Home / Urban / Pesona sang Biduan / Jerat pria mesum

Share

Jerat pria mesum

Author: alfatihsronan
last update Last Updated: 2022-01-26 23:48:01

Sudah beberapa hari Tiara hanya mengurung diri di rumah, ia memutuskan untuk berhenti dari pekerjaannya bernyanyi.

Dikepalanya terus terngiang ucapan bukde Mayang, "kalau menjadi biduan itu repot, apalagi omongan-omongan orang terhadapnya."

Dewi entah sudah beberapa hari ini datang berkunjung, sekedar ngobrol bersama dan menghiburnya, Dewi dan Tiara sudah merasa semakin akrab sejak kejadian malam itu, Dewi sangat tahu bagaimana yang dirasakan Tiara sekarang.

"Tiara kamu yang sabar ya sayang, mereka itu hanya merasa iri sama kamu, apa kamu 'gak pernah kepikiran untuk kembali bernyanyi?"

"Saya masih mau bernyanyi sih, tapi bagaimana saya harus kembali ketempat yang seperti itu mba?, aku merasa tidak cocok di sana, dengan suasana yang seperti itu," ungkap Tiara.

"Iya sih, kamu masih muda Tiara perjalanan kamu masih panjang kalau aku sih bisanya hanya bernyanyi saja."

"Iya mba, terima kasih sudah begitu perhatian dengan saya."

Tiara senang dengan pekerjaannya sebagai biduan tapi ia tidak menyukai tempatnya yang sekarang dengan beberapa biduan yang menyimpan sifat iri kepadanya, belum lagi dengan bosnya yang genitnya minta ampun.

Beberapa hari Tiara hanya di rumahnya sejak kejadian itu, Dewi menelpon Tiara dan memanggilnya untuk ikut ke sebuah job manggung, "Halo Tiara!, aku ada panggilan nyanyi besok, kamu mau ikut 'gak?, kita berdua aja."

"Itu job dari mas Erwin ya Mba?" Tiara mencari tahu.

"Bukan kok, aku mendapat job pribadi sendiri bukan dari Erwin, gimana?, kamu mau gak?"

"Oh kalau gitu aku mau kalau yang ajak mba."

"Nanti sore aku jemput kamu ya," ucap Dewi kemudian menutup percakapannya dengan Tiara.

Malam itu Dewi menjemput Tiara, mereka bersama ke lokasi job pribadi Dewi itu, acaranya diadakan di dalam sebuah gedung.

Tiara tampil dengan cantik sekali malam itu, dengan balutan lipstik minimalis di bibir tipisnya memberikan kesan yang semakin anggun.

Alangkah bahagianya kelak pria yang bisa mendapatkan hati seorang Tiara kecantikan dan pesonanya sungguh sangat memikat hati, tubuhnya yang molek ditambah kulitnya yang begitu mulus membuat siapapun pria yang melihatnya meleleh dibuatnya.

Sudah hampir tiga puluh menit mereka menghibur para tamu undangan, di tengah asyiknya Tiara dan Dewi silih berganti memberi penampilan terbaiknya, namun sepasang mata begitu tajam, serius memperhatikan mereka.

Pemilik sepasang mata itu, sesekali menelan liurnya melihat penampilan dua biduan yang seksi itu.

"Mba, tolong antarkan minuman ini, berikan kepada kedua biduan disana," ucap pria itu kepada pelayan yang tengah sibuk menjamu para tamu undangan.

Tak lama pelayan itu kemudian membawa nampan yang berisi minuman, ia berjalan ke arah Dewi dan Tiara.

"Maaf mba, ini minuman untuk mba," Kata pelayan itu menyerahkan nampan berisi minuman warna seperti sirup.

"Iya mas terima kasih ya."

Tiara dan Dewi menenggak sedikit demi sedikit minuman itu sampai akhirnya habis, mereka sama sekali tidak menyangka kalau minuman itu adalah pemberian seorang pria yang tidak mereka kenal, Tiara dan Dewi menyangka minuman itu dari tuan rumah yang memang disediakan untuk mereka.

"Mba perasaanku kok 'gak enak ya, agak pusing," kata Tiara tak lama setelah menenggak habis minumannya.

