BERSAMBUNG
Dua hari kemudian, seperti biasa masuk seorang anak buah Alex yang akan antar makanan.Hagu ingat, inilah salah satu anak buah Alex yang mempermaknya. Saat ini tangan dan kaki Hagu memang di lepaskan ikatannya, karena dianggapnya Hagu masih ‘lemah’ dan tak berdaya.Begitu pria ini meletakan makanan, bahkan makanan tadi di ludahinya, secara tiba-tiba Hagu bergerak.Tangan kokoh Hagu mempiting leher orang ini. Krakkk…!Sekali putar, leher orang ini patah dan tewas seketika dan tubuhnya yang lunglai di tahan Hagu agar tak menimbulkan suara saat jatuh.Suchida sampai terbelalak dan menutup wajahnya, menahan mulutnya agar jangan bersuara.“Suchida, ayo kita keluar dari tempat ini?” bisik Hagu dan menarik tangan Suchida agar bangkit.“Kamu sudah sembuh?” bisik Suchida masih terheran-heran, sekaligus takjub melihat keganasan Hagu barusan, sekaligus melirik ngeri tubuh anak buah Alex yang sudah berupa jasad, gerakan Hagu bak pembunuh profesional saja.“Sejak kita di bawa ke sini aku sudah semb
Markas Alex White masih terlihat sepi-sepi saja, artinya mayat 3 anak buah Alex masih ada di sana dan Hagu lalu ajak Suchida cari penginapan tak jauh dari tempat ini, sekaligus pantau markas ini.Penantian Hagu tak sia-sia, malamnya Alex White datang bersama 5 anak buahnya, bukan main murkanya Alex melihat 3 anak buahnya tewas dan dua tawanannya kabur. “Bangsat, pantas keluarganya batal transfer uang ke rekeningku yang ada di Kamboja ini,” teriak Alex saking murkanya, sambil melihat 5 anak buahnya angkat 3 jasad yang sebelumnya di suruh menjaga Suchida dan Hagu.Lalu mayat-mayat tadi di kubur tak jauh dari markas ini.Alex sampai menendang pintu ruangan di mana Suchida dan Hagu di tahan, tempat ini telah kosong melompong, yang ada hanya bekas-bekas tali dan kain untuk menutup mulut dan mata kedua tawanannya itu.Tiba-tiba dia kaget, mendengar bunyi gedebukan di luar ruangan, begitu dia keluar, wajahnya berubah pucat. Kelima anak buahnya jatuh bergelimpangan dan rata-rata kakinya patah
Hagu tak tahu kalau Alex White di anggap sebagai warga ke hormatan oleh negara ini, karena punya sebuah rumah kasino yang lumayan besar dan datangkan devisa bagi negeri ini.Hagu kini duduk termenung di kafe ini, memikirkan akan kemana lagi, sebab dia benar-benar tak hapal daerah ini, bingung akan kabur kemana.“Duhh…kenapa aku malah jadi borunan…ahh aku lupa, di sini bukan Timteng, pasti ada hukum…aghh bodohnya aku, harusnya tak perlu di bikin mati, cukup di beri hajaran saja,” batin Hagu sambil hela nafas.Namun nasi sudah jadi bubur, tak mungkin lagi Hagu tarik mundur.Sejak masuk ke kafe ini, seorang wanita cantik sekaligus pemilik kafe merangkap pelayan terus menatapnya. Lalu wanita ini mendekati Hagu.“Halo ganteng, namaku Crea, kamu siapa?” sapa seorang wanita cantik ini gunakan Bahasa Inggris yang fasih.“Namaku…Hagu.” sahutnya cepat.“Tampaknya tuan Hagu baru pertama kali ke sini?” pancing Crea sambil minum bir dan menawarkan apakah Hagu mau menambah minumannya lagi.Tapi Hagu
