Share

Bab 3

Author: Merry Raharja
Adelio tidak pulang semalaman, hanya mengiriminya pesan pada jam dua belas malam. Dia mengatakan bahwa dia lembur di kantor dan memintanya untuk menjaga diri dengan baik.

Melihat pesan itu, Nadira hanya merasa ironi.

Namun, dia juga menyadari bahwa dia tidak punya waktu untuk mengurusi hubungan Adelio dan Jenita. Masih ada hal penting yang harus dia lakukan sebelum pergi.

Itu adalah memenuhi keinginan terakhir ibunya.

Ketika tiba di perusahaan, Nadira mendapati rekan-rekan kerjanya menatapnya dengan tatapan aneh.

"Aku dengar hasil dari Proyek Obari sudah keluar, tapi penanggung jawabnya bukan Bu Nadira."

"Bukan Bu Nadira? Terus siapa? Semua orang tahu kalau sejak dulu Bu Nadira-lah yang jadi penanggung jawab proyek ini. Kalau dia sampai tahu, aku khawatir bakal terjadi sesuatu."

"Aku dengar penanggung jawabnya pegawai baru, yang dipilih oleh eksekutif perusahaan saat pertemuan pagi tadi."

Begitu melihat Nadira berdiri di ambang pintu, para pegawai itu menghindar dengan kembali ke meja kerja mereka.

Baru sampai di meja kerjanya, Nadira menyadari bahwa mejanya sudah dikosongkan.

Belum sempat bertanya, dia mendengar suara lembut seorang perempuan.

"Kak Nadira?"

Mendengar itu, Nadira perlahan berbalik. Wanita di depannya memiliki tubuh ramping, rambut hitam lurus dan mengenakan pakaian berwarna hitam. Wajahnya kecil, membuatnya terlihat imut. Matanya yang terlihat seperti rusa yang ketakutan dapat dengan mudah membangkitkan hasrat protektif seorang pria.

Ekspresi wajah Nadira perlahan-lahan mengeras.

Jenita!

Bibir mungil merah muda Jenita memperlihatkan senyuman, bahkan telinganya terlihat memerah. "Kak Nadira, lama nggak bertemu. Mulai sekarang, aku akan jadi rekan kerja barumu, jadi mohon bimbingannya."

Nadira melihat tangan yang dijulurkan ke arahnya, lalu melirik meja di sampingnya yang semula adalah miliknya. Dia mengangkat tangannya dan mengetuk meja tersebut.

"Ini apa maksudnya?"

Jenita menatapnya dengan polos, matanya berkaca-kaca. Dia menggerakkan tangannya, mencoba berbicara menggunakan bahasa isyarat.

"Kak Nadira, maafkan aku, Lio tahu aku alergi debu, jadi dia memberikan ruanganmu untukku. Kalau kamu keberatan, kita tukar lagi saja, nanti aku yang bilang sama dia."

Nadira mencibir dan mengaitkan sudut bibirnya. Sungguh lucu. Jenita alergi debu, apa dia pikir Nadira tahan dengan debu?

Setelah mengatakan itu, Jenita berbalik dan bersiap untuk berjalan menuju ruangan Adelio.

"Nggak perlu."

Jawab Nadira.

Dia tidak suka memaksa orang. Apa gunanya bersikap simpatik dan baik padanya jika hatinya tidak demikian.

Jenita berbalik, matanya menyunggingkan senyuman yang tidak bisa disembunyikan.

"Aku tahu kalau Kak Nadira baik hati, tapi jangan salah paham sama Lio. Dia memindahkanku ke perusahaan ini karena kamu biasanya bekerja terlalu keras, jadi dia ingin aku sedikit membantumu."

Nadira meregangkan jemarinya yang terkepal.

Bibirnya melengkung membentuk senyuman mencela diri sendiri. Adelio sangat mencintainya, tidak ingin dia bekerja terlalu keras, jadi secara khusus membawa wanita pujaan hatinya untuk membantunya berbagi beban pekerjaan.

