Bab Utama : 2/3. Terima kasih untuk sobat readers yang telah memberikan gems ... Ada 3 Bab Bonus Gems hari ini ya ...
Bola itu meledak, memuntahkan badai petir ke segala arah, mengoyak cincin Divine Tempest seperti kertas tipis. Getaran ledakannya mengguncang langit, menciptakan awan asap kelabu pekat yang naik menembus atmosfer spiritual.Angin bertiup liar. Batu-batu terangkat lalu runtuh. Aroma ozon bercampur abu dan darah menyengat seperti logam panas.Di tengah kabut kelabu itu, hanya satu hal yang terlihat—Bayangan pedang yang sangat tajam.Melesat cepat. Lebih cepat dari tatapan mata.Pedang itu menembus kabut, terjun langsung ke arah dada Tyraz seperti sambaran malaikat pemberontak.BRAKKKK!!Tyraz terpaku di tempat. Dadanya terguncang. Untuk pertama kalinya, tubuh sang Grand Master bergerak bukan karena kehendaknya, tapi karena guncangan yang berhasil menembus perisai surgawi-nya.Ia menatap ke bawah.Pakaian emasnya terbelah.Darah tipis mengalir dari luka kecil di dada kirinya. Tak dalam, tapi cukup untuk membungkam langit.Matanya kembali menatap Kevin, yang kini berdiri dengan nafas ber
Topan energi menggila di atas reruntuhan dunia. Langit tak lagi sebiru langit; ia menjadi pusaran petir surgawi, membentuk taring-taring cahaya yang saling menyambar, mengiris udara dengan gemuruh yang memekakkan.Di pusat segala kekacauan itu, dua makhluk berdiri—seolah dunia hanya menyediakan ruang bagi mereka berdua.Kevin Drakenis. Tubuhnya diselimuti kabut petir ungu dan biru tua, seolah-olah aura dua dimensi telah saling bersilang di dalam dirinya. Setiap helaan napasnya memunculkan percikan, dan tanah di bawah kakinya meleleh perlahan, tak sanggup menahan tekanan qi yang mengalir deras dari pori-porinya.Di hadapannya, berdiri Tyraz, sang Grand Master dari Sekte Petir Langit. Sosok agung yang tubuhnya memantulkan kilau emas dari dalam, matanya seperti retakan bintang kuno yang menyala dalam kemarahan abadi. Jubahnya tak berkibar, sebab angin pun takut menyentuhnya.Keduanya diam. Namun angin berdesir kencang menerpa keduanya.Kevin menggigit batang rokok hitam yang menggantung
Ledakan pertama tidak datang dari tanah terlarang. Tapi dari langit.Petir surgawi sebesar menara jagal melesat turun, menghantam tanah tempat Kevin berdiri. Suaranya memekakkan telinga, membelah udara seperti sabetan dewa murka. Tapi tepat sebelum dentuman itu menyentuh kulitnya, tubuh Kevin sudah menghilang—hanya menyisakan bayangan hitam yang mengepul seperti kabut asap.Ia bergerak seperti bayangan yang dibebaskan dari tubuh.Dalam satu tarikan napas, Kevin sudah berada di belakang Tyraz. Kakinya menendang bahu sang Grand Master dengan kekuatan penuh, menciptakan ledakan kecil di titik kontak. Namun tubuh Tyraz hanya bergeser sedikit, tak lebih dari sehelai daun tersentuh angin.“Lambat,” ucap Tyraz datar, suaranya tak lebih keras dari gumaman, tapi cukup untuk membuat udara di sekitarnya bergetar.Lalu—petir surgawi meledak dari tubuh Tyraz.Gelombang energi membentuk bola raksasa yang meluas seperti matahari mini, menyapu segala yang hidup dalam radius lima puluh meter. Tanah mel
Langit di atas Kota Surgawi bukan lagi kubah damai tempat para kultivator bermeditasi atau para tetua bersidang dengan tenang. Malam itu, langit menghitam, lalu berubah menjadi pusaran badai keunguan yang mengamuk liar—berputar-putar seperti murka langit yang kehilangan kendali. Kilat menyambar tanpa pola, memecah udara dengan letupan mengerikan, seperti taring naga yang menggigit dunia.Tanah di bawahnya pun tak kalah murka. Tanah Terlarang, yang dulunya sunyi dan penuh aura leluhur, kini bergetar hebat. Getaran itu bukan karena gempa—melainkan akibat dari pertarungan sebelumnya, pertarungan yang mengguncang dimensi spiritual.Dan di pusat kehancuran itu, berdiri satu sosok.Kevin Drakenis.Tubuhnya compang-camping, berdarah. Jubah hitamnya robek seperti kulit ular setelah bertempur dengan takdir. Dari pelipisnya mengalir darah hangat yang perlahan menetes ke batu, menyatu dengan merah dari tubuh-tubuh lain yang telah tumbang. Di sekelilingnya, Lima Petir Iblis terbujur kaku, tak bern
Tapi belum sempat Kevin bernapas, Mordrek muncul dan menyerap seluruh petir Kevin ke tubuhnya. Rune di tubuh pria itu menyala gila."Terima kasih atas kekuatanmu, Drakenis. Sekarang rasakan balasannya."Kevin terhempas puluhan meter saat tembakan balik petir menghantamnya. Separuh jubahnya hangus, kulit dadanya mengelupas.Namun, ia tertawa."Heh... gila juga kamu... Tapi aku lebih gila."Darah menetes dari pelipis Kevin Drakenis, mengalir perlahan menuruni garis rahangnya, menyusup ke sudut bibir, lalu jatuh membasahi kerah jubahnya yang koyak. Hembusan angin membawa aroma besi yang pekat, bercampur dengan asap tipis yang berasal dari luka bakar di tubuhnya. Di antara gempuran badai petir yang mulai mereda dan puing-puing medan perang yang berserakan, ia berdiri tegak—gontai namun tak terkalahkan.Tangannya yang satu menggenggam erat Pedang Naga Petir yang kini bergetar pelan, seolah ikut menahan amarah tuannya. Tangan lainnya, meski bergetar karena nyeri dan kelelahan, menyelip ke ba
Langit seakan pecah.Petir menyayat langit malam, menyinari medan pertempuran yang dipenuhi puing, retakan bumi, dan sisa tubuh yang hangus. Aroma logam, darah, dan listrik terbakar memenuhi udara. Dan di tengah kekacauan itu, Zellvor menjadi yang pertama meluncur—gerakannya nyaris tak kasatmata, hanya kilasan bayangan petir yang berputar membentuk pusaran.Cambuk petir miliknya—panjang, hidup, dan mengaum seperti binatang buas—meluncur ke depan dalam lintasan melingkar. Ujungnya memekik saat memecah udara, menciptakan medan listrik tekanan tinggi yang menggetarkan tulang bahkan sebelum menyentuh kulit. Tanah di sekitarnya bergelombang, batu-batu kecil melayang, terseret gravitasi listrik.SRAAAAKKK!!!Tapi sebelum ujung cambuk menyentuh daging Kevin, sebuah energi padat meledak dari tubuh pemuda itu. Phantom Gods Blast—jurus tingkat lanjut yang jarang ia gunakan karena tekanan baliknya bisa menghancurkan organ dalam.Ledakan itu bukan sekadar benturan. Ia seperti kehendak dari entitas