BERSAMBUNG
“Tuan Mahyudin, aku sudah memutuskan, kita akan ke lokasi di mana harta itu di sembunyikan,” Abu Rawi langsung saja ke pokok pertemuan mereka saat ini.“Tapi…kita kan tak punya peta satunya! Bagaimana bisa kita temukan lokasinya?” kata Mahyudin kaget, sekaligus bertanya.“Tuan, aku baru ingat, beberapa tahun yang lalu, ada kelompok gangster yang di pimpin seorang wanita bernama Taffania yang pernah mencoba cari harta itu, tapi tak ketemu. Nah sekarang giliran kita yang coba peruntungan, sekalian akan kita rampas peta itu dari wanita itu, kebetulan aku ada perhitungan lama yang belum selesai dengan orang itu!” cetus Abu Rawi.“Hmm…ya itu satu-satunya jalan, akan sia-sia pencarian kita kalau peta itu tak di temukan dan di satukan dengan peta yang aku miliki ini,” sela Mahyudin, yang sama sekali tak tahu bagaimana rupa Taffania itu.Dia juga sengaja tak cerita, sebab kini Abu Rawi malah sudah tahu, peta itu di pegang wanita tersebut.Abu Rawi lalu bilang, mulai besok, dia dan beberapa an
“Amazingggg…kamu cerdik dan tak berbohong anak muda, panggil namaku Abu Rawi!” kata si ketua ini, sambil terkekeh masih gunakan bahasa Latin, sikapnya kini berubah 180 derajat.“Tapi kita tak bisa temukan harta karun itu Tuan Abu Rawi, sebab separu petanya lagi masih hilang dan sampai kini tak tahu di mana bagian peta separu itu berada,” cetus Mahyudin.Lalu Mahyudin jelaskan di mana perkiraan letak harta karun tersebut. Abu Rawi kembali terdiam sambil menyimak penjelasan Mahyudin.Kemudian sambil isap cerutunya dia tersenyum.“Tenang Mahyudin, sebentar…hei kamu panggil si Inara ke sini cepat!” perintah Abu Rawi pada salah satu pengawalnya.“Minum dulu air ini, ini minuman khas kurma, ada dikit alkohol-nya biar badan hangat,” Abu Rawi sodorkan satu botol dan Mahyudin pun mengangguk lalu minum tanpa ragu. Tak sampai 10 menitan, seorang wanita yang kenakan cadar datang dan baju kurung agak lebar datang ke ruangan ini.“Ada apa paman Rawi?”“Inara, duduk dekat paman, ini kenalkan Mahyudi
Bukannya merasa aman lewat Teluk Aden, justru Mahyudin ingat pengalamanya sebagai pelaut, kalau di daerah ini sering terjadi pembajakan dan penculikan, yang kemudian minta tebusan dengan angka yang kadang tak masiiuk akal.Tanpa Mahyudin sadari, kelompok Semut Merah musuh sengit kelompok Tuan Abud, justru sering lakukan pembajakan di sini.Sudah hampir 6 jam dia menjalankan kapal motor ini dan apesnya BBM kapal ini tinggal satu garis lagi."Waduh, bisa mati mendadak di tengah laut kapal ini," keluh Mahyudin melihat bahan bakar yang mau habis.Sambil jalankan mode otomatis di kemudi kapal ini, Mahyudin lalu siasati menyembunyikan peta ini agar aman.Saat menatap sepatunya, senyum mengembang di bibirnya. Secara hati-hati dia melipat peta tadi, lalu menaruhnya di sepatu.Baru saja selesai, dia pun kini waspada tingkat tinggi…di depannya terlihat sebuah kapal, yang agaknya sengaja menghadangnya.Saat Mahyudin cek pistolnya, hanya terisi 3 peluru lagi. Mahyudin pun terpaksa menahan laju kap
Joni White lalu alihkan pandangan ke arah Mahyudin, namun belum sempat Joni membuka mulut, tiba-tiba…bummm…bumm!Terdengar suara ledakan granat dan bom kecil tapi efeknya dahsyat yang sangat keras dari luar markas ini.Saking kerasnya getarannya bak gempa bumi saja, ke 4 orang ini sampai terlempar dari kursi masing-masing.Mahyudin juga ikut terlempar dari tempatnya dan anehnya dia malah terlempar ke dekat meja di mana tadi peta itu di hamparkan Joni White.“Kelompok Semut Hitam menyerbu markas kita,” teriak anak buah Tuan Abud dari luar bangunan ini.“Bangsat…kelompok pemberontak itu datang balas dendam, setelah barang mereka kami rompak!” cetus Tuan Abud, lalu ambil senjatanya, termasuk Tuan Oscar, Joni White dan juga Datuk Lung.Terjadilah aksi tembak menembak yang sangat sengit. Mahyudin yang kini berlindung di balik meja yang terbalik akibat guncangan keras tadi, ikut merunduk, walaupun tangannya masih terikat.Saat aksi tembak menembak ini, Mahyudin sedapat mungkin gosok-gosok t
