Beranda / Urban / Pesona sang Biduan / Perselisihan di antara Biduan

Share

Perselisihan di antara Biduan

Penulis: alfatihsronan
last update Terakhir Diperbarui: 2022-01-23 22:39:49

Tubuh Tiara bergidik mengingat kejadian di panggung malam itu, hampir saja kokohnya bukit kembar miliknya ternodai pria mesum. 

Tak bisa dibantah dua buah bukit kembar miliknya memang sangat menarik di mata lelaki manapun termasuk pria yang mabuk malam itu.

Obrolannya kemarin dengan Mba Dewi akhirnya terjadi padanya, persepsi orang-orang tentang biduan memang tidak sepenuhnya benar tetapi juga tidak salah bahwa mereka menjadi objek mesum pria pencari hiburan dan kenikmatan sesaat.

Ditengah rasa jenuh dirumah, panggung biduan menjadi pelampiasan mata yang haus dengan tubuh molek mereka.

Tiara yang tengah memikirkan kejadian itu dikejutkan ibunya, "Tiara, dengan kejadian yang kau alami kemarin, apakah tidak sebaiknya kamu berhenti dan mencari pekerjaan lain saja?"

"Aku harus bekerja apa Bu, mencari pekerjaan situasi sekarang ini susah."

"Malah banyak orang orang yang bekerja di PHK dan tidak dipekerjakan lagi."

"Bukankah almarhum Ayah pernah bilang, 'kendatipun terjal kita harus melewati rintangan sulit dan menerima dengan lapang karna semua butuh proses' ibu masih ingatkan?"

"Aku hanya ingin membahagiakan ibu, melihat ibu dimasa tua tidak lagi sibuk bekerja banting-tulang seperti ini."

"Tiara melihatmu bahagia, itu juga berarti kebahagiaan ibu Nak."

Wanita paruh baya itu membelai lembut kepala putrinya, setelah kehilangan suami dan dua orang kakak Tiara, ia satu-satunya yang menemaninya melewati derap hidup yang begitu berat.

Sudah beberapa hari sejak kejadian malam itu, Tiara tidak lagi mendapatkan panggilan job dari Erwin bosnya.

Sebenarnya ia tidak begitu menghiraukan hal itu seandainya saja ia tidak berjanji dalam dirinya untuk membantu meringankan beban ibunya.

Tapi dengan tidak bernyanyi, darimana ia bisa mendapatkan uang. 

"Apakah aku harus menghubungi bang Erwin?" Tiara mencoba berpikir .

Ia segera meraih ponselnya dan menelpon Erwin pimpinan organ tunggal tempatnya bekerja.

"Halo Bang, ini Tiara!"

"Hai Tiara cantik, kenapa? kamu kangen ya sama bang Erwin?" 

"Aku cuma mau tanya bang, Job untuk aku ada 'gak?"

"Oh perihal itu nanti kita bicarakan di rumahku, kebetulan sekali malam ini kita mengadakan pesta kecil-kecilan, aku tunggu ya!"

"Iya bang," Tiara menutup teleponnya dengan mendengus.

Kalau bukan karna desakan keuangan dan impiannya, Tiara tidak mungkin menghubungi Erwin pria itu meskipun sudah memiliki istri tetap saja ia masih ganjen, sedikit saja melihat wanita cantik sorot matanya liar tak beraturan.  

Melihat mukanya saja Tiara merasa malas.

Bahkan menurut kabar dari mba Dewi ia sudah banyak meniduri biduannya bahkan ada yang sampai hamil.

"Bu aku keluar sebentar ya!"

"Kamu mau kemana malam-malam begini?" tanya Bu Ratri.

"Aku mau kerumah bang Erwin."

"Hati-hati ya, Jangan lama pulangnya."

Tiara meraih switer yang tergeletak diatas kursi, ia kemudian menuju rumah Erwin pimpinan organ tunggalnya, udara dingin malam terasa menusuk.

Remang-remang cahaya lampu jalan yang memantul, meneranginya menyusuri gang.

Sengaja ia memilih jalan yang berbeda dari biasanya untuk menghindari kumpulan ojek pangkalan yang selalu saja mengganggu dengan gombalan mereka.

Jarak rumah Erwin tidak begitu jauh dari rumahnya hanya terpisah oleh sebuah jalan raya yang terdapat diujung gang.

Tiara melintasi jalan raya yang masih sangat ramai, rinai hujan sesekali terlihat dari cahaya lampu kendaraan.

Beberapa langkah lagi ia sudah sampai di depan rumah yang luas itu, dari luar sudah bisa terlihat olehnya beberapa rekannya sudah sampai lebih dulu.

"Hai semua!"

"Hai Tiara, ... !!" Serentak mereka menyapa Tiara.

Disitu sudah ada mba Dewi dan beberapa rekan biduannya. Tiara memilih duduk disamping mba Dewi, hanya dia diantara mereka yang sudah ia kenal.

Beberapa yang lain memandang sinis kearahnya, seperti tidak suka dengan kehadirannya.

Barusaja beberapa menit ia disana, Yanti tiba tiba saja melemparkan ucapan yang tidak mengenakkan di telinganya, "Ohh kukira kamu tidak mau lagi bernyanyi setelah kejadian kemarin, enak ya diperebutkan seperti itu?"

"Kalau mau jadi biduan tidak usah munafik seperti itu Tiara, ganjen ya ganjen aja," Tambah Yanti lagi membuat Tiara yang mendengarnya geram tidak dapat menyembunyikan kemarahannya.

"Maksud mba apa ya?, menganggap saya seperti itu!" seru Tiara pipinya memerah menahan amarahnya yang membuncah.

"Sabar Tiara kamu tidak usah meladeni ucapan seperti itu," Dewi mencoba menenangkan Tiara.

Sindiran Yanti beralasan, bahwa selama ini ia merasa iri kepada Tiara, merasa memiliki saingan setelah kehadirannya yang sekarang lebih banyak digemari, belum lagi jobnya yang semakin berkurang karna harus berbagi lagi dengan Tiara sebagai biduan baru.

Beberapa biduan yang merasakan hal yang sama dengan Yanti dihasutnya menjadi tidak menyukai Tiara.

Hanya Dewi saja yang tidak demikian dan menganggap Tiara seperti adiknya sendiri.

Ditengah kisruh mereka, Erwin muncul dari dalam rumah dengan seorang wanita yang kira-kira seumuran dengan Tiara, sepertinya mereka baru saja selesai bercumbu, itu terlihat dari pakaian wanita itu yang belum sepenuhnya ia kenakan, dan bekas ciuman yang memerah begitu jelas di lehernya.

Erwin melewatkan ketegangan yang barusaja terjadi antara Tiara dan Yanti, "Haii ternyata semua sudah hadir disini."

"Yuk kita mulai saja pestanya."

Sound sistem disetel, beberapa minuman keras disediakan di tengah-tengah pesta biduan malam itu.

Erwin menghampiri Tiara yang masih duduk disamping Tiara, pandangannya memberi kesan birahi.

"Tiara, kamu mau 'kan job yang banyak?" Tiara memperhatikan arah pembicaraan Erwin yang mulutnya sudah berbau minuman.

Tiara diam saja menunggu Erwin melanjutkan bicaranya,  Erwin kemudian merapatkan wajahnya ke telinga Tiara.

Seperti seseorang yang ingin membisikkan sesuatu, tapi tangannya menggerayangi paha putih yang mulus Tiara yang malam itu hanya mengenakan daster tipis.

" Tiara kamu mau kan tidur denganku?, kalau kau mau mendapat job yang banyak, bagaimana Tiara kamu mau?"

Plaaakkk ... ! sebuah tamparan mendarat tepat di wajah bos biduan itu, ia sama sekali tidak menyangka akan mendapat perlakuan seperti itu dari Tiara, baru kali ini ada biduan yang menolak tidur dengannya.

Erwin bangkit dengan wajah memerah bekas tamparan, ia mengangkat tangannya berniat membalas Tiara, tapi seketika dengan sigap Tiara menepisnya.

"Kamu pikir aku sama dengan wanita-wanitamu itu, biarpun aku miskin tapi aku masih menjaga harga diriku," ucap Tiara dengan airmata yang mulai jatuh dipipinya.

Dewi yang ada disampingnya terkejut melihat kejadian itu, ia segera menarik Tiara menjauh.

"Dasar munafik perempuan, tidak tahu diri kamu Tiara sudah diberi pekerjaan malah bertingkah!" Seru Yanti dengan pandangan tajam kearah Tiara.

