Suasana itu sangat canggung walaupun Axton berulang kali ingin mencairkan suasana. Geva sangat waspada, dia menjaga sikapnya dalam memperlakukan Axton karena dia menghormati Axton yang merupakan sepupu Santi. Sedangkan Axton mengamati Geva, dia memastikan cerita Santi dan merasa perih melihat Geva yang seperti ini.
“Kalau begitu aku pulang dulu. Lain kali aku akan main ke sini lagi, Mbak Santi.” Axton berdiri sambil melihat Santi, dia tidak ingin kalau Santi melarangnya dan penanganannya tadi telah membuat Santi paham dengan sangat jelas. Geva juga berdiri, dia ikut mengantar Axton yang berjalan ke luar rumah bersama Santi walaupun terlihat sekali kalau dia melakukannya dengan sangat kikuk sekali. “Ibu, mereka keluar.” Warda yang dengan sengaja duduk di luar dengan cepat berteriak pada ibunya. Dia merasa sangat penasaran sekali dengan sosok pria yang ada di rumah Santi. Saat dia melihat Geva secara tidak sengaja, ekspresinya langsung keras. Dia membenci Geva dan ingin menjambak rambutnya dengan kasar. Lina keluar dari rumahnya, diikuti dengan Indah dan juga dengan Damas yang baru dua puluh menit tadi pulang ke rumah. “Ibu, ada apa? Kenapa ibu keluar?” tanya Damas melihat ibunya. Lina langsung menatap anaknya dengan tatapan mata yang cukup tajam. “Itu yang tadi ibu ceritakan padamu. Itu selingkuhan wanita tidak benar di sebelah.” Lina mengucapkan kalimat itu dengan acuh. Dia menatap ke arah rumah Santi dengan sinis. Tubuhnya terasa panas sekali melihat pemandangan ini, dia merasa tidak sabar untuk menghancurkan semua yang dia lihat. “Aduh, suami tidak ada tapi membawa masuk seorang pria. Pasti menjual tubuh, ya?” ucapnya dengan lantang. Dia sengaja untuk bisa didengarkan oleh Santi dan yang lainnya. Damas mengerutkan keningnya, dia tidak menyangka kalau Geva akan berada di antara mereka. Dia terlihat sangat terganggu dengan ini. “Jaga bicaranya jangan sampai malu sendiri. Itu kan menantu barumu yang murahan dan suka jual diri.” Santi menyeringai, dia mengatakan kebenaran yang membuat darah Indah mendidih. “Sialan! Mulutmu pasti kusobek. Kau tidak tahu malu. Kau pasti akan menangis karena bicara seperti itu, kau hanya pekerja rendahan yang digaji murah!” Indah maju, dia bahkan meludah. Untung saja jarak mereka cukup jauh hingga membuat ludah dari mulutnya tidak mengenai mereka bertiga. Geva berusaha berlindung di balik Santi, dia tidak ingin terlalu terlihat dan masih merasakan sakit yang luar biasa dari perlakuan mereka semua. Membuat dia merasa rendah diri walaupun dia berusaha untuk melawan, tapi karena ada Damas di sana dia merasa lemah. Tidak bisa dipungkiri kalau dia pernah mencintai pria itu, tapi sekarang dia diperlakukan seperti sampah. Axton sejak tadi memperhatikan perilaku Geva, dia menyadari kalau Geva sangat tidak nyaman sekali karena orang-orang yang membuatnya menderita seperti ini. Dia menatap mereka dengan tatapan mata tajam yang menakutkan, dia sudah tahu kalau mereka adalah orang yang menyakiti Geva. “Lebih baik kau pergi dan tidak usah bersama wanita murahan itu. Nanti kau Kan mendapatkan sial.” Lina menunjuk Santi saat dia bicara dengan Santi. Axton tersenyum mendengar ucapan Lina yang membuat telinganya terasa sakit. “Aku ke sini