“Huh... huh... huh...” “WOY BERHENTI KAU BOCAH SIALAN!!!” Seorang pria berusia 30 tahunan terlihat mengejar seseorang di sebuah gang sempit hingga masuk ke trotoar samping jalan besar. Pengejaran itu sempat membuat arus lalu lintas menjadi terhambat. “TAKKAN KUBIARKAN KAU LEPAS!!!” Pria itu nampak mengejar seorang anak perempuan berusia 13 tahun yang mengenakan jaket lusuh berwarna abu-abu dengan tudung yang menutupi kepalanya. Ia tengah berlari sambil membawa sebuah bungkusan berukuran sedang di pelukannya. Anak itu berlari untuk menghindari kejaran pria di belakangnya. Namun karena tak melihat jalan, dirinya tertabrak sebuah Motosicca yang tengah melaju di jalanan yang ia lewati. BRUKK “Ahh,,,” Dirinya terjatuh ke aspal beserta barang yang dibawanya. Itu adalah bungkusan berisi Clatenda, sejenis nasi yang dibungkus oleh dedaunan. “Gawat.” Flo yang tidak sengaja menabrak anak itu langsung menghentikan Motosicca-nya. Sementara itu, Alisa langsung menghampirinya. “Kau tidak a
Rembulan perlahan naik ke atas. Tak seperti biasanya di mana Alisa merangkum informasi yang ia dapatkan, kali ini dirinya hanya melamun sambil berbaring di tempat tidur dan memeluk sebuah bantal. Flo pun menghampirinya. “Alisa, kau tidak merangkum lagi?” “Tidak. Nanti saja.” “Kau tidak apa-apa? Apa kau sakit?” “Tidak kok, aku baik-baik saja.” Ekspresinya tidak bisa membohongi Flo. Karena tidak mau membicarakan apa yang ia pikirkan, Flo pun berusaha menghiburnya. “Hadeh, A-LI-SA!!!” BRUKK Gadis itu melompat ke kasur hingga membuat Alisa hampir terjungkal karenanya. “Ah, Flo. Kenapa sih?” Sambil menahan dagunya dengan kedua tangan, Flo yang telungkup di kasur itu memandangi wajah Alisa. “Aku lihat kau melamun terus. Kau masih memikirkan Akiha dan keluarganya kan?” tanya gadis berambut panjang itu. “Anu, aku...” “Sudah tidak apa-apa. Nanti kita kesana lagi kalau ada waktu.” “Bukan itu yang kupikirkan.” Alisa sedikit mengalihkan pandangannya. “Lantas apa?” “Aku takut terja
Fajar telah tiba. Beberapa orang di kota masih tertidur lelap, namun sebagian sudah ada yang keluar rumah. Mereka ada yang bergegas untuk bekerja, dan ada pula yang hanya sekedar membersihkan halamannya. Pintu sebuah apartemen kecil dibuka perlahan oleh seorang wanita agar tidak menimbulkan kegaduhan di sekitarnya. Ia pun masuk ruangan itu dan menutup pintunya kembali dengan pelan. “Sepertinya semuanya masih tertidur lelap.” Pikir wanita itu. Tapi perkiraannya salah. Tepat saat dirinya menutup pintu, lampu ruangan itu tiba-tiba menyala dan membuatnya terkejut. Terlihat dua orang gadis muda tengah berdiri di depannya. “Kak Katie.” “Eh, Alisa, Flo, kalian sudah bangun ya?” “Kau kemana saja?” tanya Flo dengan tatapan tajam. “Itu- aku tadi keluar sebentar mau beli-“ Katie berusaha mengelak, tapi Flo sudah terlanjur mengetahui semuanya. “Tidak. Kau sudah keluar sejak tengah malam. Aku tahu itu.” “Eh, apa maksudmu Flo?” “Kenapa kau berbohong pada kami? Kenapa kau melakukan hal yan
BRUM BRUMM Gadis bernama Floria itu mengemudikan Motosicca-nya dengan cepat. Raut wajahnya masih menunjukkan amarah pada saat itu hingga dirinya hampir tidak fokus memperhatikan jalan yang ia lalui untuk pergi ke Trossbourgh. “Cih, kenapa?” Flo bergumam. WUSHH Motosicca yang dikendarainya melewati genangan air hingga membuatnya terciprat ke trotoar. Flo mengemudikan kendaraan itu sambil melamun. “Flo.” Alisa yang diboncengnya berusaha untuk menenangkan gadis itu, namun dirinya bingung apa yang harus ia katakan. “Kenapa masih ada orang yang seperti itu, memanfaatkan orang lain untuk kejahatannya?” Flo masih bergumam sambil melaju dengan kecepatan cukup tinggi. Saking cepatnya, Alisa hampir terjatuh saat Motosicca itu menukik cukup tajam di sebuah pertigaan. “Ah, Flo...” Namun gadis berambut panjang itu masih bergumam dan tak mempedulikan apa-apa di sekitarnya. “Kenapa?” Tak terasa mereka sudah berada di Distrik Utara Salzyburg. Hanya kurang dari dua kilometer lagi untuk kelu
