Mak Bayah seorang dukun yang hidup di Tahun 1970 an dengan kebiasaan aneh yakni punya suami dua dengan hidup rukun, bahkan kedua suaminya tunduk dan patuh padanya. Ternyata, Mak Bayah tidak alami membuat keadaan suaminya begitu, ia memberikan pelet dari darah kotoran haidnya disertai mantra dengan mencampurkannya ke dalam minuman. Namun belakangan Mak Bayah justru tertarik sama laki-laki dari kota yang ia obati, kini rencana Mak Bayah tak lagi cukup dengan dua suami, ia ingin lebih. Berhasilkah Mak Bayah mewujudkan keinginannya?
View MorePart 1
“Heran sama kehidupan Mak Bayah! Punya suami dua tapi suaminya akur semua, Apa nggak cemburu ya pas di ranjang?” tanya Asnah, salah satu tetangga Mak Bayah. Asnah sedang asik bercerita dengan Lusi mengenai Mak Bayah, dukun di kampung mereka yang sudah beberapa tahun ini memiliki suami dua dan anehnya, suaminya berada di satu atap. Kehidupan merekapun sangat akur. Bahkan kedua suaminya saling membantu saat Mak Bayah begitu repot menangani pasien berobat kampung yang datang tak hanya dari kampung saja, namun hingga luar daerah. Sesekali suaminya yang bernama Rizal dan Suwito tertawa bercanda. “Iya … ya, padahal kalau mau dibilang bodoh juga ya enggak. Soalnya si Rizal kan sekolahnya tinggi sampai SMA dan pernah bekerja juga di ladang Pak Tejo sebagai mandor, tapi kok mau-maunya dijadikan suami kedua Mak Bayah. Ini aneh!” Seru Lusi. Asnah langsung menyilangkan jari telunjuknya ke mulut, meminta Lusi untuk mengecilkan volume suaranya. Mereka yang tengah duduk di teras menunduk saat Mak Bayah lewat tak jauh dari tempat mereka. Tatapan sinis Mak Bayah membuat mereka menunduk. “Kalian itu kalau tidak ada kerjaan, tidak perlu menggunjing orang apalagi orang seperti aku. Memangnya kalian dapat apa! Urusi saja suami kalian, sebelum aku ambil nanti!” Bentak Mak Bayah lantas melintasi mereka, sementara Suwito, suami pertamanya mengekor di belakangnya. “Sebaiknya aku pulang dulu, Lus. Aku lupa belum masak nasi buat suamiku.” Tukas Asnah gegas meninggalkan Lusi sendirian. Lusi menarik napas dalam-dalam kemudian menghembuskannya perlahan. Sepulang Asnah dari rumahnya, Lusi memikirkan suami-suami Mak Bayah, terutama Rizal. Rizal sendiri sejatinya mantan kekasih Lusi dulu, kurang lebih hampir 6 tahun mereka menjalin kasih. Namun, tiba-tiba Rizal berubah dan memutuskannya tanpa alasan, dua pekan setelahnya Rizal menikah dengan Mak Bayah yang usianya terpaut 15 tahun. Pernikahan Rizal dan Mak Bayah sempat membuat geger kampung. Orang tua Rizal sendiri bahkan tidak mau mengakuinya sebagai anak. “Ibu sudah setuju kamu dengan Lusi, tapi kenapa kamu ngotot mau menikah dengan perempuan yang usianya hampir sama dengan Ibu? Di mana akal sehatmu, Rizal? Kamu benar-benar sudah dibutakan oleh Mak Bayah!” sengit Ibu Rizal, Suri kala itu. “Aku tak peduli, Bu. Aku cinta mati sama Mak Bayah. Pokoknya aku harus menikah dengannya, entah Ibu mau setuju atau tidak, aku sudah tak peduli lagi,” kata-kata Rizal benar-benar menghancurkan kokohnya dinding hati Suri. Begitu juga Lusi yang saat itu berada di tempat. Suri dan Lusi menangis bersama tak dipedulikan oleh Rizal, saat terlontar kata-kata tak mengakui sebagai anak. Bukannya takut, Rizal malah menantang dengan mengangkut semua pakaiannya dan serta merta ke luar dari rumah tanpa ampun. Rizal sudah menikah jelang dua tahun dengan Mak Bayah. Apa yang dilakukan oleh Mak Bayah dengan bersuami dua, pernah ditegur oleh kepala kampung, Jamal. Tapi, sepulang dari rumah Mak Bayah, Jamal pun sudah tak peduli lagi dengan keinginan warga. “Biarlah Mak Bayah bersuami dua, Toh, dia tidak merugikan kita juga sebagai warga kampung, apalagi selama ini Mak Bayah selalu menolong orang yang sakit baik karena di santet atau karena sakit biasa, semuanya ditolong dan Mak Bayah tak pernah sungkan membantu kita, hanya karena dia punya suami dua membuat kita marah, buat apa … kalau dia pergi dari kampung kita, kita juga yang akan rugi. Jadi biarlah dia dengan urusannya.” Warga kampung pun pasrah mendengar kata-kata Jamal. Meski sudah lama putus dengan Rizal dan Rizal menikah dengan dukun kampung itu, perasaan Lusi tak pernah berubah bahkan semakin bertambah karena dia yakin jika mantan kekasihnya itu hanya salah jalan saja dan berharap suatu saat nanti, mereka akan kembali lagi. Dia yakin Rizal terkena pelet Mak Bayah. Logika saja, tidak mungkin ada seorang laki-laki yang dengan tulus, ikhlas di poliandri begitu. Benar-benar tak masuk akal. Lusi menghela napas mengingat semua rentetan kejadian, tak lama dia masuk ke dalam rumah, memasak nasi dan lauk untuk kepulangan orang tuanya dari ladang. Sebagai anak tunggal, Lusi tak diperbolehkan membantu kedua orang tuanya bekerja, mereka tidak mau anak cantiknya hitam karena terkena sengatan matahari. *** “Apa kamu masih cinta sama si Lusi itu?” tanya Mak Bayah ke pada Rizal saat mereka sedang duduk bertiga menyantap makan siang. Rizal mendongakkan kepala kemudian menggelengkan kepalanya. Mak Bayah nampak menyunggingkan senyumnya. “Kamu jangan pernah dekat-dekat lagi dengan perempuan manapun, termasuk sama mantan pacarmu itu, aku tak pernah suka dan sampai itu terjadi, kamu akan tahu akibatnya!” Ancam Mak Bayah sambil terus mengunyah. Rizal hanya mengangguk tanpa banyak bicara. Selesai makan siang, Mak Bayah mencuci tangan lalu masuk ke dalam kamar sementara kedua suaminya bergotong royong membersihkan sisa makanan dan mencuci piring. Kegiatan seperti ini setiap hari mereka lakukan, makan siang yang baru saja mereka santap adalah hasil karya kedua suaminya. “Kamu jangan sampai membuat Mak Bayah marah, nanti dia akan mendiamkan kita berhari-hari. Lebih baik apa saja maunya, kita ikuti karena mendapatkan senyumannya saja kita sudah sayang sama dia.” Titah Suwito sambil menyapu bekas makan siang mereka yang lesehan di lantai. “Ya, aku selalu mengikuti apa maunya, tidak pernah tidak. Aku juga sudah tidak pernah mengangkat wajahku ke pada perempuan-perempuan manapun di luar sana.” Sahut Rizal mengangkut piring dan mangkuk untuk dicuci. Mak Bayah yang mendengar percakapan mereka dari dalam kamar tersenyum. Dia senang dengan kedua suaminya yang akur dan tak pernah sekalipun melawan dirinya. Dia tahu dengan pelet kotoran dari kemaluannya membuat kedua laki-laki itu tunduk dan patuh padanya sampai kapanpun. Setiap ia datang bulan, maka Mak Bayah dengan teganya akan mencampurkan sedikit kotoran darah haidnya ke dalam kopi yang ia suguhkan dan wajib diminum oleh mereka, setelahnya dia akan bercinta dengan kedua suaminya di ranjang dalam keadaan kotor. Para suaminya tidak jijik sama sekali, bahkan mereka menikmati permainan dengan penuh gelora. Mak Bayah sebenarnya memiliki wajah yang lumayan manis dengan kedua lesung pipinya, sebelum menikah dengan Suwito dan Rizal. Dia pernah menikah dengan Hamzah, suami yang meninggalkannya karena ada perempuan lain di hatinya. Berbekal pengetahuan yang diturunkan dari ibunya, Mak Bayah mengamalkan memberi kotoran darah haid ke dalam minuman untuk laki-laki yang disukai atau bakal menjadi suaminya kelak. Untuk membalas dendam atas apa yang dilakukan Hamzah ke padanya, Mak Bayah pernah memberi darah tersebut pada minuman Hamzah, setelahnya Mak Bayah meninggalkan laki-laki yang telah membuat sakit hatinya itu. Sebelum Mak Bayah meninggalkan tanah kelahirannya dan berdiam diri di Pulau Kalimantan. Dia hanya mendengar kisah Hamzah yang kini mengalami gangguan jiwa akibat ditolak oleh Mak Bayah. Mak Bayah puas karena pelakor yang merebut Hamzah darinya, hanya kebagian jatah mengurus Hamzah yang dinyatakan gila. Begitu kedua suaminya menyelesaikan pekerjaan, Mak Bayah meminta mereka berdua memijat tubuhnya. Gegas Suwito dan Rizal melakukan tugasnya. Dengan mata berbinar mereka memijat dan selang beberapa menit, merekapun