Patah hati karena ditinggal calon istrinya jelang pernikahan mereka, Bumi Pangestu nekat menikahi putri mantan calon istrinya yang masih belia.
View More“Aku udah nggak perawan, Om ....”
Bumi yang sedang mencari pakaian ganti di lemari mendadak menghentikan tangannya saat mendengar ucapan blak-blakan yang keluar dari bibir Renjana, perempuan muda yang baru saja resmi menjadi istrinya tadi siang. Lebih tepatnya status Renjana di sini adalah sebagai istri pengganti. Sebab, yang seharusnya menjadi istri Bumi adalah Amaris, mamanya Renjana. Namun, wanita itu pergi entah ke mana saat pernikahan mereka terhitung satu minggu lagi akan dilaksanakan. Tak terima ditinggal pergi oleh mantan calon istrinya dan merasa sudah dirugikan banyak selama ini, Bumi pun akhirnya nekat meminta Renjana untuk menggantikan posisi mamanya guna sebagai bentuk tanggung jawab. "Lalu?" tanya Bumi membalik badan. Lebih tepatnya ia bertanya mengenai 'apa maksud dari ucapan tadi.' Lelaki rupawan dengan handuk menggantung di pinggang itu menatap Renjana yang duduk bersandar di ranjang dengan dahi berkerut. Wajahnya tetap datar dan biasa saja. Padahal Renjana berharap, suaminya yang berlabel es balok itu terkejut dengan pengakuan yang tadi. Pengakuan yang sebenarnya tak sesuai fakta. “Ya ... aku niatnya cuma mau kasih tau om dari awal aja, biar om nggak nyesel ujung-ujungnya memperistri aku. Siapa tau om punya rencana buat ceraiin aku setelah tau aku udah nggak perawan,” balas Renjana padat dan jelas. Entah, dari mana asal datangnya keyakinan di dalam diri Renjana, tapi tiba-tiba ia punya pemikiran jika Bumi pasti akan menceraikannya tak lama lagi seperti di novel-novel 'Diceraikan di Malam Pertama Karena Sudah tak Perawan' yang pernah ia baca. Jika dipikir-pikir memangnya siapa juga yang rela mendapat bekas orang lain? Lagi pula pernikahan mereka terbilang dadakan. Tentu pernikahan seperti ini memang tak di bangun atas dasar cinta dan bisa saja selamanya mereka tak akan pernah saling mencintai, bukan? Bumi hanya menghela dan mengembuskan napas dengan samar. Ia acuh tak acuh. Tak membalas lagi ucapan Renjana. Lelaki itu kembali menaruh fokus untuk mencari pakaian di lemari yang akan ia pakai. "Ih ... kok malah nggak mempan?" gumam Renjana cemberut. Mulai berusaha berpikir keras akan menggunakan cara apalagi agar Bumi menceraikannya. Malam ini pun tak apa. Memang itu yang ia inginkan. Renjana begitu penasaran bagaimana rasanya diceraikan di malam pertama. Selepas berpakaian, Bumi melangkah menuju meja kecil yang terletak di samping ranjang. Tiba di sana ia tarik laci meja itu, kemudian mengambil sebuah map berwarna biru di sana. Lalu, Bumi duduk di sisi ranjang, tepat berhadapan dengan Renjana. “Om harus tau kalau aku tuh dulu sering jual diri ... aku udah tidur sama sepuluh cowok,” papar Renjana dengan sorot mata serius. Berusaha meyakinkan Bumi agar pria itu mau percaya. “Om bakal nyesel kalau masih kekeuh jadiin aku istri. Mending ceraiin aja aku sekarang, terus om cari cewek yang masih dijamin keaslian perawannya.” Sejenak Bumi menyipit tegas saat mengamati lekat wajah istrinya, kemudian pria itu mengalihkan pandangan dan bersedekap. “Saya tidak peduli, Jana.” “Meskipun sebelumnya kamu sudah tidur dengan puluhan, ratusan, jutaan, bahkan