Sebuah gerbang yang cukup besar berada tepat di depan mata mereka. Gerbang mewah itu dilapisi oleh marmer putih dengan hiasan berwarna emas pada sisi dindingnya. Itu bukanlah besi yang dicat oleh warna emas, melainkan benar-benar emas murni sungguhan. Tepat setelah mereka masuk, terlihat sebuah taman hijau yang sedikit berbukit memanjakan mata ketiganya. Terlihat beberapa bunga yang tumbuh disana, dan yang paling banyak adalah bunga tulip biru utara khas Vitania. “Indah sekali.” Gumam Alisa. Sebelum masuk lebih jauh, gadis berambut cerah yang kini mengenakan sebuah gaun putih dengan penutup mata medis di mata kirinya mengantarkan mereka pada para penjaga di pintu itu. Terlihat ada tiga orang pria dengan kemeja putih dan celana hitam yang tengah mengobrol di depan pos bercat putih tersebut. Mereka yang melihat sang gadis langsung menyapanya. “Ah, Nyonya Muda. Willkommen zurück. Selamat datang kembali.” “Hai kalian. Oh iya Roger, ngomong-ngomong kau ahli mekanik kan? Bisakah kau mem
Alisa Garbareva benar-benar tak menyangka bahwa penelitiannya kali ini akan mengantarkan dirinya pada salah satu tokoh bangsawan Vitania. Itu artinya dirinya akan mendapatkan informasi yang sangat menarik tentang apa yang terjadi di daerah otonom ini. “I-ini keren sekali. Natasha, maksud saya, Nyonya Natasha. Sa-saya sangat senang bisa bertemu dengan orang penting seperti Anda.” Alisa begitu kegirangan sampai dirinya tak bisa berbicara dengan lancar. Namun melihat ekspresinya yang seolah berubah drastis itu, Natasha langsung tertawa. “Hahaha... Aduh Alisa, tidak perlu seformal itu. Meskipun aku keponakan dari adipati, aku tetap menganggap diriku sebagai manusia biasa. Lagipula...” Natasha mendekatkan kepalanya pada Alisa sambil berbisik. “Sebenarnya aku lebih muda darimu loh, hihihi...” Alisa tersenyum melihatnya. “Haha.... Baiklah kalau begitu.” Natasha kembali ke posisinya dan kembali makan. “Yah, ngomong-ngomong soal organisasi dan trah keluarga, mengurus banyak orang dalam
BRUMM BRUMM Kedua gadis itu kembali melanjutkan perjalanannya menuju arah utara. Kini mereka melewati sebuah jalan raya dengan jajaran hutan bioma taiga di samping kiri dan kanannya. Suhu disini lebih dingin dibandingkan saat di jalan penghubung Matrotshaven dengan Salzyburg. Tidak terlalu mengherankan karena Trossbourgh berada di garis lintang utara planet Kamina. “Wah, segar sekali udaranya.” Alisa sangat menikmati perjalanan itu. Sementara itu Flo yang mengendarai Motosicca-nya nampak bersenandung sebuah lagu. “Fufufufu fufufufu...” Lagu yang ia senandungkan menarik perhatian Alisa. “Hei, Flo...” “Fufufu fufufufu...” Flo masih bersenandung seolah tak mendengar sahutan temannya itu. Alisa pun kembali menyahutnya dengan suara yang lebih keras. “Floo....” “Eh, iya Alisa?” “Kau sedang menyanyikan suatu lagu?” tanya Alisa. “Ya, begitulah.” BRUMMM Motosicca melewati sebuah turunan yang sedikit meliuk. “Oh iya. Lagu yang kau nyanyikan tadi merdu sekali. Judulnya apa?” tanya
BRUMM BRUMM Kedua gadis itu kembali melanjutkan perjalanan mereka setelah menetap hampir seminggu di Trossbourgh. Kota yang ramai dan dipenuhi masyarakat yang lebih terbuka itu begitu menarik perhatian Alisa. Banyak sekali informasi menarik yang diperoleh gadis Karelia itu di kota tertua se-Vitania tersebut. Ia pun meninggalkan kota itu dengan perasaan bahagia. “Ah, kota yang menyenangkan. Kapan-kapan aku mau kesana lagi.” Ucap gadis itu. “Kau menyukai Trossbourgh ya, Alisa?” tanya Flo sambil mengemudikan Motosicca-nya. “Tentu saja. Masyarakat disana sangat ramah dan terbuka. Pemandangannya juga indah. Aku tidak menyangka kalau Vitania yang dikenal tertutup punya lingkungan masyarakat yang sangat menyenangkan seperti itu.” Flo tersenyum mendengarnya. “Trossbourgh memang kota yang sangat menarik. Tapi kupikir kau akan lebih tertarik dengan kota tujuan kita selanjutnya.” Ucap Flo. “Eh, ada kota yang lebih menarik lagi?” tanya Alisa. “Tentu saja. Vitania itu daerah yang penuh deng