"Aku nggak tahu, Ay. Tiba-tiba saja saat aku menunggumu di sini ada yang menyekap aku. Mendadak dan cepat sekali kejadiannya," terang Mas Lian.Aku sedikit kecewa. Mata ini berair ketika ia bicara seperti itu."Tiba-tiba kamu tengah tidur berdua dengan Mita, Mas? Bagaimana bisa aku percaya kalau itu bohong atau rekayasa?" Ada ditekan aku bicara kepadanya.Mas Lian memang tidak pernah berbohong, kenyataan juga telah membuktikan bahwa ia sering ditipu oleh orang. Lantas jika ia mengakui bahwa foto itu tengah melakukan hubungan suami istri aku mau bilang apa?"Aku juga nggak tahu soal itu, Ay, tolong jangan cecar aku. Bolehkah kita berpikir dulu, jujur aja aku shock," timpal Mas Lian."Tadi cukup lama Mas, tapi antara hilangnya kamu dengan foto tersebut itu hanya berbeda kisaran hitungan menit, kalau boleh tahu kamu itu berada di mana?" tanyaku padanya.Mas Lian terdiam ia menutup wajahnya dengan kedua telapak tangan."Aku nggak tahu, aku pusing!" Suamiku mengeluh dan memegang kepalanya
"Ya sudah, bagaimana jika kita buktikan ke dokter saja," ajak Mas Lian. "Oke, kalau pemeriksaan terbukti bahwa kamu mendapatkan obat perangsang, aku takkan mau melanjutkan pernikahan kita Mas." Sebuah tantangan yang mengejutkan, mata Mas Lian terbuka lebar."Aku tidak tahu apa yang aku rasakan semalam, Aya. Kenapa kamu tidak memahami itu? Seharusnya kamu mengerti dengan kondisi ini." Aku tahu ini bukan kehendaknya. Rasanya jijik jika harus berhubungan lagi dengan pria yang sudah menyetubuhi perempuan lain. Meskipun dalam kondisi tidak sadar.Akhirnya kami bergegas ke rumah sakit. Keaslian sudah mendapatkan izin dari atasannya. Ini semua demi menjelaskan dan membuktikan padaku."Sebenarnya tidak habis pikir, hanya nila setitik kamu harus mengorbankan rumah tangga yang telah lama kita bina." Mas Lian bicara sambil mengendalikan mobil.Sementara aku, yang duduk di sebelahnya hanya menoleh, menatap Mas Lian yang tengah mengendalikan mobilnya."Aku nggak tahu, Mas. Rasanya nggak kuat teru
[Sekali lagi kamu pajang foto mesra berdua pasanganmu, lihat aja statusmu akan berganti jadi janda!]Status menohok ditulis oleh Arumi dengan disertai emoticon wajah memerah. Aku yang membacanya pun turut komentar. Sebab, barusan aku upload foto bersama suamiku, Lian. [Arumi, serem amat ancamannya. Siapa sih? Jangan ngerebut suami orang lah!]Ratusan teman pun turut mengomentari statusnya. Ancaman di sosial media itu dihujani like bahkan yang bagikan cukup banyak. Berbagai argumen muncul, ada yang anggap becanda, ada pula yang menganggapnya serius. Semua komentator nyaris tak ada yang dijawab oleh Arumi, termasuk aku. Mungkin Arumi hanya becanda, mana mungkin ia mencintai suami orang? Sepertinya itu takkan terjadi, sebab aku jauh mengenal Arumi sebelum menikah dengan Mas Lian. "Kenapa? Kok bengong sambil lihat handphone?" tanya Mas Lian penasaran. Tangannya berada di atas pundakku sebelah kanan. "Nggak, Mas, itu Arumi nyetatus, aku sebagai sahabat kan wajib nasihatin kalau Arumi
Aku coba sapa tamu yang tengah berdiri itu. Mama Asri terkesiap melihat kedatanganku. "Kenapa kaget begitu, Mah?" Aku sudah menganggap dirinya sebagai mama sendiri, sama hal nya Arumi, ia pun sudah anggap mamaku seperti ibunya sendiri."Kamu udah bangun, Ay? Kayaknya tadi kamu kelelahan, jadi ketiduran.""Kok bisa ada di kamar ya, Mah? Apa Mas Lian yang pindahin?" Matanya berkeliling ke semua sudut ruangan. "Tadi Lian yang pindahin," jawab Mama Asri. Aku pun menganggukkan kepala sambil melirik ke arah pintu. Mama terlihat memegang handle seraya tengah berjaga-jaga. Raya Emilia, nama lengkapku, memiliki panggilan kesayangan yaitu Aya. Aku berdecak kesal sambil menautkan kedua alis. Kemudian, mencoba masuk ke dalam kamar yang dihalangi oleh Mama Asri. "Jangan masuk, Ay!" Aku keheranan dengan menunjukkan mimik wajah yang bingung. "Kenapa, Mah?""Arumi lagi ...." Potongan kata-kata Mama Asri membuat aku tak sabaran. Akhirnya aku langsung menepis bahunya dengan kasar, perasaanku ki
Arumi menunjukkan sebuah celana dalam yang kelihatan berdarah. Aku menggeleng, begitu juga dengan Mas Lian, ia menarik pengelangan tanganku lagi."Ini bisa diakalin, Arumi, kamu sungguh keterlaluan!" Mas Lian yang menjawab dengan tegas. "Ay, tolong jangan percaya orang lain, aku ini suamimu, tentu kamu sendiri lebih tahu sifatku, tiga tahun bukan waktu sebentar, Ay," lirih Mas Lian.Aku belum percaya pada Arumi, benar kata Mas Lian, tapi Arumi mengatakan hal itu disertai bukti. Akhirnya aku coba memeriksa sprei yang ditutup oleh selimut. Dadaku sakit, sesak seketika membuktikan bahwa ada cairan sperm4 di atas sprei. Aku memeriksanya sendiri. Di hadapanku, sprei yang dikhususkan untuk tamu itu baru saja aku ganti kemarin, jadi tahu betul tidak ada apa-apa di atasnya, cairan itu pun terlihat baru."Ini pasti milik orang lain, Ay." Mas Lian masih saja menyanggahnya.Aku tidak mau berdebat atau mendengar pembelaan dari Mas Lian lagi. Kaki ini sudah sangat lemas menghadapi kenyataan ini.