"Iya Ra, sama mbak juga seperti itu, abis minum tadi."

"Kita di sini sampai jam berapa mba?"

"Sebentar lagi kok, sekitar lima belas menit lagi," Tiara sepertinya sudah sedikit mulai merasakan pengaruh minuman itu, minuman dari seorang pria yang sudah di campur sesuatu.

Lima belas menit itu pun tiba, dan akhirnya mereka sudah selesai dengan penampilan mereka, Tiara dan Dewi sudah bersiap-siap untuk pulang.

"Mba saya ke toilet ya sebentar," ucap Tiara yang sudah merasa mual dan ingin segera ke toilet.

"Iya jangan lama-lama, mba tunggu di sini saja, kamu sendiri gak apa-apa 'kan?" 

Tiara mengiyakan dan segera berjalan ke arah belakang gedung.

Di dalam gedung, letak toilet berada jauh ke belakang, sambil berjalan sempoyongan Tiara merapatkan sedikit tubuhnya ke sisi tembok, perasaan pusing di kepalanya semakin tak bisa lagi ditahannya.

Langkahnya sudah terasa berat, sementara toilet masih beberapa meter lagi ke depan.

Pandangannya tidak jelas lagi, samar-samar terlihat olehnya seorang pria yang berjalan searah dengannya, "mungkin ia juga ingin ke toilet," Pikir Tiara dalam hati.

Semakin lama pria itu semakin dekat dengannya bahkan mendahului Tiara yang berjalan lambat, tak nampak jelas olehnya wajah pria itu.

Tiara kini sudah berada di depan toilet, ia melihat-lihat di mana letak toilet wanita, tapi sepertinya toilet itu umum digunakan, untuk pria dan wanita sama saja, ia melangkah masuk.

Tiba-tiba pria itu muncul dari sisi kamar yang lain dan menarik lengan Tiara dalam keadaannya yang sempoyongan dan penat di kepalanya.

"Hei brengsek mau apa kamu!?, jangan macam-macam atau saya akan teriak?" ucap Tiara ketakutan dan mengancam.

"Teriak saja, siapa yang akan mendengarmu di sini, sekarang ikut saja denganku, " kata pria balik mengancam sambil menariknya dengan paksa.

Pria itu hendak memperkosanya, Tiara berontak, ia meronta-ronta dan mencoba melawan namun pria itu lebih sigap dan membungkam mulutnya, terus menarik paksa Tiara ke dalam kamar toilet.

Di dalam toilet pria itu mulai melancarkan aksi bejatnya, birahinya semakin tak terkendali ia mendorong tubuh Tiara dan merapatkannya ke dinding toilet sambil memegangi kedua tangannya.

Lalu mendekatkan wajahnya hendak mengecup bibir tipis itu, dengan sisa-sisa tenaga Tiara masih menghindarinya, tidak habis akal pria itu semakin bernafsu kali ini berpindah ingin mencumbu bagian tubuh Tiara yang lain.

Berpindah ke bagian pahanya, pria itu mulai membuka ikat pinggang yang melingkar pada rok yang dikenakan Tiara dan mengelusnya perlahan, pria itu membabi-buta dengan birahi yang semakin memuncak.

Tiara terus berteriak histeris berupaya melepaskan diri namun toilet itu terlalu jauh dari orang-orang untuk mereka dengar termasuk Dewi, bahkan beberapakali ponselnya berdering, panggilan dari Dewi yang sejak tadi menunggunya di depan.

Masih dalam pergumulannya, pria itu terus mencoba membuka rok yang di kenakanTiara, dan tangannya yang lain mengangkat panggilan di poselnya, "Halo Tiara!, Kamu kok lama ... halo!" Suara Dewi di balik telpon.

"Heehh, ... lebih baik kamu pulang saja jangan mengganggu, saya akan bersenang-senang dulu dengannya," Jawab pria itu. 

