan ke pada gadis bergigi gingsul tersebut, hanya saja dulu keburu pacaran dengan Rizal.Kali ini Dahlan tidak mau kehilangan kesempatan mendapatkan Lusi, hanya Lusi yang terus menari-nari di pelupuk matanya, selalu hadir di dalam mimpi indahnya, Dahlan yang seharusnya menerima pekerjaan di luar kota pun terpaksa ia tolak karena berharap Lusi akan menerima lamarannya dulu, menikah barulah ia akan pergi jauh bersama Lusi dari kampung ini di mana ada Rizal, mantan Lusi yang bisa saja sewaktu-waktu akan mengambil Lusi lagi darinya, hal itulah yang harus dia cegah.“Sampai sekarang belum ada kabarnya, Nak? Coba saja kamu jalan-jalan ke rumahnya, tanyakan sama o
Part 19 Nurhayati yang pingsan membuat Anisa juga Mbok Ijah menjadi panik, mereka mencoba membaringkan Nurhayati ke sofa, Anisa meminta Mbok Ijah membawakan minyak angin.“Bu … Bu Nur, bangunlah … bangun, Bu,” Anisa mencoba membangunkan Nurhayati sembari menggosokkan telapan tangannya, tak lama Nurhayati bangun dan begitu membuka mata ia kembali menangis.“Anakku, Raya. Aku tak mau terjadi sesuatu padanya, Bu. Kita harus kembali ke kampung itu, aku ingin menjemput Raya secara langsung, tolong Bu Anisa diam-diam dulu ya, aku maunya Papanya Raya tidak tahu akan hal ini, lagipula Beliau masih bertugas ke luar daerah,” lirih Nurhayati, Anisa hanya bisa mengangguk setuju. “Semoga saja anakku masih hidup,” harap Nurhayati.“Ya, Bu. Semoga saja, sebab saat menumpang di mobil, kata Raya dia ingin kembali ke kampung Mak Bayah itu karena ingin mengambil barangnya yang tertinggal di sana, semoga saja itu pertanda kalau Raya masih hidup dan memang dia masih ada di sana, kemarin mungkin saja kar
Part 18 Ibunya Ryan, Anisa segera membawa Ryan pergi dari kampung di mana Mak Bayah berada, sepanjang perjalanan Ryan terlihat gelisah, bahkan dia nekat ingin membuka pintu mobil. Sepertinya Ryan melakukannya tanpa sadar, yang ada di otaknya kini bagaimana ia kembali pada Mak Bayah, calon istrinya.“Apa yang kamu cari dari manusia tua seperti itu, otakmu memang sudah dicucinya supaya tidak mengenali calon istrimu, Raya. Bahkan kamu menolak perintah Ibu, biasanya kamu selalu menurut apa saja yang kami katakan, tapi tidak lagi sejak kamu diobati dukun kampung itu, sekarang ini Ibu harus mengurusmu dulu, nanti urusan Raya akan Ibu kasih tahu sama Papanya biar dijemput langsung,” Ryan nampak melotot tak senang ketika Ibunya menyebut nama Raya, baginya Raya adalah tukang selingkuh yang membuat hatinya hancur, beruntung ada Mak Bayah yang mau mengobati luka hatinya, selain itu Ryan selalu teringat pada kenangannya bersama Mak Bayah terutama saat memadu mesra di ranjang, Ryan merasakan sen
Part 17“Kalian itu yang sopan kalau mau masuk rumah orang, belum lagi aku mempersilahkan masuk, kalian sudah seenaknya main masuk tanpa permisi, atau mau aku teriak memanggil orang sekampung biar kalian digebuk warga di sini,” Langkah Ibunya Ryan tadi terhenti, ia tersenyum sinis kemudian dengan santainya menyingkap tirai pintu kamar yang ditempati oleh Ryan. Ia sempat terdiam melihat sekitar kamar, Mak Bayah merasa gugup sekali, khawatir jika calon suaminya akan ditemui di sana dan diambil paksa darinya mengingat ia sudah merencanakan akan menikah dengan laki-laki kota tersebut. “Tidak ada siapa-siapa di sini, baguslah berarti mungkin mereka ada di dalam,” Mak Bayah kaget tak menyangka jika Ryan yang semula masih tertidur pulas di dalam kamar justru tak ada, Mak Bayah ikut melihat mencari ke dalam kamar, memang tidak ada Ryan di sana. Mak bayah merasa lega dan kembali merasakan detak jantungnya tak beraturan saat Ibunya Ryan kembali melangkah cepat menuju dapur dan kamar yang lai