Pria Misterius Itu Bukan Manusia

Pria Misterius Itu Bukan Manusia

By:  Ainjae  Ongoing
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
10
1 rating
17Chapters
1.9Kviews
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
Leave your review on App

Dia lagi, dia lagi. Entah sudah berapa kali aku bertemu dengannya dan aku tidak tahu apakah pertemuanku dengannya adalah takdir atau kebetulan belaka. Pertemuan pertama, aku terpana. Pertemuan kedua, aku terkejut. Pertemuan ketiga, aku terheran. Pertemuan keempat, aku sadar bahwa rasa ini ada untuknya. Beberapa hal aneh mulai kusadari. Ketika aku mengunjungi kampus untuk suatu urusan, saat itulah aku melihat sosoknya lagi. Dia berada di salah satu ruangan sebagai seorang dosen. Yang membuatku terkejut adalah bagaimana bisa dia memiliki begitu banyak pekerjaan? Pada awalnya aku melihat dia sebagai seorang pemilik kedai kopi, kemudian aku melihatnya sebagai seorang dokter, aku juga pernah melihatnya sebagai seorang CEO, dan sekarang dia adalah dosenku. Apa sebenarnya identitas asli dari sosok itu? Sudah bingung setengah mati dengan identitasnya, aku dikejutkan dengan kejadian yang tidak masuk akal. Hingga pada suatu titik aku mulai bertanya-tanya, apakah dia manusia?