"Karena ini sudah diatur oleh Pak Adelio, kamu harus menunjukkan kemampuan terbaikmu. Jangan sampai mengecewakan harapan Pak Adelio kepadamu, Nona Jenita."

Mengatakan itu, Nadira berjalan melewati Jenita, melangkah menuju ruang kerja Adelio.

Dia mendorong pintu hingga terbuka. Mendengar ada pergerakan di depan pintu, Adelio mendongak dan menatapnya selama beberapa saat. Tiba-tiba, tatapan Nadira tertuju pada berkas di meja kerjanya.

Mengulurkan tangan, Nadira mengambilnya.

Sekelebat kepanikan muncul di bawah mata Adelio yang selalu tenang.

"Nadira ...."

Nadira membaca keputusan Proyek Obari di tangannya.

Di situ terlihat bahwa dia mendapatkan sepuluh suara, sementara Jenita mendapat dua belas suara. Adelio telah memberikan suara yang paling penting ke Jenita.

Heh!

Ternyata dia memberikan suara paling penting untuk Jenita.

Karena reaksi Nadira yang terlalu tenang, Adelio menjadi tidak nyaman. Dia berjalan menghampiri Nadira, menggenggam tangannya dengan erat.

"Nadira, Jenita bergabung dengan perusahaan dan ikut serta dalam kompetisi proyek ini merupakan keputusan yang dibuat oleh para petinggi. Aku memang presdir di sini, tapi aku nggak bisa ikut campur. Aku harap kamu bisa mengerti posisiku."

Nadira merasa getir, bahkan bibirnya terlihat begitu pucat.

Namun, dia tidak meributkan masalah ini dan masih bersikap sangat tenang. Dia tahu bahwa hatinya sudah kebal dengan yang namanya rasa sakit.

Nadira menarik sudut bibirnya dan menatap Adelio. Mata yang biasanya menatap pria itu dengan kasih sayang yang dalam, saat ini terasa begitu asing.

Dia menatapnya, menarik napas dalam-dalam.

"Bagaimana kalau aku bersikeras ingin mengerjakan Proyek Obari sendiri?"

Mendengar itu, alis tebal Adelio sedikit terangkat.

Telapak tangannya yang hangat melingkari ujung-ujung jari Nadira yang dingin, menenangkannya dengan penuh kesabaran.

"Aku tahu proyek ini sangat penting untukmu, ini keinginan ibu kita, tapi coba pikirkan dari sudut pandang lain. Yang paling penting adalah keberhasilan proyek ini dan ibu kita bisa melihatnya dari surga."

Mendengar ini, Nadira tersenyum.

Nadira berpikir bahwa pria ini akan memberikan apa pun yang dia inginkan. Sekarang, dia menolak keinginannya dengan sopan hanya demi wanita lain.

Bukan hanya tubuh pria ini, bahkan hatinya pun hilang.

Mendengar itu, dia menjawab dengan suara serak.

"Kalau begitu, karena akan sama saja kalau siapa pun yang melakukannya, kenapa nggak mengizinkanku melakukannya? Rencanaku nggak lebih buruk dari Jenita."

Adelio terlihat kesulitan. Dia menggenggam erat punggung tangan Nadira, jemarinya yang hangat mengusapnya dengan gerakan menenangkan.

"Nadira, Jenita baru kembali dari luar negeri. Tanpa resume yang bagus, dia nggak akan bisa dapat pekerjaan bagus. Orang tuanya juga nggak sehat, nggak tahu sampai kapan mereka bisa bertahan. Sebagai teman sekolah, apalagi aku juga tahu kalau kamu orang yang baik, jadi kamu nggak akan keberatan, 'kan?"

Nadira hampir tertawa terbahak-bahak mendengar alasannya yang berputar-putar. Ada rasa pahit menguar di dalam mulutnya.

Sebelumnya, dia mengira bahwa Adelio hanya bersikap baik kepadanya. Sekarang, dia menyadari bahwa kebaikan Adelio bisa diberikan kepada siapa saja.

Dia tidak tega kepada Jenita karena alergi debu, tetapi pria itu lupa bahwa dia juga bisa sesak napas karena debu. Jika situasi makin parah, bahkan nyawanya bisa terancam.