bercinta dengan dahsyatnya. Suara erangan dan desahan terus ke luar dari mulut ketiganya, keringat yang menitik dan membasahi sebagian tubuh, tak mereka pedulikan. Mereka terus melakukan aksinya, tilam lusuh yang beralaskan tikar menjadi saksi ketiganya. “Aku mau beristirahat dulu, kalian siapkan bahan pengobatan karena nanti siang ada orang yang mau ke sini.” Perintah Mak Bayah yang melanjutkan tidurnya setelah pertempuran sengit mereka. Tanpa banyak tanya, Suwito dan Rizal segera menggunakan pakaian dan menuju dapur mempersiapkan bahan yang diperlukan untuk pengobatan. Berbagai daun yang telah dikeringkan sudah mereka masukkan dalam wadah seperti mangkuk besar dan berbagai ramuan lainnya pun selesai ditata di atas meja yang ditempatkan di ruangan khusus persis bersebelahan dengan ruang makan. Mak Bayah memang melakukan pengobatan di dalam ruangan khusus, hanya dia dan orang yang sakit saja yang boleh masuk, tugas kedua suaminya menunggu perintah dari balik pintu ruangan yang hanya disekat oleh gorden bunga-bunga saja. Kehebatan Mak Bayah, orang sakit menahun dan sulit disembuhkan akan sembuh dalam hitungan jam saja ditangannya. Mak Bayah juga tak pernah meminta mahar yang ditukar untuk jasa pengobatannya. Dia hanya meminta jarum atau rokok saja sebagai ganti uang. Meski tak sedikit yang memberinya uang, dia juga tak menolak asalkan mahar terpenuhi. Tak sedikit pula yang membawakannya beras, bahan dapur sehingga tanpa bekerja pun Mak Bayah sangat tercukupi dari hasil pengobatan. Mak Bayah bangun dari tidurnya, kemudian menampung sperma milik kedua suaminya dan menaruhnya dalam gelas kecil yang sudah dia siapkan. Sperma kedua suaminya itu berguna untuk peletnya agar suaminya tak macam-macam.Part 22“Ya ampun, Lus. Ibu pikir kamu akan menolak lagi lamarannya Dahlan, ya sudah kalau begitu besok pagi-pagi Ibu sama Bapakmu akan ke rumah Dahlan memberi tahu berita baik ini,” Ayu menghambur memeluk anaknya dengan penuh haru. Dedi bernapas lega. ***Sekira pukul Sembilan pagi, Ayu dan Dedi mendatangi rumah Aminah, Ibunya Dahlan untuk menyampaikan berita baik mengenai diterimanya lamaran anaknya beberapa minggu yang lalu, Ayu dan Dedi begitu tampak bahagia, saat melintasi rumah Mak Bayah terlihat sangat ramai dan suara orang menangis bersahut-sahutan, mereka berdua juga tidak tahu apa namun mereka tak peduli dan terus melanjutkan perjalanan mereka menuju ke rumah Aminah yang bakal menjadi besan mereka nantinya.Kedatangan mereka disambut oleh Aminah juga putranya, Dahlan. Dahlan yang mengetahui kujungan kedua orang tua tentu saja menjadi deg-degan, ia khawatir jika Lusi menolak pinangannya karena kemarin tidak ada tanda-tanda Lusi akan menyukainya, dia merasakan juga jika
Part 21Ke luar dari rumah Mak Bayah, Dahlan mengedarkan pandangan kea rah luar, ia takut ada yang memergokinya berkunjung ke rumah dukun kampung. Beruntung keadaan jalan sepi, Dahlan gegas berjalan dan kini menuju rumah Lusi. Ia sendiri masih bingung apa yang harus ia lakukan supaya Lusi mau meminum air yang sudah dimantera oleh Mak Bayah. Saat berjalan, mendadak ia punya ide untuk membawakan makanan ke rumah Lusi jadi nanti akan dihidangkan bersama dengan air yang ada di tangannya. Dahlan singgah ke warung membeli aneka jajanan dan dengan tersenyum senang ia berharap agar Lusi bisa meminum dan akan terus mengingat Dahlan di hatinya. “Ehh, Dahlan apa kabar?” sambut Ibunya Lusi, Ayu. Dahlan celingak celinguk mencari keberadaan Lusi, tapi sepertinya Lusi sedang tidak ada di rumah.“Kabarku baik, Bu. Oya Lusi mana, Bu? Aku ke sini mau ketemu sama dia, mau lebih dekat mengenal dia,” Ayu tersenyum.“Lusi ada di kamarnya, tadi baru saja pulang dari mencuci di sungai, biasalah kegiatannya
