Share

Bab 2

Penulis: Merry Raharja
Sesampainya di butik gaun pengantin, Adelio dan Nadira disambut oleh pegawai butik yang langsung mempersilakan mereka masuk terlebih dahulu untuk berganti pakaian.

Adelio berjalan keluar dan membuat beberapa pegawai butik terpesona dengan penampilannya.

Dia memiliki tubuh tinggi dan ramping. Karena rutin berolahraga, tidak ada lemak yang terlihat di tubuhnya. Penampilannya saat ini membuatnya terlihat seperti model profesional.

Saat Nadira berjalan keluar dengan gaun pengantinnya, dia melihat Adelio duduk di kursi sambil melihat ponsel. Jas yang dia kenakan sangat sempurna, lengkap dengan dasi yang sudah diikatkan di sana.

Potongan jas yang disesuaikan dengan bentuk tubuhnya makin menyempurnakan bentuk tubuhnya. Warna hitam pekat itu sangat menegaskan wibawanya.

Nadira berdiri di belakangnya dalam diam, kebetulan melihat pesan yang baru masuk ke ponsel Adelio.

[Lio, perutku sakit, kamu bisa jemput nggak?]

Adelio belum sempat mengirimkan balasan.

Namun, pesan dari orang itu kembali datang.

[Eh, aku baru ingat kalau hari ini kamu mau ambil foto pernikahan sama Kak Nadira. Aku pulang sendiri saja, kamu nggak usah peduli denganku.]

Kemudian, dia menghapus pesan itu.

Nadira tersenyum mencibir. Apakah ada orang yang menghapus sebuah pesan setelah pesan itu dikirim selama beberapa menit?

Adelio ragu-ragu sejenak, lalu membalasnya.

[Lihat nanti, kirimkan saja alamatnya.]

Nadira mencengkeram ujung roknya dengan erat hingga buku jarinya memutih. Rasanya seperti ada sesuatu yang melubangi hatinya, membuatnya sangat kesakitan hingga napasnya terengah-engah.

Pada akhirnya, Adelio tetap tidak bisa menolak wanita itu.

Nadira perlahan berjongkok. Adelio yang akhirnya menyadari ada yang tidak beres tiba-tiba berbalik. Melihat wajah pucat Nadira, dia langsung beranjak.

"Nadira, kamu kenapa? Kamu sakit? Aku akan membawamu ke rumah sakit sekarang."

Nadira mencibir dalam hati saat melihat sikap perhatian Adelio, yang tidak kalah besar dari sebelumnya.

Dia benar-benar mengkhawatirkan keadaannya atau sudah tidak sabar untuk mendatangi wanita itu?

Nadira mencoba mengendalikan emosinya.

"Aku nggak apa-apa, cuma kurang istirahat saja dua hari ini. Lebih baik antar aku pulang."

"Ya, kita pulang dulu saja." Adelio memberikan penjelasan singkat kepada pegawai butik, lalu memapah Nadira keluar dari butik.

Saat itu ponsel Adelio berdering sekali lagi. Dia melihatnya, lalu mengerutkan kening.

Dia kembali menyimpan ponselnya dan terlihat sedikit cemas, lalu berbicara menggunakan bahasa isyarat dengan Nadira.

"Nadira, tiba-tiba ada urusan mendadak di perusahaan. Aku nggak bisa menemanimu di rumah, nggak apa-apa kan kalau aku langsung pergi setelah mengantarmu?"

Nadira merasa mual saat melihat wajah munafiknya. Dia menarik sudut bibirnya dengan terpaksa.

"Pergi saja dan selesaikan urusanmu. Aku sudah merasa lebih baik, jadi bisa pulang sendiri naik taksi."

Adelio menggenggam tangan Nadira, mata hitamnya menatapnya dalam, seolah-olah cintanya hanya untuk Nadira seorang.

"Nggak apa-apa, aku bisa ke perusahaan nanti. Kesehatanmu jauh lebih penting."