"Maaf mba kalau aku salah,  aku hanya tidak terima diperlakukan seperti itu, aku harus pulang aku rasa disini bukan tempatku," ia melangkah keluar meninggalkan rumah Erwin, isak tangisnya semakin dalam.

"Tunggu Tiara!, biar aku mengantarmu pulang," Dewi mengantarkan Tiara pulang meninggalkan Erwin dan biduan lain yang masih tengah berpesta. 

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (5)
goodnovel comment avatar
Rahman Hidayat Kareem
mantap nie alur ceritanya, asik ni untuk menemani waktu senggang.
goodnovel comment avatar
Indramayu
dasarrr Buay a darat...
goodnovel comment avatar
Indramayu
hihihiii dasar buaya...
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Pesona sang Biduan   Bujuk rayu tuan Gilbert

    Sebuah hubungan cinta harus berjalan bersama, jika di dalamnya ada tujuan yang berbeda maka ia harus saling memahami dan tebuka, bukan saling menutupi dan saling menyalahkan. Begitu pula yang harus dlakukan oleh Tiara dan Erick, ada sesuatu hal yang tidak berjalan semestinya diantara mereka, membuat hubungannya yang baru saja seumur jagung seakan terombang ambing tak tentu arah. "Memiliki hubungan itu ribet ya," ucap Tiara. "Ribet seperti apa maksud kamu, gak juga kok kalau kamu dan Erick saling memahami, dan mau saling terbuka," sahut Frida. "Aku?, ... Apa yang aku tutupi darinya Frid?, apa aku saja yang harus memahaminya sementara dia?" sahut Tiara. Frida terdiam mendengar Tiara mulai tersulut emosi, ia biasanya akan menenangkan jika sahabatnya itu mulai meninggikan nada suaranya. Mobil mereka melaju membelah jalan kota, suasana sudah mulai tampak lengang, tak banyak lagi kendaraan yang berseliweran seperti biasanya di jam-jam itu. Sementara Erick dan Maria serta teman-temann

  • Pesona sang Biduan   Apakah ini cinta yang salah?

    Tiara dan Frida urung menjalankan rencananya melihat Erick yang tengah duduk bersantai dengan Maria di sebuah meja tepat di depan panggung. "Jadi mau gimana lagi, kita harus menjalankan rencana lainnya, ayo silahkan mba Tiara," kata Frida seraya menunjuk ke arah panggung. Tanpa melihat sedikitpun ke arah mereka Tiara langsung menggebrak panggung. Erick terhenyak menyaksikan Tiara, ia tak menyangka sedikitpun jika kekasihnya itu yang menjadi biduan di live musik cafe malam itu. "Pantas saja Tiara gak mau aku ajak, dia ternyata nyanyi di sini." Erick bergumam. Ia tak dapat menyembunyikan rasa heran di depan Maria, "Erick kamu kok terlihat heran seperti itu, kamu kaget kalau Tiara itu nyanyi di sini?" "Gak, ... Aku cuma kaget saja tiba-tiba bertemu dia di sini," sanggah Erick sedikit ingin menutupi dari Maria, tak terjadi apa-apa di antara Tiara dan dirinya. "Daripada harus membicarakan dia, kita bernostalgia saja dengan kenangan kita, bagaimana?" Rayu Maria. "Nostalgia yang sep

  • Pesona sang Biduan   Tiara panik mengetahui Erick akan datang

    Malam hari tiba, terlihat cerah secerah hati Tiara yang sudah kasak kusuk mempersiapkan diri sembari menunggu dijemput Frida. Bu Ratri hanya nampak tersenyum melihat anak gadisnya terlihat sibuk di depan cermin tak hentinya menatap wajahnya melihat riasan yang dipakainya. Tak lama kemudian Frida datang menemui Tiara di kamarnya yang tengah sibuk itu. "Udah beres kan dandannya?" tanya Frida. "Gimana menurut kamu udah bagus kan?" "Iya gitu aja gak usah lama, ingat tempatnya di puncak loh!" kata Frida. "Yuk kita berangkat sekaramg!" Tiara dan Frida berangkat bersama menuju cafe M&M tempat Tiara akan menyanyi dan untuk pertama kalinya di cafe ini. "Kamu santai aja dong, kok seperti pertama nyanyi saja kamu," kata Frida melihat Tiara terlihat sedikit gugup. "Iya nih, gak tahu aku kok sedikit gugup ya, apa karna lama gak nyanyi ya?" "Kamu sih, aku ajak nyanyi ke acara kampusku kamu tolak, makanya sekarang jadi grogi kelamaan gak manggung." Mobil yang dikendarai Frida sudah melam