milyaran cowok di luar sana, saya tidak peduli sama sekali dengan itu. Intinya saya tidak akan menceraikan kamu selama Amaris belum kembali atau ditemukan oleh orang-orang saya.” Bumi kembali mengamati wajah Renjana yang sudah jelas sekali sedang cemberut. “Kamu harus mempertanggung jawabkan ulah mamamu. Saya korbannya yang dirugikan banyak.” “Tanda tangani surat perjanjian kita,” titah lelaki itu memberikan map. * “Om Bumi gila ya?!” pekik Renjana refleks melempar map yang tadinya serius ia baca ke lantai. Pupil matanya melebar saat menatap Bumi. “Katanya aku cuma istri pengganti mama, tapi kenapa di surat perjanjian itu tertulis aku harus hamil anak om?!” Bumi membungkuk, mengambil map yang tergeletak di lantai. Tetap dengan pembawaan santai, ia tatap Renjana yang sorot matanya sedang menajam. Emosi perempuan itu sudah meluap-luap saat membaca isi surat perjanjian dari Bumi yang menurutnya konyol. “Memangnya kenapa? Ada yang salah dengan itu?” “Salah! Salah banget! Nggak etis! Om bilang sebelum nikah aku cuma pengganti mama.” Renjana bersedekap, mengalihkan pandangan dengan raut wajah kurang ramah. “Iya. Benar. Kamu memang cuma pengganti Amaris, tapi kita sudah menikah, Jana. Sudah sepantasnya memiliki anak dari hasil pernikahan. Lagi pula saya memang butuh. Lebih tepatnya butuh anak itu untuk kepentingan satu hal yang tidak bisa saya beritau ke kamu.” Mendengar penjelasan itu, Renjana terdiam sejenak. Berusaha meredam emosi yang sedang menguasai diri. Selepas perasaanya sudah mulai stabil, ia tatap Bumi dengan serius. “Terus?” “Terus apa?” “Kalau aku berhasil hamil dan melahirkan anak itu, om bakal ceraiin aku kan?” Kali ini gantian Bumi yang terdiam sejenak. Menimbang-nimbang akan memberikan balasan apa. “Kamu segitunya ingin cerai dari saya?” Tanpa berpikir panjang dan tak ada keraguan, Renjana langsung mengangguk. “Baiklah, kalau itu yang kamu mau. Saya turuti.” “Serius, Om?” “Ya.” “Walaupun mama belum kembali atau ditemukan?” “Ya.” “Aaaa ... oke!” seru Renjana berbinar senang. “Tapi hak asuh anak itu jadi milik saya sepenuhnya ....” “Oke! Nggak masalah.” “Yasudah, cepat tanda tangani.” Renjana mengangguk dan menerima map yang diberikan oleh Bumi. Perempuan itu dengan teliti memberikan tanda tangan di atas materai. Setelah selesai, Bumi mengambil map dan mengangkatnya tepat di hadapan Renjana. “Kamu sudah menandatangani, yang artinya kamu setuju dengan semua hal yang tertulis di surat ini. Jangan sesekali berpikir untuk kabur dari saya seperti mamamu. Ada konsekuensinya kalau sampai melanggar.” “Tenang aja, Om. Aku nggak bakal kayak mama kok.” “Bagus.” Bumi kemudian menyimpan map itu. Sementara Renjana tersenyum simpul saat membayangkan kehidupannya tak harus seumur hidup bersama Bumi. Ah, Renjana rasanya sudah tak sabar ingin hamil dan segera melahirkan supaya perceraiannya dengan Bumi cepat terjadi. “Ayo, buruan, Om!” seru Renjana dengan jiwa semangat yang berkobar-kobar. “Ayo apa?” Bumi yang ingin mengambil laptop di tasnya mengerutkan dahi mendengar seruan tiba-tiba itu. “Hamili aku sekarang!” katanya frontal dengan enteng. Alhasil membuat Bumi jadi urung mengangkat laptop. Ia menoleh cepat, menatap Renjana yang semakin merekahkan senyumnya. “Oh iya, lupa ... aku perlu siap-siap