Adelio selalu merasa terganggu ketika melihat ketenangan Nadira. Dia berpikir sejenak, lalu berkata kepada Nadira.

"Nadira, bagaimana kalau ...."

"Sudahlah, aku nggak menginginkannya lagi. Kamu baru menjabat, kendali perusahaan juga belum jatuh ke tanganmu sepenuhnya. Ada banyak pemegang saham di perusahaan ini, jadi keputusan akhir bukan mutlak berada di tanganmu."

Dia berpura-pura pengertian, menarik tangannya dari genggaman Adelio. Ada kesan lelah dalam kata-katanya.

Jika seseorang tidak mencintaimu lagi, dia punya seribu alasan untuk meyakinkanmu. Bahkan ketika Nadira mengasihani diri sendiri dan memohon padanya ....

Adelio tidak akan mengembalikan proyek ini kepadanya. Jadi, kenapa dia harus memaksakan diri?

Adelio yang merasa sudah berhasil membujuk Nadira pun menghela napas dalam, menyalurkan kelegaan.

"Begini saja, bukannya kamu menginginkan kalung Eternal Heart di pelelangan waktu itu? Pelelangannya diadakan beberapa hari lagi, aku akan membelikan kalung itu untukmu."

Nadira menatapnya, menarik sudut bibirnya dengan kaku.

"Ya, tapi katanya kalung Eternal Heart itu sangat mahal."

Bagaimanapun, Nadira akan pergi. Meskipun dia tidak menginginkan Adelio lagi, dia tetap butuh yang namanya uang. Dia tidak sebodoh itu untuk menolak godaan uang.

"Selama kamu mau, nggak masalah meskipun mahal."

Melihat Nadira mengangguk, Adelio tersenyum, mengulurkan tangan dan mencubit wajah putihnya dengan penuh kasih sayang. Saat dia mencondongkan tubuhnya mendekati Nadira ....

Pintu ruangan tiba-tiba didorong terbuka dan Jenita dengan hati-hati berkata dari ambang pintu.

"Pak Adelio, para petinggi perusahaan sudah menunggu, jadi tolong segera ke sana."

Tangan Adelio yang sedari tadi berada di pundak Nadira langsung terjatuh.

"Ya."

Jenita melangkah maju dengan takut-takut, menggigit bibirnya. Matanya tiba-tiba memerah, terlihat seperti kelinci yang ketakutan. Dia memberi isyarat dengan tangannya.

"Pak Adelio, Kak Nadira, apa kalian bertengkar soal Proyek Obari? Kalau Kak Nadira mau proyek itu, nggak apa-apa, aku bisa merelakannya."

Mendengar itu, Nadira mengerutkan kening, menjawab sambil menatap Jenita.

"Nggak usah. Aku bukan orang yang suka menginginkan sesuatu yang sudah jadi milik orang lain. Kalian teman satu sekolah dan Pak Adelio memberikan proyek itu kepadamu. Jadi, kamu harus mengerjakan Proyek Obari dengan baik, Nona Jenita."

Mendengar ucapan Nadira, wajah Jenita makin memerah.

Dia mengulurkan tangannya, dengan hati-hati menarik ujung jas Adelio.

"Pak Adelio, sepertinya Kak Nadira masih salah paham denganku, tolong bantu jelaskan padanya. Kalau proyek ini memang milik Kak Nadira, aku bisa mengundurkan diri dari proyek ini."

Mata Nadira tertuju pada tangan Jenita yang sedang menarik-narik ujung jas Adelio.

Adelio tidak suka jika ada orang yang menyentuhnya.

Jenita sepertinya menyadari bahwa tindakannya kurang sopan, jadi segera melepaskannya. Nadira pun kembali menarik pandangannya.

Adelio menutup mulutnya, terbatuk pelan. "Tadi Nadira sudah setuju, dia bukan orang yang berpikiran sempit."

Setelah itu, Adelio mendongakkan kepalanya untuk memberi isyarat pada Nadira.

"Aku akan menemuimu setelah rapat selesai. Malam ini kita akan pergi ke restoran Prancis yang sangat kamu sukai."