Kini Hagu duduk bersama 3 orang ini dan dia mendengarkan cerita dari wanita yang bernama Sari, yang mengaku berasal dari Sukabumi ini.Plakk…!Hagu tak sadar menepuk jidatnya, baru nyadar kebodohannya, dirinya terlalu lugu dan polos begitu saja percaya dengan wanita bernama Crea ini dan kin terjebak di tempat ini.“Jadi kita semua di sini menunggu calon pembelli ginjal, kalau ada yang butuh dan berani bayar tinggi, maka siap-siapa salah satu atau bahkan kita semuanya akan di ambil ginjalnya,” cetus Sari lagi lalu sambil memusut air matanya.Sari juga bilang, mereka sudah hampir 1,5 bulan berada di sini. Ternyata bukan sehari dua hari Hagu dan di sekap bersama ke 3 orang ini, tapi kini sudah hampir 2 mingguan.Selama itu pula, secara tak langsung Hagu mulai paham bahasa Indonesia, otaknya yang cerdas dan miliki daya ingat kuat, membuat Hagu mulai bisa bercakap-cakap gunakan bahasa ini. Selain Sari, dua orang lainnya bernama Ona dan Boby.“Tenang saja, kita tak akan mati konyol di sini
Lalu Hagu keluar dari mobil ini dan dia di pandang heran oleh Boby, Sari dan Ona, karena Hagu terlihat berjalan hati-hati menuju ke kafe di seberang jalan lumayan ramai di pelabuhan ini.Hagu sengaja tutupi wajahnya dengan topi, dia masuk ke kafe milik Crea. Dendamnya ke wanita ini membuat Hagu ingin ‘selesaikan’ Crea saat ini juga.Hagu mempunyai sifat dendam yang akut, dia tak akan puas kalau musuhnya tidak habis, inilah hasil dia jadi milisi selama bertahun-tahun di Timteng, hawa membunuhnya sangat kuat.Hagu kini berpura-pura sebagai pengunjung kafe ini, tapi matanya mengawasi di mana si Crea berada. Kafe malam menjelang malam ini lumayan ramai, walaupun kafe ini tak begitu luas.Setelah pesan bir, ia sengaja duduk di pojokan dan mengamati tempat ini, orang yang dia cari-cari belum terlihat.Hampir 1 jam Hagu duduk akhirnya orang yang ia tunggu-tunggu terlihat, namun Hagu tetap sabar menunggu.Tak lama kemudian, Crea terlihat baru datang mulai sibuk perintah ini itu pada anak buahn
Tiba-tiba tangan Hagu bergerak. Dorrr…dorrr…dorr…dorr…dorrr pistolnya menyalak sampa 5X, Korsan dan 4 anak buahnya terjengkang dengan perut berlumuran darah terkena tembakan cepat Hagu.Korsan tak pernah menyangka, Hagu adalah mesin pembunuh berdarah dingin dan sekali bertindak tak pernah tanggung-tanggung.Crea sampai berlutut saking kaget dan tidak menyangka cepatnya Hagu bertindak.Hagu lalu injak dada Korsan. “Di mana kamu sekap anak Crea?” dengus Hagu sambil todongkan pistolnya ke wajah Korsan.Korsan terlihat kebingungan karena tak bisa Bahasa Inggris. Crea lalu buru-buru terjemahkan ucapan Hagu.Dengan wajah ketakutan, Korsan sebutkan tempatnya dan…setelah itu kepalanya terkulai, dengan berdarah dingin Hagu injak dada Korsan dengan keras dan pentolan penjahat ini mati seketika.Crea sampai menutup wajahnya, saking takutnya melihat kekejaman Hagu.“Cepat Crea, ambil anakmu itu, sebelum orang-orang berdatangan,” cetus Hagu kalem dan dengan kaki gemetaran Crea masuk ke markas ini d
Mendengarkan niatan Boby, Sari dan Ona yang akan pergi dari negeri ini, Crea pun mengangguk paham, dia bahkan berniat akan bantu ke 4 nya kabur dari negara ini.Namun masalah muncul, karena paspor mereka di tahan kelompok Korsan dan lupa di cari di markas komplotan itu.“Satu-satunya jalan, kalian harus ikut kapal motor yang akan melewati sungai di belakang rumahku ini, kapal motor ini biasanya memang sering bawa penumpangnya kabur ke Malaysia. Tapi masih 3 harian lagi baru lewat. Jadi kalian ku minta tetap bersembunyi dulu di sini,” saran Crea.“Iya itu masuk akal juga, kita tak bisa balik ke pelabuhan, pasti di sana paspor kita akan di tanya. Kalau paspor kita tidak ada, bisa jadi kita akan di tangkap aparat dan di tuding sebagai pendatang haram,” sela Sari, yang selama ini bersama Ona hanya jadi pendengar yang baik.“Baiklah, mau tak mau kita akan menunggu di sini selama 3 harian,” sahut Hagu dan kini makin percaya dengan Crea, pastinya diam-diam kagum juga dengan kecantikan wanita