Part 20 “Sudah ada jawaban si Lusi kah, Mak?” tanya Dahlan mengenai lamarannya ke pada Lusi, mantan Rizal. Sebelumnya saat melamar, kedua orang tua Lusi meminta waktu selama tiga minggu, hanya saja sudah hampir tiga minggu lamanya, belum jua kunjung ada tanda-tanda lamarannya akan diterima, Dahlan sendiri sudah lama memendam perasaan ke pada gadis bergigi gingsul tersebut, hanya saja dulu keburu pacaran dengan Rizal.Kali ini Dahlan tidak mau kehilangan kesempatan mendapatkan Lusi, hanya Lusi yang terus menari-nari di pelupuk matanya, selalu hadir di dalam mimpi indahnya, Dahlan yang seharusnya menerima pekerjaan di luar kota pun terpaksa ia tolak karena berharap Lusi akan menerima lamarannya dulu, menikah barulah ia akan pergi jauh bersama Lusi dari kampung ini di mana ada Rizal, mantan Lusi yang bisa saja sewaktu-waktu akan mengambil Lusi lagi darinya, hal itulah yang harus dia cegah.“Sampai sekarang belum ada kabarnya, Nak? Coba saja kamu jalan-jalan ke rumahnya, tanyakan sama o
Part 19 Nurhayati yang pingsan membuat Anisa juga Mbok Ijah menjadi panik, mereka mencoba membaringkan Nurhayati ke sofa, Anisa meminta Mbok Ijah membawakan minyak angin.“Bu … Bu Nur, bangunlah … bangun, Bu,” Anisa mencoba membangunkan Nurhayati sembari menggosokkan telapan tangannya, tak lama Nurhayati bangun dan begitu membuka mata ia kembali menangis.“Anakku, Raya. Aku tak mau terjadi sesuatu padanya, Bu. Kita harus kembali ke kampung itu, aku ingin menjemput Raya secara langsung, tolong Bu Anisa diam-diam dulu ya, aku maunya Papanya Raya tidak tahu akan hal ini, lagipula Beliau masih bertugas ke luar daerah,” lirih Nurhayati, Anisa hanya bisa mengangguk setuju. “Semoga saja anakku masih hidup,” harap Nurhayati.“Ya, Bu. Semoga saja, sebab saat menumpang di mobil, kata Raya dia ingin kembali ke kampung Mak Bayah itu karena ingin mengambil barangnya yang tertinggal di sana, semoga saja itu pertanda kalau Raya masih hidup dan memang dia masih ada di sana, kemarin mungkin saja kar
Part 18 Ibunya Ryan, Anisa segera membawa Ryan pergi dari kampung di mana Mak Bayah berada, sepanjang perjalanan Ryan terlihat gelisah, bahkan dia nekat ingin membuka pintu mobil. Sepertinya Ryan melakukannya tanpa sadar, yang ada di otaknya kini bagaimana ia kembali pada Mak Bayah, calon istrinya.“Apa yang kamu cari dari manusia tua seperti itu, otakmu memang sudah dicucinya supaya tidak mengenali calon istrimu, Raya. Bahkan kamu menolak perintah Ibu, biasanya kamu selalu menurut apa saja yang kami katakan, tapi tidak lagi sejak kamu diobati dukun kampung itu, sekarang ini Ibu harus mengurusmu dulu, nanti urusan Raya akan Ibu kasih tahu sama Papanya biar dijemput langsung,” Ryan nampak melotot tak senang ketika Ibunya menyebut nama Raya, baginya Raya adalah tukang selingkuh yang membuat hatinya hancur, beruntung ada Mak Bayah yang mau mengobati luka hatinya, selain itu Ryan selalu teringat pada kenangannya bersama Mak Bayah terutama saat memadu mesra di ranjang, Ryan merasakan sen
Part 17“Kalian itu yang sopan kalau mau masuk rumah orang, belum lagi aku mempersilahkan masuk, kalian sudah seenaknya main masuk tanpa permisi, atau mau aku teriak memanggil orang sekampung biar kalian digebuk warga di sini,” Langkah Ibunya Ryan tadi terhenti, ia tersenyum sinis kemudian dengan santainya menyingkap tirai pintu kamar yang ditempati oleh Ryan. Ia sempat terdiam melihat sekitar kamar, Mak Bayah merasa gugup sekali, khawatir jika calon suaminya akan ditemui di sana dan diambil paksa darinya mengingat ia sudah merencanakan akan menikah dengan laki-laki kota tersebut. “Tidak ada siapa-siapa di sini, baguslah berarti mungkin mereka ada di dalam,” Mak Bayah kaget tak menyangka jika Ryan yang semula masih tertidur pulas di dalam kamar justru tak ada, Mak Bayah ikut melihat mencari ke dalam kamar, memang tidak ada Ryan di sana. Mak bayah merasa lega dan kembali merasakan detak jantungnya tak beraturan saat Ibunya Ryan kembali melangkah cepat menuju dapur dan kamar yang lai
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments