" Guru!! " Pekiknya seraya berlari dengan sempoyongan menghampiri tubuh Gentala yang tertunduk di atas tanah, tangannya gemetar berusaha meraih wajah gurunya yang sudah tak berbentuk, air matanya mengalir membasahi kedua pipinya, dirinya masih tak percaya dengan apa yang di lihat oleh kedua kepalanya. Sosok hebat dari gurunya yang senantiasa memanggilnya dengan panggilan murid bodoh, kini tertunduk tak berdaya.
Di belakang punggung Juan, Widura berdiri melindungi punggung tuannya.
Seakan memberinya kesempatan, tubuh Agri Brata pun mundur, membiarkan pasangan guru dan murid itu untuk bersama sejenak.
" Guru, jangan tinggalkan aku. " tangan gemetar Juan membelai pelan salah satu bengkak di wajah Gentala.
Meski luka di tubuhnya amat berat, tapi sebagai sosok guru yang selalu di puja oleh muridnya itu, Gentala berusaha sekeras mungkin untuk tetap terlihat kuat. " Uhuk! Uhuk!
Setelah mengikuti arahan Agri Brata, mereka berdua sampai di sebuah kereta kencana berlapiskan emas yang terdapat di dalam kegelapan. Kereta kencana itu juga di lengkapi empat ekor kuda putih beserta seorang kusir yang duduk di bangkunya seraya memegang tali kekang yang siap membawanya pergi kapan saja. Tak lupa ada ke empat prajurit berdiri di sana yang masing-masing ada di setiap sisi kereta kencana tersebut.Melihat kendaraan yang begitu asing untuknya, membuatnya di landa penasaran, ' Apa aku sungguh harus menaiki benda ini? ' Juan pun menolehkan kepalanya lalu menatap pada Agri Brata yang langsung mendapat anggukan kepala darinya.Karena sudah mendapat persetujuan, tanpa ragu, Kaki Juan pun melangkah masuk ke dalam kereta kencana tersebut yang tak lama di ikuti oleh Agri Brata, Sang kusir pun menarik tari kekangnya dan kereta Kencana pun melaju di dalam gelapnya malam dengan kecepatan sedang.
Dewi Ayu tak pernah menyangka bahwa dirinya akan bertemu dengan putranya secepat ini, terakhir kali mereka bertemu saat di kota waktu lalu. Itu pun ia lakukan dengan susah payah.Jika saja Sekar tak memberi tahunya tentang pertemuannya dengan Juan, mungkin saja Dewi Ayu tak akan mengambil tindakan senekat itu. Tapi demi bertemu dengan anaknya, apapun akan ia lakukan. Tapi setelah pertemuan itu, karena terlalu fokus mendengarkan cerita dari Sang putra, dirinya menjadi lupa untuk memberi tahu putranya tentang identitas nya dan juga tentang sosok Ayahnya. Ia pun hanya bisa mengutuk dirinya sendiri atas kebodohan yang di lakukannya.Seakan sudah di takdirkan oleh Dewa Agung, saat tengah berjalan-jalan untuk menghilangkan ke bosanan, netranya tak sengaja menangkap seseorang yang sedang melamun di tepi danau, awalnya ia mengira bahwa orang itu adalah Raden Rahadyan, tapi semakin di perhatikan, orang itu terlihat seper
Meski itu di sebut sebagai acara makan siang keluarga yang sangat di impikan oleh Juan sejak dulu, namun nyatanya makan siang itu tak seperti yang selalu ia pikirkan selama ini, harusnya makan siang itu terasa spesial dan juga hangat, tapi nyatanya, hanya ada kecanggungan dan kebencian yang tersembunyi di sana.Tak peduli betapa enak dan menarik makanan di depan matanya, tak membuatnya tergugah, yang ada hanya ada rasa hambar yang memenuhi indera perasanya. Makan siang ini bukanlah yang di inginkannya. Rasanya Juan ingin pergi dari sana dan pergi ke tempat di mana guru dan teman-temannya berada, bersama mereka dirinya terasa memiliki keluarga yang sesungguhnya.Ah, apa mereka baik-baik saja? Ku harap mereka baik-baik saja?" Bukankah ini adalah momen langka? Keluarga kita akhirnya bisa berkumpul lagi hahaha. " ungkap sang Raja yang mencoba memecah keheningan di sana." Gusti t