Tiba-tiba Hagu kaget, saat tangan lentik Crea meraba pahanya, jantung Hagu kontan berdetak kencang. Anehnya kali ini dia diam saja, beda saat bersama Arai, tangan wanita itu dulu di kibaskan.“Kata orang, kalau di pegang langsung tegang, benaran perjaka!” canda Crea sambil berbisik, sampai dengus nafasnya menerpa wajah Hagu.“Masa sih, jadi kamu belum percaya…coba pegang!” tantang Hagu mulai terbawa suasana.Dan Hagu kaget setengah enak, saat tangan lentik dan halus Crea mulai menyelusup ke celana nya dan memegang ularnya…dan dalam hitungan detik pelan-pelan mulai terbangun.“Benaran perjaka tuan, sudah mulai keras…besar lagi,” bisik Crea terkaget-kaget sekaligus mulai terbakar sendiri. Tak menyangka pemuda ini memiliki size di atas rata-rata. Tak ada apa-apanya milik mantan suamiku, batinnya.Di usianya yang sudah hampir 22 tahunan, inilah pertama kalinya benda keramat milik Hagu di pegang seorang wanita dewasa.Reaksi Hagu…diam saja menikmatin, tanpa ada niat menghentikan ulah nakal
Mahyudin kini sudah bisa menghirup udara bebas setelah hampir 6 tahunan di penjara khusus ini, tapi Risna tak bisa menjemputnya, karena ada kesibukan.Tujuan pertama Mahyudin awalnya ingin kembali ke rumah mereka yang di tinggali kakaknya, tapi karena ingin nikmati kebebasannya, ia malah jalan-jalan dulu.Tubuhnya makin jangkung, tidak lagi kurus dan tegap kokoh dengan berat badan proporsional. Brewoknya juga mulai lebat dan di sengajanya tak di cukur, termasuk rambutnya yang mulai gondrong.Di usia 21 tahunan lebih dan sebentar lagi 22 tahunan, Mahyudin benar-benar berubah dari 6 tahunan yang lalu. Tentu saja wajahnya yang sudah makin dewasa, makin tampan saja.Hanya satu yang sama, tatapannya yang makin tajam dan sering terlihat murung!Sambil bawa ranselnya yang di gantung di bahu kanan, Rey sengaja jalan-jalan untuk menikmati kebebasannya. Puas jalan kaki, dia lalu cegat taksi.Bukannya langsung pulang ke rumah, Mahyudin bahkan sengaja turun di daerah Mangga Besar, dia seolah ingin
Mahyudin yang tiba duluan, lalu memeriksa kondisi si Kakek Incang.Begitu Mahyudin raba dada dan lehernya, si kakek kurus tinggi ini memang sudah dingin, tanda baru saja meninggal dunia.Mahyudin memandang wajah kurus pucat si kakek yang sudah beri dia ilmu kebal ini, tapi ia kini terikat sumpah, untuk membunuh Ryan Hasim Zailani.Tak lama tenaga medis yang datang bersama Bu Inge juga tiba dan mereka memastikan, si kakek misterius ini benar-benar sudah meninggal dunia karena serangan jantung, juga akibat kelelahan, selain faktor usia yang sudah renta, lebih 70 tahunan usianya.Mahyudin menatap iba nisan Kakek Incang yang meninggal tanpa ada satupu sanak family yang pernah datang menjenguknya.Mahyudin-lah sebenarnya yang paling penasaran dengan latar belakang kakek Incang ini.Dia pun juga masih ingat dengan sumpahnya, dengan kakek ini, untuk membunuh Ryan Hasim Zailani.“Siapakah sebenarnya Kakek Incang alias Alex White ini? Ahhh iya, aku akan tanya ke Bu Inge saja, pasti si montok it