"Vito yang telepon, dia bilang sesuatu waktu kamu meninggalkanku di kamar tadi, sewaktu istriku ingin pergi dari rumah ini."Mas Lian menjelaskan siapa orang yang ditunggu dan ternyata teman dekat Arumi, laki-laki yang memiliki toko kue itu katanya mengatakan sesuatu. "Sesuatu apa?" tanyaku penasaran. Gelagat Arumi pun semakin mencurigakan, tapi aku masih tidak bisa menebaknya."Vito bilang kue bolu yang dibawa Arumi itu diberi obat tidur, lalu puding yang aku makan dicampur obat perangs4ng." Kata-kata Mas Lian justru membuatku meradang, itu artinya ucapan Arumi benar adanya, bukan rekayasa, sebab obat perangsang yang disebut oleh Vito sudah cukup jelas. "Tapi ada tapinya, Ay, Vito juga bilang bahwa Arumi tidak tidur denganku," sambungnya lagi membuatku semakin bingung, pernyataannya berubah-ubah dan terdengar sangat aneh, di luar nalar."Nggak usah bawa orang lain, ya Mas Lian, tolong tanggung jawab, Vito tidak tahu apa-apa, dia pasti mengarang cerita," sambar Arumi membuat Mas Lia
Arumi memegang pelipisnya, lalu tiba-tiba ia jatuh lunglai ke lantai. "Arumi!" Begitu keras teriakan Vito, ia melayangkan kakinya dengan cepat ke arah Arumi yang jatuh tersungkur di lantai. Pria itu, memang sangat perhatian pada Arumi, jangankan Arumi pingsan, digigit serangga saja Vito segera menolongnya. Seharusnya Arumi bersyukur dicintai oleh pria yang sangat menyayangi dirinya. Bukan malah menggoda suamiku, tujuannya apa merebut suami sahabat sendiri? Apa ia merasa puas jika memiliki apa yang aku punya?Dengan gagahnya Vito membopongnya ke depan, ia yang menggunakan motor ke sini sontak melempar kunci motornya ke arah Mas Lian. "Yan, gue pinjem mobil, ini kunci motor gue, tolong anterin ke toko kue ya, tukar di sana nanti," pesannya dengan napas terengah-engah akibat tengah menggendong Arumi yang bobotnya kisaran 55kg itu. Permintaan Vito membuat Mas Lian tidak bisa menolak, ia langsung menyerahkan kunci mobil pada Vito.Sementara itu, mamanya mengekor di belakangnya, namun ia
Bukan teriris pisau, tapi tiba-tiba berdarah. Bagaimana tidak, baru saja kami memutuskan untuk menghadapi masalah ini bersama-sama, tapi sudah ada masalah yang kami hadapi.Aku dan Mas Lian masuk ke akun sosial medianya. Matanya melirik ke arahku terus menerus dengan tatapan sendu. "Ay, semua orang kini tahu masalah kita," ucap Mas Lian agak pelan, nadanya teramat lemas membicarakan ini."Kalau kamu tidak melakukan apa-apa, cari bukti yang menguatkan, kita akan bawa masalah ini ke jalur hukum supaya Arumi sadar dan tidak melakukan hal bodoh lagi," jawabku kini mulai bersikap dewasa. Sebab, di bayangan ini masih penasaran dengan kata-kata Vito yang sempat terputus.Aku membuka mata lebar-lebar dan membaca caption yang disematkan pada foto yang disebarkan oleh Arumi. [Kalau sudah begini, siapa yang salah? Aku atau dia? Apa justru istrinya yang salah?]Hatiku mencelos ketika membaca status yang disematkan oleh Arumi di wall pribadinya. Entah apa mau dari wanita itu, aku pun tidak paham