bukan karena Mbak Santi, tapi karena Geva.” Dia melihat ke Geva dan mengedipkan mata dengan sangat lembut. Hal itu sangat mengejutkan semua orang yang ada di sana, termasuk Geva yang tidak bisa berkata-kata. Axton memegang tangan Geva, dia melakukannya dengan lembut hingga wanita itu tidak bisa menarik tangannya. “Kalau begitu aku pergi dulu ya, Gev,” ucapnya dengan lembut sambil mengusap sekali dan dia melambaikan tangannya pada Geva. Hal itu membuat orang-orang yang berasal dari keluarga Damas tidak menyukai ini, mereka bahkan melihat Axton memasuki mobil mewah yang tidak mereka miliki. Damas meremas tangannya dengan kuat dia kemudian melihat ke arah Geva yang masih berdiri di depannya. “Hebat sekali kau menggoda seorang pria. Baru juga berpisah denganku sudah menggoda pria lain,” ketus Damas dengan suara yang kasar. Santi merangkul Geva, dia melihat ke arah Damas dengan tatapan mata yang begitu berani. “Dibandingkan pria murahan sepertimu, kau membawa seorang wanita padahal kalian masih terikat pernikahan. Berkasmu itu akan membawamu ke penjarah, kau lihat saja.” Santi berjalan bersama Geva meninggalkan mereka yang meracau seperti burung yang tidak makan berhari-hari. Mereka masuk ke dalam rumah dan Santi langsung melihat air mata jatuh dari kedua mata Geva. Dia merasakan beban berat yang dirasakan Geva hingga Santi tidak bisa berkata-kata selain menghidupkan musik untuk menutupi suara berisik yang berasal dari luar. ***Rahang Axton sangat keras sekali, dia tidak menyangkah kalau kebetulan lain terjadi lagi seperti ini. Melihat mantan suami Geva, dia semakin marah dan tidak ingin Geva menderita. “Aku akan membantumu, aku akan membuatmu bisa menghadapi mereka dan kembali seperti semula, Geva.”Axton menghembuskan napas dari mulutnya. Tatapannya masih saja setajam elang yang siap berburu, dia membenci ini dan kemarahan di dalam hatinya telah membuatnya meremas tangan dengan sangat keras sekali. Axton mengambil ponselnya yang berada di kantong celana, dia menekan nomor Egar dan sambungan telepon itu tidak lama kemudian tersambung. “Kau carikan rumah, jangan terlalu mewah tapi juga jangan terlalu sederhana. Rumah yang ada tamannya 10 kali 10 cukup bagus, bagaimana kalau rumah itu memiliki tingkat dua? Mungkin mempunyai kolam berukuran kecil juga cukup bagus.” Axton bicara panjang lebar sekalian bertanya pada dirinya sendiri, lalu menjawabnya dengan gerakan mengangguk. Sedangkan Egar yang mendengar permintaan bosnya ini mengalami sakit kepala karena dia sama sekali tidak menemukan inti pembicaraan. “jadi, Tuan Axton ingin rumah yang sederhana atau termasuk mewah?” Kalau untuk mendapatkan rumah dengan kualifikasi yang diucapkan tuannya di tengah kota seperti ini, itu termasuk rumah yang cukup mewah. Kebanyakan rumah sekarang tidak memiliki halaman, dan bahkan Axton meminta halaman dengan kolam, itu sudah termasuk mewah walaupun tidak semewah rumah Axton. “Kau tidak paham permintaanku?” tanya Axton dengan suara yang dia rendahkan. Dari suaranya saja, Egar bisa merasakan dominasi Axton yang membuatnya gentar sekarang. “Ya ... rumah sederhana ....” Dia bicara untuk menghilangkan kemarahan Axton. Jika dia tidak segera menghadapinya, dia bisa mendapatkan bahaya. “Ya, carikan