Pukul 16.30 Mahyudin berjalan menuju ke kantor LPKA, dia balas menyapa beberapa pegawai yang pulang.Saat ingin mengetuk pintu Bu Inge, Mahyudin menahan langkahnya, si montok gemoy ini sedang asyik joget-joget di depan ponsel premium-nya.“Korban lipsing medsos,” batin Mahyudin, yang sudah tahu saat ini mewabah aksi warga negara ‘konoha’ dengan medsos yang berasal dari negeri Cina itu.Joget-joget lipsing di mana saja dan kapan saja tanpa rasa malu lagi. Makin heboh dan memalukan gayanya malah makin di sukai penontonnya.“Ih kamu udah datang, masuk dong ganteng, masa diam di sana, terpana ya lihat joget akiuuu yang asooy, maklum views aku nambah terus nih, dikit lagi bakalan nambah jadi 100 ribu loh, kamu harus follow yaahh he-he-he!” dengan tetap bergaya genit Bu Inge tarik tangan Mahyudin.“Iya, joget ibu hot, kayak kompor!” sahut Mahyudin cuek.“Ihh segitunya,” Bu Inge cubit paha Mahyudin, hingga pemuda ini kaget juga, nyubitnya malah hampir kena di area sensitivenya.“Woww…pahanya
Mendengar pertanyaan Mahyudin, si kakek ini terdiam sejenak.“Abu-abu…bisa di bilang mereka itu mafia sejak kakek moyangnya, bisa juga tidak! Keluarga mereka itu terkenal hebat dan tak ragu bunuh siapa saja. Makanya keluarga mereka itu jadi salah satu keluarga berpengaruh di negeri ini, di samping kekuatan duitnya yang tidak berseri lagi…!” sahut si kakek ini sambil hela nafas.“Hmm…hebat juga keluarga itu, tak aneh kalau kakek kalah!” gumam Mahyudin.“Aku hanya minta kamu bunuh si Ryan Hasim Zailani! Hasim Zailani yang lain-lain aku tak peduli, sebab dialah orang yang bikin kakiku buntung!” sahut si kakek ini dengan nada geram.Mahyudin terdiam, melihat si kakek kayak sesak nafas begitu, dia tak jadi bertanya sebab musabab pertentangan kakek ini dengan Ryan Hasim Zailani, yang Mahyudin duga pasti sejak muda.“Din, soal harta karun, kelak kalau kamu ada uang, berangkatlah ke Lebanon, di sana kelak kamu temui seorang wanita keturunan Arab bernama Taffania, dia sudah agak tua.”Kakek ini
"Aku akan beri kamu ilmu kebal bacok, tapi kamu harus bantu aku, apakah kamu sanggup?”“Sebutkan saja kek,” sahut Mahyudin kalem, sambil tuntaskan makannya dan minum dengan tenang.“Kamu harus membunuh seorang laki-laki yang bernama Ryan Hasim Zailani dan aku juga akan beri kamu petunjuk penyimpanan sebuah harta karun!” sahut si kakek ini.“Membunuh….? Ada masalah apa sehingga kakek begitu dendam dengan orang yang bernama Ryan itu? Harta karun apa kek?”“Dia yang bikin aku di sini dan lihat aku terpaksa gunakan kaki palsu, soal harta karun itu nanti kita bicarakan!” si kakek ini perihatkan kaki kanan-nya yang gunakan kaki palsu.“Pantas kakinya pincang, ternyata gunakan kaki palsu,” batin Mahyudin.“Nah bagaimana, maukah kamu bersumpah, untuk bunuh orang itu? Kalau kamu mau, malam ini paling lambat pukul 11.30 malam, temui aku di di bagian belakang tempat ini, di mana aku tinggal, sekaligus aku akan jelaskan soal harta karun itu…!”Si kakek ini pun lalu pergi dengan jalan terpincang-pi
Namun Mahyudin terutama Risna lega, adiknya ini tidak harus masuk LP, tapi di masukan di sebuah di Lembaga Pembinaan Khusus Anak alias LPKA, terpisah dari penjara orang—orang dewas, di bawah binaan dan pengawasan pengadilan…!Mulailah Mahyudin jalani kehidupan di LPKA ini sebagai narapidana. Dia bahkan wajib masuk sekolah yang ada di LPKA ini.Mengetahui Mahyudin belum pernah sekolah, dia pun harus memulai dari sekolah paket A. Tapi Mahyudin tak masalah, justru senang, dia bakal dapat ijazah paket A, B dan C..!Mahyudin tidak terlalu terbebani tinggal di LPKA ini, yang punya aturan sangat ketat, apalagi posisinya seorang narapidana.Ia sejak kecil sudah terbiasa hidup susah dan terbiasa tidur di mana saja. Mahyudin bukan remaja manja dan terbiasa hidup enak, justru sebaliknya, sejak lahir sudah hidup menderita.Mahyudin bahkan lega, makan tidur teratur dan imbasnya…tubuhnya mulai berisi.Risna seminggu 2X jenguk adiknya ini.“Kaka jangan sering-sering ke sini, mending majukan usaha dan