Dia memberi isyarat lagi kepada Nadira.

Bibir Nadira menyunggingkan senyum pucat. "Nggak apa-apa, aku sudah jauh lebih baik. Kamu pergi saja dan selesaikan urusanmu."

Adelio melihat bahwa wajahnya memang sudah lebih rileks dari sebelumnya.

"Kalau begitu kamu harus langsung istirahat setelah sampai rumah. Aku akan langsung pulang setelah urusannya selesai."

Nadira mengangguk dan melihat kepergian Adelio.

Dia menghentikan taksi, mencoba mengikutinya.

"Pak, tolong ikuti mobil di depan."

Saat itu hari sudah gelap. Nadira melihat Adelio keluar dari mobil dan sesosok tubuh yang cantik langsung melompat ke pelukannya.

Wanita itu Jenita Maheswari!

Cinta pertama Adelio. Keduanya saling mencintai dan dulu sempat menjadi pembicaraan hangat semua murid di sekolah.

Saat itu, entah karena apa Jenita pergi ke luar negeri dan keduanya tidak lagi berhubungan.

Ternyata wanita pujaan hati Adelio kembali.

Jenita tersenyum lebar saat memeluk Adelio. Matanya yang berbentuk almond basah berkilau, terlihat menyedihkan sekaligus menggoda.

"Lio, aku tahu kamu bakal datang, aku sudah menunggumu."

Adelio melihatnya dengan teliti. Tatapan yang awalnya penuh kekesalan sekarang menjadi lembut, bagai air yang tenang.

"Bukannya kamu sakit perut?"

Jenita tersenyum manis, berkata dengan nada bercanda dengan memiringkan kepalanya.

"Kalau sudah ketemu kamu, sakitnya langsung hilang."

Kerutan di kening Adelio langsung mengendur. Rongga matanya dalam, bentuk matanya tajam, terlihat sangat menarik saat tersenyum.

"Nakal! Jangan pernah berbohong lagi, aku bisa khawatir."

Jenita mencibirkan bibir merahnya, tangannya menggoyangkan tangan Adelio, suaranya terdengar sangat manja.

"Baiklah ... aku cuma sangat merindukanmu. Maaf ya, aku jadi ganggu rencana foto pernikahanmu sama Kak Nadira."

Adelio mengusap bibir merah Jenita dengan ibu jarinya.

"Yang penting kamu sadar kalau kamu salah, jangan diulangi lagi."

Jemari Jenita tiba-tiba melingkari kerah baju Adelio, menatapnya genit dan menggoda.

"Sini, aku punya kejutan buat kamu."

Keduanya menautkan jari-jari mereka, berjalan perlahan di atas pasir menuju gubuk kayu di tepi pantai.

Nadira bersembunyi di balik pepohonan, kukunya menancap kuat di telapak tangannya. Dia bahkan tidak menyadari air matanya yang panas mengalir di pipinya.

Dia pikir dia bisa berdamai dengan semua ini, tetapi ketika melihat pemandangan ini, dia menyadari bahwa rasanya sangat memilukan.

Sejak keduanya bersama, Adelio terlihat teramat sangat mencintainya. Dia menghargai perasaan Nadira dan memberinya kasih sayang yang cukup.

Setiap kali keduanya melakukan tindakan intim, Adelio akan menahan diri hingga terlihat tersiksa. Melihat itu, Nadira luluh, tetapi pria itu hanya memeluknya dan berkata dengan suara tertahan.

"Aku ingin menyimpan yang paling berharga untuk malam pernikahan kita. Aku bisa menahannya demi kamu."

Bahkan pada malam pernikahan mereka, pria itu sangat mempertimbangkan perasaannya dan melakukannya selangkah demi selangkah dengan penuh kesabaran.

Adelio membenamkan kepalanya di lehernya. "Nadira, berjanjilah bahwa kamu nggak akan meninggalkanku. Aku mencintaimu."

Pada saat itu, Nadira merasa bahwa meskipun dia kehilangan pendengarannya demi Adelio, dia tidak menyesalinya karena pria itu memang pantas.