dan besok kau harus memberitakan informasi itu untukku.” Sambungan telepon terputus setelah Axton memberikan perintah. Egar yang ada di rumahnya terduduk lemas mendengar perintah yang aneh. Dia menekan keningnya beberapa kali dan melihat jam yang baru saja menunjukkan pukul delapan malam. “Jadi, maksudmu aku tidak usah tidur, kan?” Egar menepuk keningnya sendiri. Dia selalu saja mendapatkan pekerjaan yang menyulitkannya untuk beristirahat.Setelah seharian Delvin diberi perawatan di IGD, akhirnya dia sadar ketika di ruangan itu hanya ada mereka bertiga. Geva terus duduk di samping Delvin, wanita itu tersenyum dan terus menggegam tangan mungil Delvin.“Delvin, putra ibu … apa kau merasakan sakit nak?” tanya Geva dengan lembut. Dia melebarkan senyumannya, tak membiarkan matanya terlihat jelas merah dan sembab.Sementara Axton dan Xavel duduk di kursi penunggu di sudut ruangan yang dingin. Mereka berdua duduk saling berhadapan dan diam satu sama lain. Sesekali mereka saling menatap tajam dan lalu membuang wajah dengan cepat. Di hari sebelumnya, Xavel sudah berusaha meminta maaf pada Geva. Dan Ibu muda itu sudah memaafkan Xavel, dia bahkan tak menganggap itu adalah kesalahan Xavel. Tapi lelaki pemilik restoran itu menyadari keteledorannya karena dia sendiri yang menentukan setiap menu makan malam dan sarapan mereka. Sementara Axton yang sudah pernah melihat Xavel ingin menggagalkan lamarannya membuat dia menjadi tidak me
Geva mondar mandir di depan ruang pemeriksaan, sementara Axton sedikit menjauh dari Geva dengan ponselnya. Untuk beberapa saat Axton mengerutkan dahinya, dia menekan suaranya ketika berbicara dari balik telepon. Geva mulai menggigit ujung jarinya, matanya berkaca-kaca, pandangannya fokus melihat Delvin dari balik kaca kecil di pintu rawat darurat. Setelah beberapa saat, sang dokter yang memeriksa Delvin keluar menghampiri Geva yang sudah memasang wajah khawatir. Axton meliriknya sekilas sebelum akhirnya dia mematikan ponselnya sepihak dan ikut berdiri di samping Geva. Lelaki itu dengan lembut menaruh tangannya di sisi pundak Geva dan mengelusnya dengan pelan, mencoba menenangkan ibu muda itu.“Dok, apa yang terjadi dok? Putra saya tidak apa-apa kan?” tanya Geva yang terburu-buru. Geva tak mengindahkan penenangan Axton, melihat sang dokter baru keluar dari ruangan, dia langsung menghampirinya dan memasang wajah cemas. Sang dokter mengangkat alisnya, dia memberikan isyarat pada Geva
Hari di mana mereka akan hiking tiba, Geva tak membawa banyak barang karena dia menyewa pemandu yang juga membawakan barangnya. Jadilah dia bisa menggendong Delvin seorang, tanpa gangguan. Tapi sejak semalam dia menghindari pembicaraan dengan semua orang“Perjalan ini tak akan panjang kan? Aku benci berjalan kaki,” celetuk Feya. Sementara Santi menyadari gelagat aneh Geva. Dia memelankan langkahnya yang awalnya berada di tengah kini mundur menjadi paling akhir, dia membiarkan yang lainnya berjalan lebih dulu. Di depan mereka tim reparasi tengah asik sendiri mengobrol dengan seru. “Gev, kau kenapa?” tanya santi. “Sudah lelah?” tanyanya lagi dengan khawatir.“Tidak kok mba, Delvin juga tidak begitu berat. Aku memang ingin jalan paling belakang agar bersama dengan pemandu, lebih dekat dengan barang-barang delvin,” ujarnya memberi alasan.“Lalu kemana Axton dan Xavel? Kenapa mereka tidak ikut dengan kita sekarang? kudengar mereka memilih menyusul sebenarnya apa yang terjadi?” tanya San