dulu buat melayani Om Bumi,” tambah Renjana lagi baru teringat belum memakai sesuatu untuk memperindah dirinya. “Kebetulan kado pernikahan yang dikasih sama Zizi setelah aku periksa tadi isinya ... lingerie ... aku mau pakai itu malam ini.” Renjana turun dari ranjang. Mengambil kado yang terletak di meja rias, kemudian melangkah menuju bilik kecil untuk mengganti pakaian. Sedangkan Bumi mematung di tempat, bibirnya seolah sulit membuka. Tak mampu berkata-kata untuk mencegah tindakan Renjana.Pagi menyambut. Langit memang belum sepenuhnya terang. Jam yang terletak di dinding, jarumnya baru menyentuh pukul enam lewat tujuh. Bumi membuka kelopak mata perlahan. Kali ini tanpa suara tangis Kaaya. Biasanya harus ada suara tangis si bayi itu dulu baru ia bisa terbangun dari tidur lelap, tapi pagi kali ini rasanya berbeda.Tentu berbeda, sebab pertama kali membuka mata ketika mengedarkan pandangan didapatinya sang istri tengah duduk di ujung kakinya. Sedang menyusui bayi mereka.Oh, pantas saja tak ada suara tangis Kaaya menyambut pagi ini. Ternyata Renjana memang sudah lebih dulu bangun.Harum tubuh khas bayi menguar begitu Bumi bergerak bangun.Renjana menoleh, lalu tersenyum. "Pagi, Mas."Kening Bumi terangkat spontan tanpa bisa ia cegah. Istrinya menyapa tentu saja membuatnya merasa heran, tapi tak ayal ia juga senang. "Pagi, Sayang.""Sekarang udah lancar ya manggil 'sayang'. Dulu nggak pernah tuh.""Dulu pas awal-awal nikah ya?"Renjana menggeleng. Menghentikan niat Bumi y
Begitu kain pelindung Bumi yang bertengger di pinggang sudah berhasil terlepas, sampai yang tersisa hanya tinggal dalaman, Renjana mengulang lagi ciuman seperti tadi.Bibir suaminya seakan punya daya tarik menggoda yang kali ini tak boleh diabaikan. Andai sedang tak nifas, permainan sebatas tangan ini akan ia lanjutkan ke posisi bercinta.Bumi tak lagi melakukan penolakan seperti sebelumnya. Ia mulai menikmati.Selagi pertemuan bibir mereka terjadi, Renjana membawa satu tangannya mendekati pusat pangkal paha Bumi.Membelainya perlahan dari atas ke bawah.Bumi langsung menegang kuat dan bertepatan dengan itu Renjana melepas tautan bibir mereka. Lalu, sedikit tersenyum ketika melihat wajah pasrah suaminya.Karena suka yang lebih menantang, Renjana pun terdorong untuk meremas milik Bumi. Dari cara yang paling lembut sampai paling kasar. Ia lakukan berulang-ulang sampai Bumi benar-benar berada di puncak tegang."Ah, Jana ...." Tanpa bisa dicegah, desahan jelas lolos begitu saja. Padahal s
Ketika Bumi hendak meraih pergelangan tangan kanannya, Renjana buru-buru menyembunyikan di balik punggung. Ia bahkan memberi jarak di antara dirinya dan pria itu. "Kaaya aku tinggal sendiri, dia belum tidur.""Lima belas menit saja, Jana. Cuma sesedikit itu meluangkan waktu untuk saya, tidak bisa ya?" Bumi bersuara rendah, sarat akan permohonan. Raut wajahnya sungguh-sungguh meminta.Sayang meskipun bentukan Bumi sudah seperti itu masih saja tak bisa meluluhkan hati istrinya. Perempuan itu justru berkacak pinggang, matanya memicing. Bersiap mengomel. "Lima belas menit itu kelamaan mas. Lagian di dapur tadi kan udah. Aku juga terima-terima aja, nggak nolak mas sama sekali. Masa nggak puas sih.""Yasudah, kalau begitu dikurang lima menit, jadi sepuluh menit," tawarnya, masih bersikukuh mengajak Renjana melakukan hal seperti di dapur tadi. "Masih tidak bisa?""Nggak bisa. Kasian anak kita kalau ditinggal sendirian.""Dia aman di sana. Tenang saja.""Iya aman, tapi nggak ada temennya. Nan