Sekarang, pria itu melanggar janjinya dengan jatuh cinta kepada wanita lain dan melanggar sumpah mereka.
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Prahara Cinta Nadira   Bab 50

    Sharga mengacungkan jempol ke arah Nadira dan berpura-pura serius."Bagus sekali, jangan mau mengemis kepadanya."Nadira tertawa getir saat melihat keseriusan Sharga. Namun, tawa yang terdengar begitu pelan dan tertahan.Dia tidak bisa memastikan apakah Sharga sedang memujinya atau hanya meremehkannya.Dia melambaikan tangan ke arahnya dengan perasaan lega."Sudah waktunya pulang."Nadira baru akan mengangkat kakinya dan melangkah pergi, tiba-tiba ada sesuatu yang menariknya dari belakang. Dia terdiam, lalu mencoba menariknya beberapa kali lagi, tetapi kakinya masih ditarik ke belakang.Ketika dia menunduk dan melihat ke belakang, ternyata anjing Sharga tengah menggigit ujung roknya.Nadira menoleh ke arah Sharga dengan bingung. "Apa maksudnya?""Mungkin ... dia nggak mau kamu pergi?"Sudut bibir Sharga sedikit terangkat, anjing ini benar-benar sangat peka.Nadira melihat mata anjing itu tidak segarang sebelumnya. Saat ini, matanya berbinar dan terlihat sangat lembut.Namun, Nadira tid

  • Prahara Cinta Nadira   Bab 49

    Adelio mengepalkan tangannya dengan erat, tetapi tubuhnya yang tinggi tidak bergerak. Wajahnya terlihat acuh dan dingin."Pak Sharga, kamu harusnya tahu seperti apa hubungan di antara kita. Kamu nggak boleh menyentuhnya.""Katakan itu padaku setelah kamu memberi pelajaran pada Nando. Oh ya, selesaikan skandalmu sendiri, jangan sampai aku mengatakannya di depan kakek."Asap putih jernih yang bercampur dengan napas yang dihembuskan Sharga saat berbicara memadat dan mengepul ke atas, sedikit ketidaksabaran mengintai di antara kedua alisnya.Adelio mengetahui temperamen Sharga. Dia tidak akan berakhir baik-baik saja jika sampai memprovokasinya.Apalagi, dia sudah mengatakan apa yang harus dia katakan.Dia berbalik dan bersiap untuk pergi.Namun, suara rendah Sharga terdengar lagi."Adelio, jangan berpikir bahwa semua orang sama menjijikkannya sepertimu. Aku nggak akan menyentuh wanita yang sudah berkeluarga, ini batasan yang tak pernah kulanggar."Bahu Adelio yang tegang berangsur-angsur

  • Prahara Cinta Nadira   Bab 48

    "Bukannya takut, aku nggak mau cari masalah saja. Pak Sharga nggak takut disalahpahami?"Nadira bersembunyi ke samping, tatapannya melirik ke arah tangga."Aku mau sembunyi di atas."Tanpa menunggu persetujuan Sharga, dia langsung lari ke atas.Sharga juga tidak menghentikannya, hanya mengaitkan bibirnya dan tertawa."Sikapmu malah menunjukkan kalau kita sedang berselingkuh."Langkah kaki Nadira terhenti sejenak, yang dikatakannya memang benar.Namun, Nadira tidak punya pilihan lain. Adelio sudah mencurigai hubungannya dengan Sharga, jika sekarang dia tahu bahwa Nadira juga datang ke rumah Sharga, dia akan makin curiga.Saat sampai di ruang tamu, Adelio sempat melihat bayangan berkelebat, serta pintu yang tertutup di lantai dua. Namun, itu hanya bayangan sekilas, jadi dia tidak bisa melihat sosok itu dengan jelas. Namun, dia bisa memastikan bahwa itu pasti seorang wanita.Sharga sudah punya pasangan?Jika memang begitu, kenapa Sharga menyembunyikan wanitanya?Sharga tidak senang dengan