"Halo siapa kamu!?, Tiara dimana!? halo ... siapa ini!?, brengsek!" Dewi sadar bahwa Tiara sepertinya sedang dalam masalah ia butuh bantuannya, cepat-cepat ia memanggil beberapa orang untuk menemaninya segera ke toilet, menyusul Tiara.

sampai ke toilet, mereka langsung melabrak masuk ke dalam kamar toilet yang digunakan pria itu untuk menyekap Tiara.

Masih terisak Tiara memperbaiki pakaiannya di bantu Dewi, bawahannya yang sudah acak-acakan dan sobek di bagian pahanya karna ulah pria itu, Dewi berusaha membuatnya tenang di pelukannya. 

"Kita harus ke kantor polisi sekarang, kita harus laporkan masalah ini pria itu mencoba memperkosa kamu," ucap Dewi merasa sangat khawatir dan bersalah dengan apa yang di alami Tiara.

Mereka pun segera melaporkan kejadian itu ke kantor polisi.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Pesona sang Biduan   Bujuk rayu tuan Gilbert

    Sebuah hubungan cinta harus berjalan bersama, jika di dalamnya ada tujuan yang berbeda maka ia harus saling memahami dan tebuka, bukan saling menutupi dan saling menyalahkan. Begitu pula yang harus dlakukan oleh Tiara dan Erick, ada sesuatu hal yang tidak berjalan semestinya diantara mereka, membuat hubungannya yang baru saja seumur jagung seakan terombang ambing tak tentu arah. "Memiliki hubungan itu ribet ya," ucap Tiara. "Ribet seperti apa maksud kamu, gak juga kok kalau kamu dan Erick saling memahami, dan mau saling terbuka," sahut Frida. "Aku?, ... Apa yang aku tutupi darinya Frid?, apa aku saja yang harus memahaminya sementara dia?" sahut Tiara. Frida terdiam mendengar Tiara mulai tersulut emosi, ia biasanya akan menenangkan jika sahabatnya itu mulai meninggikan nada suaranya. Mobil mereka melaju membelah jalan kota, suasana sudah mulai tampak lengang, tak banyak lagi kendaraan yang berseliweran seperti biasanya di jam-jam itu. Sementara Erick dan Maria serta teman-temann

  • Pesona sang Biduan   Apakah ini cinta yang salah?

    Tiara dan Frida urung menjalankan rencananya melihat Erick yang tengah duduk bersantai dengan Maria di sebuah meja tepat di depan panggung. "Jadi mau gimana lagi, kita harus menjalankan rencana lainnya, ayo silahkan mba Tiara," kata Frida seraya menunjuk ke arah panggung. Tanpa melihat sedikitpun ke arah mereka Tiara langsung menggebrak panggung. Erick terhenyak menyaksikan Tiara, ia tak menyangka sedikitpun jika kekasihnya itu yang menjadi biduan di live musik cafe malam itu. "Pantas saja Tiara gak mau aku ajak, dia ternyata nyanyi di sini." Erick bergumam. Ia tak dapat menyembunyikan rasa heran di depan Maria, "Erick kamu kok terlihat heran seperti itu, kamu kaget kalau Tiara itu nyanyi di sini?" "Gak, ... Aku cuma kaget saja tiba-tiba bertemu dia di sini," sanggah Erick sedikit ingin menutupi dari Maria, tak terjadi apa-apa di antara Tiara dan dirinya. "Daripada harus membicarakan dia, kita bernostalgia saja dengan kenangan kita, bagaimana?" Rayu Maria. "Nostalgia yang sep

  • Pesona sang Biduan   Tiara panik mengetahui Erick akan datang

    Malam hari tiba, terlihat cerah secerah hati Tiara yang sudah kasak kusuk mempersiapkan diri sembari menunggu dijemput Frida. Bu Ratri hanya nampak tersenyum melihat anak gadisnya terlihat sibuk di depan cermin tak hentinya menatap wajahnya melihat riasan yang dipakainya. Tak lama kemudian Frida datang menemui Tiara di kamarnya yang tengah sibuk itu. "Udah beres kan dandannya?" tanya Frida. "Gimana menurut kamu udah bagus kan?" "Iya gitu aja gak usah lama, ingat tempatnya di puncak loh!" kata Frida. "Yuk kita berangkat sekaramg!" Tiara dan Frida berangkat bersama menuju cafe M&M tempat Tiara akan menyanyi dan untuk pertama kalinya di cafe ini. "Kamu santai aja dong, kok seperti pertama nyanyi saja kamu," kata Frida melihat Tiara terlihat sedikit gugup. "Iya nih, gak tahu aku kok sedikit gugup ya, apa karna lama gak nyanyi ya?" "Kamu sih, aku ajak nyanyi ke acara kampusku kamu tolak, makanya sekarang jadi grogi kelamaan gak manggung." Mobil yang dikendarai Frida sudah melam