Mendengar permintaan yang keluar dari mulut Sang Ayah, membuat Juan sedikit kebingungan, dan juga canggung pasalnya ini adalah kali pertama dirinya bertemu dengan Sang Ayah, mendadak lidahnya sulit untuk di gunakan. Ia pun menatap wajah ayahnya dengan perasaan takut-takut. " A... a... a ..." Jika memanggilku dengan panggilan Ayahanda terlalu sulit untukmu. Lakukan lah secara perlahan, untuk saat ini kamu bisa memanggilku hati mu dan aku tak keberatan sama sekali. " Gusti Prabu Maheswara, kembali menyesap secangkir teh di tangannya. " Jangan terlalu memaksakan diri, aku tak mau membuat putraku pergi lagi hanya karena aku menginginkan mu memanggilku dengan panggilan Ayahanda. " tambahnya dengan nada sedikit bercanda.Rona wajah Juan tiba-tiba memerah semerah tomat, dirinya merasa malu karena tak bisa mengatakan satu kata itu. Meski tak tahu kapan? tapi rasanya kehangatan dan kedekatan ini seperti pernah di alaminya.&
Juan bukanlah anak yang pemarah atau pun pendendam, namun untuk pertama kalinya dalam hidup. Dewi Ayu melihat dan merasakan kemarahan dalam diri putranya.Sejak saat itu putranya sering mengabaikannya dan lebih memilih menghabiskan waktunya bersama ayahnya yaitu Gusti Prabu Maheswara dan juga sekaligus suami dari dirinya.Entah sudah berapa banyak Dewi Ayu berjalan bolak balik di dalam kamarnya? dirinya merasa tak tenang dan juga gelisah, Ia bahkan mengutuk dirinya karena tak menjelaskan pada putranya sejak awal, jika saja dirinya mengatakannya sejak awal, mungkin hal ini tak akan pernah terjadi.Kepalanya tiba-tiba menjadi sakit, bahkan beberapa hari ini nafsu makannya selalu hilang entah kemana? Ia pun terduduk dengan salah satu tangan yang memijat pelipisnya.Tiba-tiba pintu ruangan itu di ketuk, '" Bibi, ini aku Sekar. Bolehkah aku masuk? " ucapnya dengan sedikit ber
Meski Sekar mengatakan bahwa semua itu bukan salahnya, kendati begitu perasaan Juan tetap merasa tak tenang, hatinya begitu gusar. Apalagi mengetahui bahwa ibunya sedang dalam kondisi tak sehat membuatnya semakin bersalah.Bersama dengan Widura, dirinya terus berjalan bulak balik memutari ruangannya, sedangkan rubah itu memilih menonton sejenak, menguap, meringkuk lalu memilih tertidur membiarkan tuannya sibuk dengan dunianya sendiri." Guru, Apa yang harus aku lakukan? " gusarnya. Gigi-giginya tak berhenti menggigiti kuku ibu jarinya. " Apa sakitnya semakin parah? " Pikirannya menjadi semakin runyam saat ibunya tak menghadiri makan pagi. Membuat nafsu makannya menghilang, ia pun hanya memainkan makanannya.Hal tersebut membuat Gusti Prabu Maheswara menyadari dengan sikap anehnya, " Ada apa Juan? Apa kamu tak menyukai makananmu? "Tangan Juan terhenti, menyadari bahwa dirinya sedang menja
Alasan Dewi Ayu tak pernah menceritakan masa lalunya dan juga asal muasal racun yang terdapat di dalam tubuh Juan, itu semua karena dirinya belum menemukan orang yang meracuni dirinya, tapi dirinya sudah mencurigai seseorang, orang yang kemungkinan memiliki dendam mendalam padanya, yaitu Sri Niang, Sang Ratu di negeri ini.Sejak dirinya masuk ke kedalam istana dan menjadi selir kesayangan Gusti Prabu Maheswara, membuat semua selir Raja termasuk Sri Niang diam-diam menaruh dendam terhadapnya, tapi kebencian terbesar hanya terpancar dari Sri Niang, karena sejak kedatangaannya, wanita itu tak pernah lagi menjadi wanita kesayangan Sang Raja.Namun karena tak memiliki bukti yang kuat ia pun hanya bisa diam.Awalnya ia tak tahu bahwa ada racun di dalam tubuh putranya, karena sejak itu ia mengira bahwa putranya memang terlahir sebagai manusia biasa, hingga dirinya bermimpi bertemu dengan seorang pria t
" Apa kamu sudah gila?! Bagaimana bisa kamu mengatakan bahwa putra ku akan melakukan hal buruk pada kerajaan ini. " Dewi Ayu pun merebut paksa putranya dari tangan suaminya. Memeluknya dengan erat. Sorot matanya menajam.Meski begitu tak ada rasa belas kasihan yang terpancar di dalam mata Sang peramal itu, dia malah mengeluarkan sebilah pedang dan menghunuskannya ke arah Dewi Ayu. " Karena aku bisa melihat masa depan anak ini. "" Persetan! Dengan apa yang kamu ucapkan, meski nyawa yang akan menjadi taruhan. Tak akan kubiarkan siapa pun menyentuh putraku meski pun itu hanya sehelai rambutnya. " ucap tegas Dewi Ayu yang semakin mengeratkan pelukannya. Tubuhnya menyentuh dinding ruangan itu membuatnya semakin terpojok.Jdarrr!!! gemuruh petir pun melengkapi suasana mencekam di dalam ruangan itu, dengan hujan yang semakin deras." Kekeke. " tiba-tiba sang peramal terkekeh geli, ia pun