  • Prahara Cinta Nadira   Bab 47

    Sharga duduk di sofa, menyeruput kopinya sambil membicarakan masalah proposal dengan Nadira.Jari-jari kurus pria itu menunjuk data yang tertulis. "Kalau kamu menuliskan sesuai dengan data ini, mereka akan berpikir bahwa biayanya terlalu tinggi. Kalau kamu ingin mendapatkan hak untuk menjalankan proyeknya, kamu harus memberikan harga yang lebih murah dari WR Group. Satu-satunya yang dilihat oleh pebisnis adalah keuntungan."Nadira mengernyitkan dahinya. "Tapi, aku sudah menghitung angka ini berkali-kali, nggak mungkin bisa lebih rendah lagi.""Bagaimana kamu akan berterima kasih padaku kalau aku masih bisa menurunkan angka ini lebih rendah lagi?"Ujung-ujung jari Sharga memutar-mutar pulpen. Nadira merasa pulpen itu pun jadi tampak menawan di genggamannya."Aku akan mentraktirmu makan." Dia tidak mampu memberikan apa pun selain mentraktirnya makan.Namun, pria ini adalah seorang pengusaha yang licik. Nadira memberikan proposal ini secara cuma-cuma, bahkan permintaannya pun sederhana, y

  • Prahara Cinta Nadira   Bab 46

    Hah?Mulut Nadira hampir ternganga, untuk pertama kalinya dalam hidupnya dia mendengar permintaan untuk mencuri dari seseorang.Tidak, penjelasan itu terdengar terlalu aneh.Nadira tahu dia tidak bisa menang berdebat dengan Sharga. Keberadaan pria itu masih sangat baru di otaknya. Tidak ada kata yang tidak bisa dijawab oleh Sharga."Aku akan naik dan mengambilnya."Sharga melihat punggung kurus Nadira, anjingnya pun mengikuti tatapannya....Grup WR.Adelio baru selesai mendiskusikan masalah Liane dengan Jenita, lalu keluar untuk bertemu klien. Tiba-tiba, dia bertemu dengan Nando secara tidak sengaja, yang tidak terlihat sombong seperti biasanya. Sepertinya auranya sedikit melemah.Dia ingat bahwa terakhir kali Nando meneleponnya, memberitahunya bahwa Nadira sedang bersama Sharga, saat itu, dia tidak punya waktu untuk memberi Nando pelajaran.Adelio membuka pintu mobil dan melangkah keluar, berjalan lurus ke arah Nando. Dia langsung mencengkeram kerah bajunya, wajahnya sangat tidak ber

  • Prahara Cinta Nadira   Bab 45

    Sentuhan berbulu itu sangat mengejutkan Nadira hingga bulu kuduknya berdiri. Dia langsung melompat ke sofa ketakutan, tanpa sadar hendak menarik ujung pakaian Sharga."Pak Sharga ...."Tolong kondisikan anjingmu itu!Sharga hanya mengangkat pandangannya dengan malas. "Dia cuma mau kamu mengelusnya."Nadira terkejut. "Apa kamu yakin dia nggak sedang menginginkan dagingku?"Dia selalu merasa bahwa anjing itu akan menerkamnya kapan saja.Sharga meminum setengah kopinya dan bersandar di sofa dengan santai. "Dia memang minta daging."Cara dia berbicara membuat Nadira takut dan meringkukkan tubuhnya di sofa.Pria itu meliriknya, lalu menambahkan."Dia nggak makan daging manusia, jadi kenapa harus takut?"Meskipun Nadira tahu bahwa Sharga suka mempermainkannya, tidak dapat dipungkiri bahwa anjing sebesar itu masih membuatnya takut.Dia hanya ingin cepat-cepat menyelesaikan pembicaraan dengan Sharga, lalu pergi dari tempat ini."Pak Sharga, bagaimana kalau kita bicarakan Proyek Obari dulu? Apa

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status