Pilot jet pribadi ini tahu bandara perintis di negara Somalia itu, sehingga di sanalah dia mendaratkan pesawat ini, setelah lebih dari 18 jam mengudara dengan 2X transit untuk isi bahan bakar.Kaget juga Mahyudin, di bandara perintis ini sudah 3 buah mobil menunggu mereka, Mahyudin sama sekali tak tahu, Joni White dan Datuk Lung adalah mafia lintas negara, mereka punya link di mana-mana.Sang pemimpinnya yang menjemput mereka di panggil dengan nama Tuan Oscar!Kini mata anak muda tersebut mulai terbuka, orang yang ia hadapi merupakan komplotan tak main-main, yang tak segan habisi siapa saja yang halangi niat mereka.Mahyudin tahu, karena paham apa yang mereka bicarakan, bahkan yang bikin Mahyudin mulai kecut, mereka ini aslinya ‘berteman’ dengan kelompok Tuan Abud!Joni dan Datuk Lung tak menyangka kalau Mahyudin lihai berbagai macam bahasa asing, hasil sebagai pelaut selama 8 tahun, membuatnya mengerti bahasa-bahasa asing. “Sialan, tak ku sangka mereka malah berteman!” gerutu pemuda
Joni White ternyata sangat cerdik dan licik, dia suruh anak buahnya ikat tangan Mahyudin baik saat menuju pesawat maupun di dalam pesawat.Beruntung tanganya tak di telikung, sehingga terhindar dari siksaan selama berjam-jam menuju ke Afrika dengan dua kali transit ini.Di dalam pesawat ternyata sudah ada rekan Joni White, logatnya seperti orang Melayu, dan di panggil Joni dengan sebutan Datuk Lung, usianya tak beda jauh dengan Joni.Dialah pemilik jet pribadi sekaligus sohib Joni dan kini bersama-sama menuju ke Afrika.“Hmm…jadi dia sudah di beritahu ayah kamu itu, kalau peta satunya di pegang Tuan Abud, si tokoh bajak laut itu?” tanya Datuk Lung dalam Bahasa Inggris ke Joni White.“Iya, aneh juga ayahku itu, pada anak muda ini malah begitu terbuka, pada aku sebaliknya, makanya aku penasaran dengan si Mahyudin itu!” sungut Joni terlihat kesal.“He-he…kamu kan anak yang tak diinginkan, makanya dia tak suka dengan dirimu, nggak aneh sihh,” cetus Datuk Lung terkekeh. wajah Joni White lan
Byurrr…Mahyudin gelagapan saat kepalanya di siram air dingin, oleh salah satu anak buah Joni White yang kini berdiri bercakak pinggang dan menggulung him-nya, sambil menatapnya sinis.“Kamu tidak usah berbohong, kamu pasti anaknya si Hagu Hasim Zailani bangsat itu bukan?” Joni kini menatap tajam wajah Mahyudin, yang kini di ikat di sebuah tiang bangunan yang mirip pondok.“Sudah aku bilang aku bukan anaknya, kenal pun kagak!” sahut Mahyudin dan balas menatap wajah Joni tanpa rasa takut.Mahyudin sampai bingung sendiri, kenapa Joni ini menuduhnya anak orang yang tak pernah dia kenal, apalagi melihat batang hidungnya seperti apa. Bukkk…bukkk…plakkk….arghhh!Mahyudin yang badannya terikat dan tangannya di telikung ke belakang sampai terbungkuk, saat tinju keras menghantam perutnya dan tamparan Joni melayang di pipinya, hingga matanya berkunang-kunang.Saking kerasnya tamparan yang menerpa pipinya tersebut.Apalagi diajuga baru sadar dari pengaruh obat tidur atau bius yang di berikan Alia
Inilah yang tak di sangka-sangka Mahyudin, dengan kasar Joni White dorong Alia mendekati Mahyudin, untung Mahyudin sigap menangkap tubuh Alia.Sehingga wanita cantik ini tidak jatuh ke lantai dan…Joni nya langsung bangkit, sama sekali tidak ada penyesalan apapun di wajah si kumis ini.“Met bersenang-senang ya.”Usai berkata begitu, Joni White dengan cueknya dan diikut kedua pengawalnya langsung pergi dari hadapan Mahyudin dan Alia.“Makasih,” Alia lalu bangkit dan duduk di sisi Mahyudin.“Hmm…gila orang itu, dorong kamu kayak nge-dorong barang saja,” cetus Mahyudin, tidak mengira betapa kasar dan sama sekali tidak menghargai seorang wanita.“Nggak usah di ambil hati, emank begitu kelakuannya. Masih untung aku tak di hajarnya, kita ke kamar kamu saja yuks,” ajak Alia tiba-tiba, hingga Mahyudin terkejut, baru kenal saja sudah langsung mengajak ngamar.Tapi dia terpaksa mengiyakan dan mereka kini menuju ke kamar pemuda ini. Alia bilang dia adalah seorag pramugari dan saat ini jeda terbang
Mahyudin kini sudah dalam perjalanan menuju Batupecah, yang bisa di tempuh lebih cepat dengan adanya jalan alternative, kembali dia boking mobil travel, agar cepat sampai ke tujuan.Ingat Irma yang miliki bukit kembar aduhai, Mahyudin senyum sendiri. Gara-gara kelakuan nakalnya di pantai itu, Irma sampai ngajak dia chek in di sebuah hotel, tapi Mahyudin dengan halus menolaknya. “Esam…Desa Bitahan…!” batin Mahyudin.Tak sampai 3 jam dia kini sudah sampai, karena sudah malam, Mahyudin pun cari hotel untuk nginap.Hanya ada satu hotel berbintang 5 di sini, yakni Hotel Audrey, ke sinilah Mahyudin menuju. Mahyudin tentu saja tak tahu kalau pendiri hotel ini ada hubungannya dengan klan Hasim Zailani.Sang pendiri adalah Oktaviani, anak dari Brandi Hasim Zailani dan Audrey, mantan kekasihnya jaman SMU.Kini hotel tersebut sudah di warisi cucu sang pendiri dan miliki jaringan hotel lainnya di seluruh Pulau Kalimantan hingga Sulawesi dan sahamnya 40 persen milik anak perusahaan Kanah Group.Ok