Geva tersenyum dengan perlakuan manis Xavel. Di saat yang bersmaaan, Axton menatap Geva dan Xavel. “Xavel!” teriaknya. Suaranya terdengar sangat marah ketika dia melihat Xavel berjongkok di depan Geva. Dia mengahampiri Xavel dan menarik kerahnya, “apa kau mencoba mengambil gadisku?” tanay Axton dengan keras di depan Geva. Geva yang masih bersama Delvin seketika bingung, “Axton! Delvin masih di sini, jangan mempertontonkan kekerasan padanya!” Geva mengucapkannya dengan tegas. Saat tengah bertengkar begitu, Axton tak sengaja menjatuhkan sebuah kotak cincin di dekat Geva. Geva yang melihat itu sempat bingung tapi kemudian dia mengajak Delvin pergi dari sana. dia memilih mengabaikan Axton dan Xavel yang ingin bertengkar dan memukul satu sama lain. Xavel tertawa kecil, “Jadi kau berniat menembak Geva? Bagaimana jika kita bersaing? Aku sejak tadi memang memikirkan hal yang sama, aku memang tak punya cincin untuk Geva tapi aku bisa memberikan ini padanya.” Xavel menunjukkan kalungnya. “I
Di malam pertama mereka merayakan hari kebahagiaan dan kemenangan itu, Geva mengajak mereka semua makan malam dan istirahat di hotel Xavel. Keesokan harinya baru mereka akan melakukan pendakian kecil sampai ke tempat di mana mereka akan membuka tenda untuk camp dan barbeque.Di saat semaunya tengah berkumpul, Geva dan Axton berada di kursi yang bersebelahan, di sebelah lainnya ada Santi dan putrinya. Lalu Di samping Santi ada Xiao Ling dan Egar. Di sisi lain meja ada tim reparasi dan Xiao Ling termasuk ke dalam sisi lain itu. Di saat mereka tengah menunggu karyawan restoran menyiapkan semua makan malam mereka, Xavel datang. Axton awalnya terkejut, lalu dia menatap ke arah Geva, “Kau mengundangnya juga?” tanya Axton. Padahal dia belum selesai dengan rasa cemburu ketika beberapa jam lalu Geva menjelaskan mereka bertemu hari itu tanpa sengaja.“Hi Gev, terima kasih sudah mengundangku!” seru Xavel dengan wajah sumringah. Geva buru-buru berdiri dan menyambut Xavel. “Hi! Untung kau datang
Geva dan Axton turun dari mobil Van bersamaan ketika ketiga Van lainnya sampai. Tapi Van hitam terlihat sangat aneh, mereka memarkirkan mobil mereka jauh dari parkir yang ada, mereka parkir di dekat jalan masuk toilet luar atau umum. “Itu mobil yang tadi kan?” celetuk Geva dan Xiao Ling secara bersamaan.“Kau melihatnya juga Gev? Mereka seperti orang gila. Mengebut dengan kecepatan itu di jalanan yang tidak sepi. Aku akan mendatanginya dan melapor ke polisi terkait yang kulihat tadi.” Xiao Ling memprotes dan mulai berjalan ke arah mobil Van hitam itu.Dan saat Geva dan Xiao Ling mendekati mobil van itu, seorang wanita duduk di tanah di depan kap mobil van itu. “A-ada apa?!” tanya Geva yang sedikit terkejut dengan kondisi Feya, dia belum tahu bahwa itu adalah tim reparasi teman dari Egar. Yangg Geva lihat dia wanita yang seperti membutuhkan pertolongan. Jadilah Geva langsung menghampirinya dan hendak ingin menolongnya. Tapi saat Geva berlutut di depan wanita yang terlihat ngos-ngosan