Selamat pagi Merauke
Tidak ada bangun pagi, tidak ada acara suami ke pasar, tidak ada masak sarapan, bebas, hanya bersenang-senang menikmati hari menunggu waktunya si dede keluar.
"Bun, ayah beli sarapan dulu ya," pamit suamiku, ia bergegas keluar dari kamar kos kamu yang lumayan berukuran besar, ada 2 ruang kamar tidur, ruang tamu ruang tengah, juga kamar mandi.
"Iya, kalau ada nasi kuning ya, sayang?" pintaku.
"Oke, baik." Suamiku bergegas pergi dan menutup pintu kos.
Aku kembali berbaring dengan santai sambil memainkan ponselku, ku lirik sesaat di tempat charger, ternyata suamiku tidak membawa ponselnya. Bergegas ku ambil lalu ku jelajahi semua aplikasi di dalamnya.
Tak lupa ku periksa inbox yang masuk di laman facebooknya, juga memeriksa chat yang masuk ke aplikasi whatsappnya. Tidak ada yang mencurigakan, semua aman-aman saja. Aku kembali m
Ulang tahun yang terlupakan24 September 2019, genap usiaku 33 Tahun, ini adalah ulang tahun pertama ku bersama suami, Aku berharap ulang tahunku kali ini spesial. Aku sudah menghayalkan kejutan-kejutan yang akan diberikan suamiku hari ini, seperti idaman para wanita lainnya diam-diam dibelikan kue atau sekadar diberikan kado juga bunga.Aku yakin semua wanita juga memiliki keinginan yang sama sepertiku, diperlakukan spesial oleh suaminya. Tepat pukul 5 pagi aku bangun dari tidurku yang aku ambil pertama adalah hp-ku, ada beberapa pesan yang masuk, ada beberapa notifikasi di aplikasi facebookku. Aku buka satu persatu, semuanya berisi ucapan selamat ulang tahun untukku.Dari beberapa sahabat-sahabatku kemudian teman seperjuangan juga keluarga, mereka memberikan ucapan yang sama, selamat ulang tahun. Satu persatu ku balas pesan itu dengan sopan, tak ada yang ku lewatkan satupun.Pukul 7 p
Rasanya sudah sangat lama kami berada di Merauke. Aku tidak menyangka jika HPL akan terlihat di akhir oktober, aku fikir awal oktober sudah bisa melihat calon putriku di dunia.Harus lebih sabar bertahan tanpa kegiatan apapun di kos ini, begitupun suamiku, ia sudah terlihat sangat jenuh menajalani hari-hari yang hanya disibukkan dengan bermain HP, jalan-jalan, makan dan tidur. Rutinitas yang lama-lama ternyata membosankan juga."Ayah ... Apakah Ayah sudah siapkan nama untuk calon bayi kita?" tanyaku pada suami yang masih asik berbaring sambil memainkan ponselnya."Belum ada Bunda ... kira-kira Bagusnya kasih nama siapa ya?" Suamiku balik bertanya."Boleh nggak, kalau Bunda yang siapkan nama?" tanyaku lagi."Iya, Bunda siapkan saja namanya, terus nanti, Bunda tanya sama bapak kira-kira nama yang bagus mana," jawab suamiku.Akhirnya aku mencoba un
1 Oktober 201907.00 am, suamiku masih terlelap, entah kenapa perasaanku gelisah, bahkan sangat gelisah. Aku mencoba menggeser tubuhku yang beratnya sudah mencapai 59 kg, seingatku dulu muda, beratku hanya 45 kg saja.Ada sesuatu yang kurasakan seperti meletus di bawah sana, di bagian sensitifku, dan tiba-tiba byur ... Ada cairan yang keluar dari selangkanganku, aku mulai panik, ini air apa? Apakah ini yang namanya air ketuban?"Ayah ... Ayah ... Bangun yah, bangun cepat, tolong yah, ayah bangun." Aku menggoyang-gouangkan tubuh suamiku, memintanya segera bangun, sedang di bawah sana, sudah benar-benar basah sekali. Aku takut berdiri."Ada apa, bunda?" tanya suamiku, ia perlahan bangun dan mengucek-ucek matanya."Ayah, bunda keluar apa ini, apa ini air ketuban? Sudah banjir yah, kita ke rumah sakit sekarang," pekikku, aku ketakutan setengah mati.Suamiku tak menjawab apapun, yang ia lakukan adalah bergegas be
"Tunggu ya bu, ibu harus dijahit dulu," ucap Bidan, dan wow.Aku tidak di bisu, jarum dan benang begitu saja rasanya menyayat-nyayat bagian bawahku, aku kesakitan, air mata netes gitu aja."Bu, jangan ditanah begitu, susah jahitnya, nanti ibu bisa pendarahan," pekik bidan memarahiku.Sialan, bidan tidak berperikemanusiaan, ia tidak pernah dijarit apa begini, dijarit hidup-hidup, ini benar-benar sakit sekali, bahkan lama sekali tidak selesai-selesai, siapan. Aku mengumpat dalam hati, apa iya, orang habis melahirkan mau di jahit tidak dibius sih? Gerutuku lagi."Oke, sudah selesai, selamat istirahat bu," ucapnya meninggalkanku yang masih di ruang bersalinKok ga di bawa ke ruang rawat inap sih? Ini gimana sih? Belum lagi ruang bersalin lagi rame, banyak banget yang mau lahiran, pada teriak-teriak semua."Bun, anak kita sehat, dia cantik seperti bunda," ucap suamiku menghampiriku, ia baru saja melihat bayiku di ruang bayi.