Dia mengangkat kakinya melewati Nadira, mengikuti Jenita keluar menuju ruang rapat.

Saat pintu ruangan tertutup, Nadira mengambil proposal perencanaan milik Jenita di atas meja dan membacanya. Tiba-tiba, dia mencibir dan tertawa terbahak-bahak.

Jenita bahkan belum mengoreksi kesalahan ketikannya.
Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Prahara Cinta Nadira   Bab 50

    Sharga mengacungkan jempol ke arah Nadira dan berpura-pura serius."Bagus sekali, jangan mau mengemis kepadanya."Nadira tertawa getir saat melihat keseriusan Sharga. Namun, tawa yang terdengar begitu pelan dan tertahan.Dia tidak bisa memastikan apakah Sharga sedang memujinya atau hanya meremehkannya.Dia melambaikan tangan ke arahnya dengan perasaan lega."Sudah waktunya pulang."Nadira baru akan mengangkat kakinya dan melangkah pergi, tiba-tiba ada sesuatu yang menariknya dari belakang. Dia terdiam, lalu mencoba menariknya beberapa kali lagi, tetapi kakinya masih ditarik ke belakang.Ketika dia menunduk dan melihat ke belakang, ternyata anjing Sharga tengah menggigit ujung roknya.Nadira menoleh ke arah Sharga dengan bingung. "Apa maksudnya?""Mungkin ... dia nggak mau kamu pergi?"Sudut bibir Sharga sedikit terangkat, anjing ini benar-benar sangat peka.Nadira melihat mata anjing itu tidak segarang sebelumnya. Saat ini, matanya berbinar dan terlihat sangat lembut.Namun, Nadira tid

  • Prahara Cinta Nadira   Bab 49

    Adelio mengepalkan tangannya dengan erat, tetapi tubuhnya yang tinggi tidak bergerak. Wajahnya terlihat acuh dan dingin."Pak Sharga, kamu harusnya tahu seperti apa hubungan di antara kita. Kamu nggak boleh menyentuhnya.""Katakan itu padaku setelah kamu memberi pelajaran pada Nando. Oh ya, selesaikan skandalmu sendiri, jangan sampai aku mengatakannya di depan kakek."Asap putih jernih yang bercampur dengan napas yang dihembuskan Sharga saat berbicara memadat dan mengepul ke atas, sedikit ketidaksabaran mengintai di antara kedua alisnya.Adelio mengetahui temperamen Sharga. Dia tidak akan berakhir baik-baik saja jika sampai memprovokasinya.Apalagi, dia sudah mengatakan apa yang harus dia katakan.Dia berbalik dan bersiap untuk pergi.Namun, suara rendah Sharga terdengar lagi."Adelio, jangan berpikir bahwa semua orang sama menjijikkannya sepertimu. Aku nggak akan menyentuh wanita yang sudah berkeluarga, ini batasan yang tak pernah kulanggar."Bahu Adelio yang tegang berangsur-angsur

  • Prahara Cinta Nadira   Bab 48

    "Bukannya takut, aku nggak mau cari masalah saja. Pak Sharga nggak takut disalahpahami?"Nadira bersembunyi ke samping, tatapannya melirik ke arah tangga."Aku mau sembunyi di atas."Tanpa menunggu persetujuan Sharga, dia langsung lari ke atas.Sharga juga tidak menghentikannya, hanya mengaitkan bibirnya dan tertawa."Sikapmu malah menunjukkan kalau kita sedang berselingkuh."Langkah kaki Nadira terhenti sejenak, yang dikatakannya memang benar.Namun, Nadira tidak punya pilihan lain. Adelio sudah mencurigai hubungannya dengan Sharga, jika sekarang dia tahu bahwa Nadira juga datang ke rumah Sharga, dia akan makin curiga.Saat sampai di ruang tamu, Adelio sempat melihat bayangan berkelebat, serta pintu yang tertutup di lantai dua. Namun, itu hanya bayangan sekilas, jadi dia tidak bisa melihat sosok itu dengan jelas. Namun, dia bisa memastikan bahwa itu pasti seorang wanita.Sharga sudah punya pasangan?Jika memang begitu, kenapa Sharga menyembunyikan wanitanya?Sharga tidak senang dengan