  • Pesona sang Biduan   Maria yang menyimpan cinta masa lalu

    "Tiara bagaimana jika pamanmu tidak terima dengan pengakuan kita padanya tentan rumah ini yang sudah dijual," "Terserah dia saja bu, kali ini aku tidak akan takut dengan ancamannya, kita sudah lama diperlakukan semena-mena olehnya, dia harus berpikir bahwa Tiara sudah berubah sekarang," jawab Tiara dengan semangat."Dan aku rasa mba Maria akan sepenuhnya membantu dalam masalah ini, ibu jangan khawatir," kata Tiara kembali membuang segala ketakutan ibunya."Kamu angkat dulu telpon kamu," ucap Bu Ratri mendengar ponsel yang berdering.[Halo Tiara, maaf ya kalo aku ganggu kamu malam-malam takutnya kalau nunggu besok aku bisa lupa] kata Maria.[Ada apa ya mba?][Besok kamu bisa mulai nyanyi di cafe hari ini semua persiapan panggung sudah siap][Ok mba aku akan mulai besok] kata Tiara begitu senang mendengar kabar dari Maria."Ibu mulai besok aku bisa kerja di cafe mba Maria, aku senang banget loh bu," "Ibu juga senang mendengarnya nak, semoga saja kamu betah di sana, apa Frida sudah tah

  • Pesona sang Biduan   Pesan singkat dari Erick

    Tiara masih menatap tajam pria paruh baya yang ada di hadapannya, seorang kakak dari ayahnya, satu-satunya keluarga yang ia miliki tapi memiliki hati begitu tega perlakuannya terhadap Tiara dan ibunya."Ayo duduk jangan berdiri seperti itu di hadapanku, semakin memperjelas bahwa kau tak pernah di ajari sopan santun dari orang tuamu," kata Novo yang begitu menyakitkan.Tiara masih saja terdiam, tak ada sepatah kata yang keluar dari mulutnya, hanya tatapannya yang semakin tajam ke arah Novo, sorot matanya berapi-api.Tidak seperti Bu Ratri yang masih terlihat tenang menghadapi keadaan ini, ia memberi isyarat agar Tiara menurutinya untuk duduk di sampingnya.Dengan wajah kaku Tiara menurutinya dan mulai angkat bicara, "Paman Novo, aku menganggap paman sebagai seorang pengganti dari ayahku namun aku ternyata salah," kata Tiara."Seorang ayah tidak pernah membuat anaknya jatuh ke dalam kondisi yang begitu sulit seperti ini, paman sungguh tega mengusir kami dari rumah yang ayah bangun dari

  • Pesona sang Biduan   Mulut manis paman Novo

    Setelah melakukan rembuk bersama, Tiara dan Frida beranjak meninggalkan cafe menuju kantor polisi untuk menemui Maria yang sedang menjadi saksi sebuah kasus. Sampai di sana Tiara dan Frida oleh petugas tidak di perbolehkan menemui Maria, karna sesuatu hal. "Mba Maria sedang jadi saksi atas kasus apa pak!?" tanya Frida kepada salah seorang petugas. "Maria menjadi saksi atas kepemilikan barang terlarang, jadi untuk sementara beliau belum bisa menemui siapapun." Tiara dan Frida tersentak mendengar apa yang diucapkan petugas itu, terlebih Tiara yang sepertinya harus mengurungkan niatnya untuk minta tolong padanya. "Kamu kan lebih mengenal dekat mba Maria bahkan pernah di ajak ke apartemennya, dia itu orangnya seperti apa sih, kok bisa jadi saksi segala?" tanya Frida pada Tiara. "Waktu di ajak kemarin sih hanya pesta kecil saja, dan ada beberapa teman bisnisnya di sana yang pesta mabuk malam itu," jelas Tiara. "Tuh kan, mungkin teman-teman bisnisnya itu yang jadi pemilik barang terl

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status