View More
Pria Misterius Itu Bukan Manusia Novels Online Free PDF Download

Latest chapter

Interesting books of the same period

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments
user avatar
G Lala
Bagussss, menarikkk
2021-12-30 10:04:59
3
17 Chapters
Prolog
Seperti orang kesetanan, aku berlari ke sana-kemari mengelilingi seisi kota. Namun, sosok itu tak kunjung kutemukan. Ke mana perginya dia? Apakah dia menghilang tanpa berpamitan padaku?Dengan napas terengah, aku berjongkok di atas trotoar yang ramai oleh pejalan kaki. Dadaku terasa begitu sesak. Bukan hanya karena nyaris kehabisan napas usai berlari, tetapi juga diakibatkan oleh perasaan sedih yang menggumpal. Mataku terasa panas. Dan saat aku menunduk, perlahan bulir-bulir bening berjatuhan dari kedua mataku.Tanganku terangkat, kemudian memukul dada berulang kali dengan harapan rasa sesak ini menghilang. Namun, saat ingatan tentang sosok itu berputar di kepalaku, rasa sesak di dada malah kian hebat. Aku mendongak dengan tangis yang kencang. Sungguh menyakitkan, aku tidak menyukai perasaan ini. Kumohon, siapapun tolong aku.“Jangan menangis.”Sontak, tubuhku menegang saat suara itu tertangkap oleh indra pendengaranku. Aku menghentikan tangis
Read more
Bab 1-Pria Tampan
Suatu hari di tahun 2018.“Sialan!” umpatku dengan kepala mendongak, menatap langit terang di atas sana.Bagaimana bisa nilai sejarahku yang paling rendah di kelas? Padahal aku rajin belajar setiap mau ulangan. Walaupun belajarku H-1 ulangan, tetapi tetap saja belajar. Justru teman-teman lelakiku yang tidak belajar sama sekali malah mendapatkan nilai yang lebih tinggi dariku. Namun, sekali lagi, mengapa nilaiku yang paling rendah?Aku melajukan motor saat lampu lalu lintas berubah hijau. Menyetir sambil berpikir, akhirnya aku memutuskan untuk mampir ke sebuah kedai kopi. Aku butuh menenangkan diri sebelum mendapatkan amukan dari orang tuaku. Menurutku sesuatu yang berkafein seperti kopi dapat merangsang produksi hormon endorfinku. Aku tahu kalau diriku sok tahu padahal bukan anak IPA yang belajar Biologi. Ngomong-ngomong soal orang tua, aku harus bersiap-siap diomel nantinya karena orang tuaku merupakan sosok yang gila nilai dan pemerhati akademik an
Read more
Bab 2-Seorang Dokter
Sekarang, tahun 2021.Mataku menatap layar laptop tanpa berkedip. Tertera kata “selamat” dan “lulus” di sana. Dengan cepat aku beranjak dari duduk lantas berlari ke arah ruang tengah di mana orang tuaku berada.“Mama! Papa! El lulus SBMPTN!” teriakku dengan girang sambil berjoget-joget.Kupikir Mama dan Papa akan sama senangnya denganku, minimal mengulas senyum bangga. Namun, respon mereka yang terdiam dengan raut bingung membuatku langsung menghentikan gerakan badan yang masih berjoget ria.“Kamu lulus di pilihan pertama atau kedua?” tanya Papa, kini raut wajahnya tampak serius.Mataku mengerjap saat mendengar pertanyaan Papa yang satu itu, kemudian cengiran lebar terpampang di wajahku. “El lupa belum cek lulus di pilihan berapa.” Perkataanku membuat Mama dan Papa menggeleng heran. Masih mempertahankan cengiran di wajah, aku berlari menuju kamar untuk mengecek di pilihan berapa aku lolos,
Read more
Bab 3-Bukan Manusia
Aku berusaha untuk memejamkan mata, namun hasilnya nihil. Jam di dinding sudah menunjukkan pukul sebelas malam. Setelah menjenguk Vino di rumah sakit tadi, aku langsung kembali ke rumah dan tiba sekitar jam tujuh malam. Aku yang sudah kelelahan langsung membaringkan tubuh di atas kasur. Kupikir setelahnya akan mudah bagiku untuk tidur, tetapi ternyata tidak. Pikiranku terus berkelana ke kejadian aneh mengenai pria tampan itu, pemilik kedai kopi yang ternyata seorang dokter juga.Suatu hal yang normal memang untuk memiliki pekerjaan lebih dari satu, bisa saja pria tampan itu memiliki pekerjaan utama sebagai dokter dan pekerjaan sampingannya mengelola kedai kopi. Namun, yang membuatku bingung setengah mati hingga menuduh diriku sendiri gila adalah karena tidak ada satupun orang yang mengingat sosok pria itu. Tadi sebelum pergi dari ruang rawat inap Vino, aku menyempatkan diri menemui perawat untuk menanyakan keberadaan dokter itu. Namun, hal yang mengejutkan kembali kudengar. T
Read more
Bab 4-Alien
Tanganku mengalung di leher Pak Rendy dengan mata terpejam erat saat kurasakan Pak Rendy membawa tubuh kami turun. Setelah mendengar suara sepatu Pak Rendy yang seperti mengetuk dasar, barulah kedua mataku kembali terbuka. Hal pertama yang tertangkap oleh penglihatanku membuat bola mataku membulat seketika. Aku tidak berada di kampus, melainkan di suatu gang sepi dengan gedung pencakar langit yang terlihat menjulang di depan sana.“Saya tidak mau mengambil risiko dengan terbang di tengah keramaian kampus,” tutur Pak Rendy seolah tahu apa yang tengah kupikirkan.Aku mendongak untuk menatap wajah Pak Rendy. Dari jarak sedekat ini aku kembali dibuat terpana untuk kesekian kalinya oleh ketampanan pria itu. Dengan cepat aku beralih menatap ke arah lain. “Turunkan saya.”Tanpa berucap, kurasakan Pak Rendy menurunkan tubuhku dari gendongannya dengan pelan. Begitu sepatuku menapak paving block, hembusan napas lega keluar dari mulutku. Ba