  • Pesona sang Biduan   Maria yang menyimpan cinta masa lalu

    "Tiara bagaimana jika pamanmu tidak terima dengan pengakuan kita padanya tentan rumah ini yang sudah dijual," "Terserah dia saja bu, kali ini aku tidak akan takut dengan ancamannya, kita sudah lama diperlakukan semena-mena olehnya, dia harus berpikir bahwa Tiara sudah berubah sekarang," jawab Tiara dengan semangat."Dan aku rasa mba Maria akan sepenuhnya membantu dalam masalah ini, ibu jangan khawatir," kata Tiara kembali membuang segala ketakutan ibunya."Kamu angkat dulu telpon kamu," ucap Bu Ratri mendengar ponsel yang berdering.[Halo Tiara, maaf ya kalo aku ganggu kamu malam-malam takutnya kalau nunggu besok aku bisa lupa] kata Maria.[Ada apa ya mba?][Besok kamu bisa mulai nyanyi di cafe hari ini semua persiapan panggung sudah siap][Ok mba aku akan mulai besok] kata Tiara begitu senang mendengar kabar dari Maria."Ibu mulai besok aku bisa kerja di cafe mba Maria, aku senang banget loh bu," "Ibu juga senang mendengarnya nak, semoga saja kamu betah di sana, apa Frida sudah tah

  • Pesona sang Biduan   Pesan singkat dari Erick

    Tiara masih menatap tajam pria paruh baya yang ada di hadapannya, seorang kakak dari ayahnya, satu-satunya keluarga yang ia miliki tapi memiliki hati begitu tega perlakuannya terhadap Tiara dan ibunya."Ayo duduk jangan berdiri seperti itu di hadapanku, semakin memperjelas bahwa kau tak pernah di ajari sopan santun dari orang tuamu," kata Novo yang begitu menyakitkan.Tiara masih saja terdiam, tak ada sepatah kata yang keluar dari mulutnya, hanya tatapannya yang semakin tajam ke arah Novo, sorot matanya berapi-api.Tidak seperti Bu Ratri yang masih terlihat tenang menghadapi keadaan ini, ia memberi isyarat agar Tiara menurutinya untuk duduk di sampingnya.Dengan wajah kaku Tiara menurutinya dan mulai angkat bicara, "Paman Novo, aku menganggap paman sebagai seorang pengganti dari ayahku namun aku ternyata salah," kata Tiara."Seorang ayah tidak pernah membuat anaknya jatuh ke dalam kondisi yang begitu sulit seperti ini, paman sungguh tega mengusir kami dari rumah yang ayah bangun dari

  • Pesona sang Biduan   Mulut manis paman Novo

    Setelah melakukan rembuk bersama, Tiara dan Frida beranjak meninggalkan cafe menuju kantor polisi untuk menemui Maria yang sedang menjadi saksi sebuah kasus. Sampai di sana Tiara dan Frida oleh petugas tidak di perbolehkan menemui Maria, karna sesuatu hal. "Mba Maria sedang jadi saksi atas kasus apa pak!?" tanya Frida kepada salah seorang petugas. "Maria menjadi saksi atas kepemilikan barang terlarang, jadi untuk sementara beliau belum bisa menemui siapapun." Tiara dan Frida tersentak mendengar apa yang diucapkan petugas itu, terlebih Tiara yang sepertinya harus mengurungkan niatnya untuk minta tolong padanya. "Kamu kan lebih mengenal dekat mba Maria bahkan pernah di ajak ke apartemennya, dia itu orangnya seperti apa sih, kok bisa jadi saksi segala?" tanya Frida pada Tiara. "Waktu di ajak kemarin sih hanya pesta kecil saja, dan ada beberapa teman bisnisnya di sana yang pesta mabuk malam itu," jelas Tiara. "Tuh kan, mungkin teman-teman bisnisnya itu yang jadi pemilik barang terl

