Share

Bab 3

Arumi menunjukkan sebuah celana dalam yang kelihatan berdarah. Aku menggeleng, begitu juga dengan Mas Lian, ia menarik pengelangan tanganku lagi.

"Ini bisa diakalin, Arumi, kamu sungguh keterlaluan!" Mas Lian yang menjawab dengan tegas. "Ay, tolong jangan percaya orang lain, aku ini suamimu, tentu kamu sendiri lebih tahu sifatku, tiga tahun bukan waktu sebentar, Ay," lirih Mas Lian.

Aku belum percaya pada Arumi, benar kata Mas Lian, tapi Arumi mengatakan hal itu disertai bukti. Akhirnya aku coba memeriksa sprei yang ditutup oleh selimut.

Dadaku sakit, sesak seketika membuktikan bahwa ada cairan sperm4 di atas sprei. Aku memeriksanya sendiri. Di hadapanku, sprei yang dikhususkan untuk tamu itu baru saja aku ganti kemarin, jadi tahu betul tidak ada apa-apa di atasnya, cairan itu pun terlihat baru.

"Ini pasti milik orang lain, Ay." Mas Lian masih saja menyanggahnya.

Aku tidak mau berdebat atau mendengar pembelaan dari Mas Lian lagi. Kaki ini sudah sangat lemas menghadapi kenyataan ini. Sahabat yang selalu aku puji kebaikannya, kini malah menikam dan menghancurkan rumah tangga yang selama ini selalu harmonis dan penuh canda.

Kemudian, aku bergegas ke kamar, mengemasi baju untuk kubawa pulang. Ya, aku putuskan pergi dari sini dan melepaskan Mas Lian.

Mas Lian menyusulku, lengan ini ditarik dan tubuhku diputar ke arahnya. Kini kami saling berhadapan, matanya menyorotiku penuh, kedua telapak tangannya berada di pipiku.

"Ay, aku sayang kamu, nggak mungkin melakukannya dengan Arumi, aku tidak punya perasaan apa-apa padanya, percayalah," lirihnya memohon.

Air mata jatuh begitu saja, ketika orang yang ada di hadapanku membujuk, sekelebat teringat masa indah kami berdua. Rasanya tidak pernah membayangkan ini akan menimpa keluarga kecilku.

Katanya Mas Lian menerima kekuranganku yang belum bisa memberikan keturunan, tapi kenyataannya, Mas Lian tampaknya sudah bosan menunggu kehadiran sang buah hati.

"Selamat ya, Mas. Sebentar lagi bakal punya anak meskipun hasil zina," sindirku kesal.

"Ya Allah, Ay, aku nggak melakukan itu, kira cek ke dokter ya, bisa kok," bujuk Mas Lian.

"Tadi udah lihat ada cairan, noda peraw4n Arumi juga sebagai bukti, kamu tidak bisa mengelak, Mas. Udah akui aja, ceraikan aku dan menikah dengan Arumi, aku yakin wanita itu akan hamil dalam waktu dekat ini," timpalku.

Sebenarnya sakit mengatakan itu, tapi ini sudah kejadian. Ya, statusnya yang mengancam akan menjadikan janda seseorang ternyata tertuju untukku, sahabatnya, sahabat dari kecil yang selalu bersama.

Aku menyingkirkan bahunya, lalu tetap melangkah ke arah luar kamar. Namun, ada Arumi dan mamanya tengah berdiri menyunggingkan senyumnya di hadapanku, di ruang tamu.

"Mau pergi, Ay?" Pertanyaan itu dilontarkan Arumi, sungguh wajahnya pun tidak kelihatan merasa bersalah.

Aku hanya diam dan hendak melanjutkan langkah ini. Namun, tiba-tiba suara deru mobil terdengar berhenti di depan rumah. Aku pun berhenti sejenak dan melihat siapa yang datang ke rumah.

"Biar aku yang buka pintu, Ay, itu kedua orang tuaku, tadi aku yang meminta mereka untuk datang ke sini," ucap Mas Lian sambil melangkah ke arah pintu, lalu membuka dan menyambut kedatangan orang tuanya.

Aku segera meraih punggung tangan mereka, senyum pun terpaksa aku layangkan. Sebab, mertuaku sangat baik, tidak pernah menuntut apa-apa dariku, ia menganggap menantu sebagai anaknya sendiri.

"Mau ke mana bawa tas? Lian menghubungi Mama pas kebetulan lagi lewat dekat sini, ada apa sih?" tanya mama mertua. Kemudian ia melirik ke arah Arumi, mertuaku kebetulan juga kenal, karena ia sering ke sini dan kadang berpapasan. "Arumi ada di sini juga? Bu Asri ada kepentingan juga kah dengan anak menantu saya?" cecar Mama Anggi.

Mas Lian menggiring mereka untuk duduk, kedua orang tuanya kini duduk di tengah kami, begitu juga dengan Arumi, wanita itu dijejerkan di sebelahku.

"Mah, Aya marah melihat aku berdua Arumi dalam kondisi polos tidak memakai baju," jelas Mas Lian.

Mata Mama Anggi dan Papa Irfan menyipit seketika.

"Nggak mungkin, Papa tahu betul tipe wanita idaman Lian, yaitu kamu, Aya. Di keluarga kami pantang selingkuh!" Kepala Papa Irfan digelengkan sambil menatap Arumi, wanita itu pun sontak mengeluarkan air mata sebagai senjata.

"Om dan Tante boleh mengelak, tapi bukti sudah ada di tanganku, Mas Lian merenggut keperaw4nanku," ucap Arumi dengan disertai isak tangis.

Aku menatapnya sekali lagi, air mata itu, kenapa tiba-tiba mengalir? Bukankah tadi ia sangat bahagia?

"Stop! Sudah cukup, aku mau pulang ke rumah, jujur aku kecewa karena Mama dan Papa telah membela Mas Lian yang telah melakukan zina."

Aku bangkit dan menenteng tas yang sudah berisikan baju. Namun, tiba-tiba saja ponsel genggam Mas Lian berdering. Ia langsung mengangkat telepon sambil menghadangku.

"Halo, buruan ke sini, katanya elu punya bukti, jangan sampai rumah tangga gue berantakan gara-gara elu nggak datang," ucap Mas Lian.

Siapa barusan yang katanya memiliki bukti? Anehnya Arumi pun sontak berdiri ketika Mas Lian bicara seperti itu di telepon.

Bersambung

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Uly Muliyani
apakah Aya tdk berfikir setelah mkn kue pemberian Arumi tiba2 dia lgsung tertidur..seharusX selidiki dlu lah...jgn lgsung minta cerai...
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status