  • Prahara Cinta Nadira   Bab 47

    Sharga duduk di sofa, menyeruput kopinya sambil membicarakan masalah proposal dengan Nadira.Jari-jari kurus pria itu menunjuk data yang tertulis. "Kalau kamu menuliskan sesuai dengan data ini, mereka akan berpikir bahwa biayanya terlalu tinggi. Kalau kamu ingin mendapatkan hak untuk menjalankan proyeknya, kamu harus memberikan harga yang lebih murah dari WR Group. Satu-satunya yang dilihat oleh pebisnis adalah keuntungan."Nadira mengernyitkan dahinya. "Tapi, aku sudah menghitung angka ini berkali-kali, nggak mungkin bisa lebih rendah lagi.""Bagaimana kamu akan berterima kasih padaku kalau aku masih bisa menurunkan angka ini lebih rendah lagi?"Ujung-ujung jari Sharga memutar-mutar pulpen. Nadira merasa pulpen itu pun jadi tampak menawan di genggamannya."Aku akan mentraktirmu makan." Dia tidak mampu memberikan apa pun selain mentraktirnya makan.Namun, pria ini adalah seorang pengusaha yang licik. Nadira memberikan proposal ini secara cuma-cuma, bahkan permintaannya pun sederhana, y

  • Prahara Cinta Nadira   Bab 46

    Hah?Mulut Nadira hampir ternganga, untuk pertama kalinya dalam hidupnya dia mendengar permintaan untuk mencuri dari seseorang.Tidak, penjelasan itu terdengar terlalu aneh.Nadira tahu dia tidak bisa menang berdebat dengan Sharga. Keberadaan pria itu masih sangat baru di otaknya. Tidak ada kata yang tidak bisa dijawab oleh Sharga."Aku akan naik dan mengambilnya."Sharga melihat punggung kurus Nadira, anjingnya pun mengikuti tatapannya....Grup WR.Adelio baru selesai mendiskusikan masalah Liane dengan Jenita, lalu keluar untuk bertemu klien. Tiba-tiba, dia bertemu dengan Nando secara tidak sengaja, yang tidak terlihat sombong seperti biasanya. Sepertinya auranya sedikit melemah.Dia ingat bahwa terakhir kali Nando meneleponnya, memberitahunya bahwa Nadira sedang bersama Sharga, saat itu, dia tidak punya waktu untuk memberi Nando pelajaran.Adelio membuka pintu mobil dan melangkah keluar, berjalan lurus ke arah Nando. Dia langsung mencengkeram kerah bajunya, wajahnya sangat tidak ber

  • Prahara Cinta Nadira   Bab 45

    Sentuhan berbulu itu sangat mengejutkan Nadira hingga bulu kuduknya berdiri. Dia langsung melompat ke sofa ketakutan, tanpa sadar hendak menarik ujung pakaian Sharga."Pak Sharga ...."Tolong kondisikan anjingmu itu!Sharga hanya mengangkat pandangannya dengan malas. "Dia cuma mau kamu mengelusnya."Nadira terkejut. "Apa kamu yakin dia nggak sedang menginginkan dagingku?"Dia selalu merasa bahwa anjing itu akan menerkamnya kapan saja.Sharga meminum setengah kopinya dan bersandar di sofa dengan santai. "Dia memang minta daging."Cara dia berbicara membuat Nadira takut dan meringkukkan tubuhnya di sofa.Pria itu meliriknya, lalu menambahkan."Dia nggak makan daging manusia, jadi kenapa harus takut?"Meskipun Nadira tahu bahwa Sharga suka mempermainkannya, tidak dapat dipungkiri bahwa anjing sebesar itu masih membuatnya takut.Dia hanya ingin cepat-cepat menyelesaikan pembicaraan dengan Sharga, lalu pergi dari tempat ini."Pak Sharga, bagaimana kalau kita bicarakan Proyek Obari dulu? Apa

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status