5 rekannya berlompatan saking kagetnya. Tapi Mahyudin bergerak lebih cepat, setelah menusuk leher Paul, dengan sekuat tenaga Mahyudin mengayunkan belati panjangnya.Crusss…satu orang kena perut dan ususnya terburai, orang ini yang tadi bilang main kasar dengan Risna, saat ‘memperkosanya’.Strattt…Mahyudin kaget, salah seorang membalas dirinya dan menusuk ke arahnya, tapi Mahyudin refleks menghindar, tapi tak urung jaket denimnyya sobek, terkena pisau orang ini, lenggannya tergores dan keluarkan darah.Mahyudin lalu sekuat tenaga menyabetkan belatinya. Crokkkk…bahu orang ini kena, menyerempet ke leher, luka besar menganga di leher itu, darah muncrat ke sana kemari, Mahyudin lalu barengi dengan tendangan keras.Orang ini terjengkang menimpa tembok kamar, lalu kejang-kejang dengan darah terus mengucur, lalu diam tak bergerak."Hiatttt...!Sisa dua orang serentak menyerangnya, Mahyudin merunduk.Cusss…tusukan belatinya menusuk perut salah seorang penyerangnya, Mahyudin secepat kilat bergul
“Kamu mau apa tanya-tanya di mana si Paul tinggal Din?” Risna curiga saat adiknya bertanya di mana alamat mantan suaminya.“Tak apa kak, hanya ingin tahu saja!” sahut Mahyudin kalem.“Din…dia itu preman, kamu jangan macam—macam, kakak takut kamu kenapa-kenapa? Kakak tak mau kita terpisah lagi,” sahut Risna, tapi Risna menyebutkan juga alamatnya. Gara-gaar Mahyudin tetap membujuknya.Sejak tinggal berdua di rumah seharga 800 jutaan ini, Risna diam-diam ‘ngeri’ melihat adiknya saban hari latihan beladiri seorang diri di halaman belakang rumah yang lumayan besar dan mewah ini.Mahyudin terlihat memukuli dan menendang sansak yang berisi pasir, sampai lecet tangan dan kakinya, saking kerasnya remaja memukul.Tubuh kurus Mahyudin makin kokoh dan keras saja, sebab latihan ini tidaklah sebentar, bisa berjam-jam. Hanya berhenti kalau sudah kecapekan.“Hanya olahraga saja ka, bukan buat cari musuh, lagian mumpung aku ada waktu sebelum kembali berlayar…!” itulah alasan Mahyudin, sehingga Risna
Risna langsung genggam tangan Mahyudin, ini meredakan emosi remaja ini, Mahyudin lalu cabut dompetnya dan keluarkan kartu ‘visa’ miliknya.Agaknya se marah dan se muarka apapun Mahyudin, hanya kakaknya ini yang mampu meredakannya.Saat menatap wajah khawatir kakaknya, Mahyudin yang semula mengeras wajahnya pelan-pelan mulai surut. Di usianya yang masih remaja, bagi Mahyudin, sifatnya dia mirip lagu Bang Haji, darah muda, ngamuk dulu urusan belakangan..!!“Mana mesin gesek kamu, aku bayar sekarang juga,” dengus Mahyudin lagi, si mucikari ini langsung senyum lebar. Misinya sukses, dia sebenarnya ngeri melihat wajah remaja ini yang tadi merah padam, tanda emosinya memuncak.Walaupun ada centeng-nya, tapi dia sangsi juga melihat tongkrongan Mahyudin ini, kurus tinggi, tapi berbadan kokoh.Dia lalu panggil si resepsionest tadi yang datang tergopoh-gopoh dengan membawa mesin penggesek duit atau mesin EDC (Electronic Data Capture).Si resepsionest ini menerima kartu visa Mahyudin dan di tusu