Read more
Bab 5-Tawaran
Aku mengupas apel dengan tatapan kosong. Pikiranku melayang ke kejadian beberapa jam yang lalu. Kejadian yang membuatku nyaris pingsan jika mengingatnya. Apakah aku sudah gila? Apakah kejadian tadi nyata? Dosenku ternyata adalah alien?“Woi! Ngupas apelnya yang benar! Bisa kena pisau jari lo!”Seruan dari Vino membuat lamunanku buyar. Aku bergegas menatap Vino lantas meletakkan pisau dan apel ke atas piring. “Vin, gue mau tanya.”Mendengar intonasi bicaraku yang terdengar serius, raut Vino pun berubah serius. Dia mendekat ke arahku lantas duduk di sebelahku. “Tanya apa?”“Lo percaya sama alien nggak?”Vino terdiam selama beberapa detik, kemudian tangannya terangkat dan menjitak kepalaku."Duh!” ringisku.“Gue kira pertanyaan lo serius. Malah bercanda.”“Ih! Gue nggak bercanda! Sebenarnya gue habis ketemu sama alien,” bisikku di kalimat terakhir seolah
Read more
Bab 6-Tinggal Bersama
“Ya?!” kejutku usai mendengar ucapan Pak Rendy. Tinggal bersamanya? Dia pasti sudah gila! Bagaimana kalau aku khilaf dan menyerangnya? Bisa bahaya hidup seatap dengan pria tampan.Bola mata Pak Rendy memandangku dengan bias geli.Aku mengerjap dengan raut bingung. “Bapak kenapa lihatin saya kayak gitu?”“Kamu takut khilaf dan menyerang saya?” tanya Pak Rendy. Kini sudut bibirnya berkedut seperti menahan tawa.Mataku melotot mendengar pertanyaannya. “Bapak bisa membaca pikiran?!” pekikku. Saking kagetnya aku sampai beranjak berdiri.“Bisa kalau saya ingin,” jawab Pak Rendy sambil meraih kedua tanganku, kemudian menarikku kembali duduk di sebelahnya.“Tapi Bapak tidak sopan sudah membaca pikiran saya tanpa izin,” jengkelku. Apakah selama ini dia selalu membaca pikiranku? Bahkan di awal pertemuan kami saat di kedai kopi tiga tahun yang lalu?“Kamu benar, itu pe
Read more
Bab 7-Mereka Lagi
Pertanyaan Pak Rendy dan matanya yang masih menyorot lekat ke arahku entah mengapa malah membuat wajahku memanas. Aku memalingkan wajah ke arah lain saat satu asumsi aneh tercetak di kepalaku. Tidak, itu tidak mungkin.Suara kursi yang didorong membuat pikiranku buyar. Aku kembali menatap ke arah Pak Rendy yang beranjak berdiri. Mataku bergerak mengikuti sosok Pak Rendy yang berjalan mendekat ke arahku. Aku menelan ludah saat melihat Pak Rendy berdiri tepat di sebelahku yang kini terduduk kaku di atas kursi.“Mandilah dan berganti pakaian, sebentar lagi saya akan mengajar di kelas kamu,” ujar Pak Rendy dengan menepuk puncak kepalaku dua kali.“Ya?” Aku mengerjap bingung bercampur kaget mendapatkan perlakuan tak terduga dari Pak Rendy. “Bukannya Pak Rendy mengajar mahasiswa semester tiga?”“Mulai hari ini saya akan mengajar di kelas kamu. Jangan sampai tertidur,” ancam Pak Rendy dengan menyunggingkan sudut bi
Read more
Bab 8-Curiga
“Susah sekali membawamu kembali,” tutur salah satu pria berjas dengan berjalan maju diikuti oleh rekan-rekannya di belakang.Pak Rendy melangkah mundur membuatku secara otomatis ikut melangkahkan kakiku ke belakang. “Kalian salah paham,” tuturnya.“Oh, ya?”Dapat kudengar dengkusan singkat dari Pak Rendy. “Kalian belum mendengarkan penjelasanku.”Aku mendongak ke arah Pak Rendy lantas menatap ke arah gerombolan pria berjas di depan sana. Apa yang sebenarnya sedang mereka bicarakan?“Kami tidak butuh penjelasanmu itu, sudah terlalu lama kami mencarimu. Cukup menurut dan ikut kami kembali. Jika tidak, kami terpaksa menggunakan cara kasar.”Perkataan dari pria berjas itu membuat satu asumsi langsung tercipta di kepalaku. Aku kembali menatap Pak Rendy dengan mata membulat. Apakah pria itu—“Tidak merespon ya? Baiklah, kami memutuskan akan menggunakan cara kasar.&rdquo
Read more
Bab 9-Perhatian Rendy
Bungkam. Itulah respon Pak Rendy atas dua pertanyaanku saat di mobil. Tak hanya itu, saat ini raut wajah pria itu terlihat dingin. Dia tidak berbicara apapun padaku selepas kami sampai di apartemennya, bahkan hingga malam tiba. Saat aku menghampirinya dan hendak bertanya sesuatu, dia langsung menghindar pergi memasuki kamarnya atau ruang kerjanya. Apakah pertanyaanku saat di mobil telah menyinggungnya?Helaan napas panjang keluar dari mulutku. Aku jadi tidak dapat fokus mengerjakan tugas kuliah. Menyandarkan tubuh ke sandaran sofa, aku lantas memilih untuk menyalakan televisi yang berada di depanku. Melihat televisi yang menayangkan burger, pizza, dan cola seketika perutku langsung berbunyi. Aku menelan ludah ketika menyadari kalau diriku merasa lapar, baru kuingat kalau belum makan malam.Tepat setelah itu terdengar suara pintu terbuka dari ruang kerja Pak Rendy. Bola mataku bergerak mengikuti Pak Rendy yang kini berjalan memasuki kamarnya lantas memakai jaket, sepert
Read more
DMCA.com Protection Status