  • Pesona sang Biduan   Meminta pertolongan kepada Maria

    Malam itu hanya ada wajah-wajah murung yang nampak di raut muka Tiara dan ibunya, kedatangan Novo semalam hanya membuat keadaan semakin buruk bagi mereka. Bagaimana mungkin bu Ratri merelakan rumah, satu-satunya harta peninggalan almarhum suaminya yang mereka miliki harus mereka tinggalkan. Pikiran Tiara berkecamuk, entah dengan siapa kali ini ia harus meminta tolong dengan masalah yang seperti ini. Malam sudah larut Bu Ratri masih bersandar lemas di sebuah kursi di depan teras rumahnya. Ia sudah terkantuk-kantuk namun masih saja di tahannya untuk menemani Tiara yang juga tengah nestapa sama sepertinya. "Bu sebaiknya ibu ke dalam, istirahat dulu masalah ini biar aku yang memikirkan," ucap Tiara melihat ibunya sudah menguap menahan rasa kantuknya. "Kenapa ya Bu, paman Novo sampai setega itu pada kita?" tanya Tiara dengan suara yang berat. Bu Ratri belum menjawab apapun, ia selama ini berbaik hati pada Novo karna menganggap ia adalah kakaknya sendiri, namun sepertinya ia salah.

  • Pesona sang Biduan   Amarah seorang biduan

    Tiara masih saja berdiri dari balik tirai jendela ia belum membuka pintu sebelum melihat siapa pria yang ada di depan. "Tiara siapa yang datang!?" Sahut Bu Ratri dari dalam. Bahkan pertanyaan ibunya 'tak dijawabnya agar ia tidak ketahuan sedang mengintip dari balik tirai. Siapa sih orang ini kok 'gak berbalik gumamnya, pikiran yang muncul pun bermacam-macam memenuhi isi kepalanya, jangan-jangan ibu punya utang lagi dan orang ini datang menagih. Beberapa menit Tiara menunggu pria itu berbalik untuk melihat wajahnya, namun ia hanya asyik menghisap rokoknya. Apa sebaiknya aku tinggalkan saja orang ini, menyebalkan membuang waktu saja, pikir Tiara. Namun baru aja ia berniat kembali ke dapur sosok pria itu kembali mengeruk pintu, lalu Tiara kembali membuka sedikit tirai jendela untuk melihat siapa orang itu. Alangkah terkejutnya ia melihat paman yang sangat di benci olehnya yang datang berkunjung. Tanpa membuka pintu ia kembali ke dalam dapur dengan kesal, wajahnya memerah menahan

  • Pesona sang Biduan   Akibat pesanan kue

    Frida yang sejak tadi menelpon Maria tak juga menerima panggilan darinya, seperti biasa di waktu-waktu seperti itu ia banyak menghabiskan waktunya bekerja atau mungkin malah sedang mengadakan pesta. "Ponselnya aktif tapi 'gak di angkat, kali aja dia sedang sibuk?" "Mungkin saja, mba Maria 'kan banyak kerjaan sebagai bos di beberapa bisnisnya." Kata Tiara mengamini ucapan Frida. Jika ada kabar dari mba Maria, aku akan kesini besok, kita datang saja ke cafenya bagaimana Tiara?" "Ok!, besok aku tunggu ya!" Jawab Tiara dan mengantarkan Frida hingga ke pintu depan, lalu kembali ke aktifitasnya seperti biasa duduk untuk menulis di buku diary miliknya. Tiara menuliskan kata demi kata dalam buku diary itu, apa yang di alami kemarin bersama Erick tak lupa ia tuangkan di dalamnya. Namun kata-kata indah yang mengalir harus terhenti mendengar teriakan ibunya yang memanggil dari dalam dapur. "Tiara tolong belanjakan ibu bahan kue, untuk pesanan, hari ini ibu terlalu sibuk jadi tidak sempat

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status