Suamiku langsung ngelayap ke rumah tetangga setelah kami sampai di rumah, padahal belum juga masuk rumah, bahkan pintu rumah juga belom di buka. Ihh, ngeselin banget ga sih? Ke mana sih? Coba bukain pintu dulu deh, ga paham banget kalau istri capek."Ayah ke mana sih? Baru sampai bukannya buka pintu malah ke tetangga," gerutuku."Ya Tuhan, ayah ambil kunci, Sayang. Ini kunci kan di titip ke pak Robi, kemarin," jawabnya seraya membuka kunci gembok yang gedenya segenggaman tangannya."Hehehheh kirain ke mana," ucapku terkekeh malu.Ya Tuhan, aku masih ga percaya, di tanganku ada boneka hidup yang lahir dari rahimku. Ya ampun, yang lebih bikin aku ga percaya lagi. Aku yang melahirkan dia, tapi wajahnya 90 persen mirip ayahnya. Astaga, gadis kecilku yang lucu.Suami membuka pintu, baru saja hendak masuk, para tetangga sudah berhambur menghampiriku dan bayiku."Aduh, Bu Andra, sini saya gendong dulu si kecil, ayo ajak ke rumah dulu, biar Pak Andra bersih-bersih rumah dulu," ucap tetangga ya
Suami mulai bertugas lagi di Polsek. Aku bersyukur, karena kita dekat. Dan aku nyaman ada yang membantuku mengurus Ara. Tap sepertinya perasaan yang berbeda dirasakan oleh suamiku. Ia seakan-akan tidak suka di pindahkan lagi ke Polsek. Aku sebagai istri jelas bisa membaca sedikit raut ekspresi di wajahnya.Pagi inix sebelum bayiku terbangun, aku bergegas masuk ke dapur. Membuka kulkas dan mengeluarkan beberapa bahan untuk aku masak.Aku dan suami sama-sama terdiam. Aku masih dengan emosiku sendiri, begitupun dengan suamiku.Tak butuh waku lama, setelah hidangan tersaji aku bergegas menuju kamar mandi. Aku membersihksn diriku, kemudian gegas berganti pakaian. Takut si kecil keburu bangun.Rambut masih acak-acakkan, tak sempat sisir rambut. Aku memberikan asi pada si kecil yang sudah mulai menggeliat dan menangis."Ayah ke kantor dulu," celetuk suami sesaat membuka pi
4 Bulan kemudianTing, sebuah pesan whatsapp masuk ke ponsel suamiku yang memang sedang aku pegang. Ada pesan group dari kantornya. Aku bergegas membuka pesan itu. Sebuah surat perintah yang isinya adalah perihal penugasan. Jelas ku baca nama suami tertera disana. Ia di pindahkan lagi ke tempat sebelumnya."Ayah, gimana ini? Maksudnya apa? Kok ayah bisa dipindahkan lagi?" pekikku, aku mendelik menatap suamiku, aku percaya pasti dia sengaja minta pindah lagi."Eh, apa, Bun? Maksud Bunda apa? Siapa yang pindah?""Ini, baca, apa maksudnya?" Aku menyodorkan ponselnya. Memintanya membaca pesan group yang baru saja aku baca."Kok bisa ayah dipindahkan lagi? Padahal udah enak di sini, ya kan, Bun?" tanyanya beralasan.Ya! Aku yakin itu hanya alibi, pasti suamiku yang minta pindah sendiri. Ia memang maunya tugas di sana. Ga paham apa yang membuatnya betah di sana. Bikin jengkel.Itu yang bikin aku ga yakin dia
Matahari mulai menelisik dari jendela kamarku. Aku terbangun setelah semalaman suntuk tidak bisa memejamkan mataku. Mungkin hanya beberala jam aku terlelap, itupun tidak nyenyak.Ku raih ponselku yang tak jauh dari posisiku. Sama sekali tidak ada pesan ataupun telepon dari suamiku. Aku menghela napas sesaat. Bisa-bisanya suamiku seperti ini.Hari ini aku memilih untuk memesan makanan jadi, posisi Ara suka tidur tak tenang yang tiba-tiba terbangun membuatku enggan meninggalkannya yang masih tertidur.Menghilangkan penat setelah aku sarapan, mandi dan mendanani Ara, aku memilih untuk menghibur diri. Ngobrol dengan beberapa tetangga sebelah rumah."Om Andra sudah nugas lagi ya bu?" tanya Bu Lucas."Sudah bu," jawabku singkat."Kok ibu ga ikut sih ke sana? Kalau saya jadi ibu, sudah minta ikut ke sana. Ga takut nanti suaminya kepincut ladis?" ujarnya."Saya percaya suami saya, bu." jawabku setenang mungkin. Walau pada