Seiring dengan bibir mereka yang masih bertaut, Renjana tersenyum di sela-sela mengimbangi pergerakan Bumi yang terlalu menuntut dan mendominasi.Rasa-rasanya andai jika bisa Bumi mungkin akan melahap habis bibirnya. Renjana tak tahu sebab apa yang tiba-tiba saja membuat suaminya bisa mendadak bergairah seperti ini.Semakin lama, semakin tak terelakkan. Di tengah gelora hasrat yang membuncah itu, Renjana teringat belum sempat mematikan kompor induksi dan yang ia masak barusan belum sempat dipindahkan ke wadah.Tak ingin mereka semakin larut, Renjana memukul-mukul dada itu. Meskipun ujung-ujungnya selalu saja terlena dengan sentuhan Bumi yang satu ini, tapi Renjana tentu masih bisa memegang kendali kewarasan jika sedang mengerjakan sesuatu.Gerakan tangan memukul-mukul tak terlalu kencang yang sudah dilakukan beberapa kali itu akhirnya membuat Bumi terpaksa mengakhiri pergulatan bibir mereka.Dengan napas terengah-engah, keduanya berpisah. Renjana segera membalik badan. Kemudian bergeg
["Dia datang dalam diam, tapi membuat hidupku tak pernah sunyi lagi."]Itu caption singkat yang tertera dalam unggahan foto tangan mungil Kaaya dalam genggaman Renjana. Beberapa menit lalu sudah berhasil ia bagikan ke sosial media; Inst4gram dan Wh4tsApp. Sudut bibir Renjana tertarik membentuk senyum tipis ketika melihat postingannya sudah penuh oleh komentar. Rata-rata nama yang muncul adalah teman-teman kuliah.Sebagian dari mereka turut memberi selamat atas kelahiran anak pertama itu, meskipun sudah terlambat dan sebagian lagi tak tanggung-tanggung memuji Kaaya, menebak-nebak pasti berwajah cantik karena Renjana memang tak memposting muka si bayi.Hanya dalam dua puluh lima menit saja, unggahannya sudah mendapatkan 500 suka dan 86 komentar. Selain komentar memberi selamat dan pujian untuk si kecil, isinya pada heboh karena tak menyangka Renjana ternyata sudah menikah.Lama tak ada kabar. Eh, sekalinya ada malah langsung posting foto bayi. Tahu-tahu bawa kabar sudah melahirkan saja
Bumi merogoh ponsel di saku celana, kemudian menyalakan benda pipih itu. Mencari aplikasi mobile b4nking. Setelah ia temukan, jarinya tanpa ragu mengetik di sana jumlah uang yang langsung tertuju ke rekening sang istri."Sudah saya transfer. Meski sedikit semoga bisa membuat kamu belanja sepuasnya," kata pria itu saat beberapa detik kemudian menyimpan kembali ponsel di saku celana."Cepet banget," terang Renjana dengan mata berbinar. Tak percaya Bumi mengiyakan begitu saja tanpa menanyakan nominalnya berapa dan barang apa yang hendak dibelinya di toko online itu."Kamu butuhnya sekarang, jadi saya harus gercep.""Padahal empat minggu lalu, mas udah transfer buat aku dan banyak banget loh, tapi mas nggak nanya duit itu masih ada atau habis ke mana gitu?"Bumi tersenyum. Selalu suka melihat ekspresi penasaran Renjana. Maka diusaplah puncak kepala perempuan itu. Menyalurkan kasih sayang. "Yang sudah saya beri, berarti itu sudah jadi milik kamu. Entah masih ada atau sudah habis, saya tida
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments