Share

Bab 8

Riska mengutuk dirinya karena telah menolak tawaran Albert, pria yang ramah dan menyenangkan, untuk mengantarnya ke parkiran ketika 2 berandalan mulai mengganggunya. Ia semakin memperburuk keadaan setelah dengan refleks menampar salah satu berandal yang berusaha menangkap lengannya.

“Anda jangan tidak sopan ya! Saya peringatkan anda akan ada konsekuensi yang berat jika anda berani menyentuh saya sembarangan!” Riska berteriak berusaha untuk menunjukkan keberanian untuk mengintimidasi kedua berandal ini. Tentu saja dengan paras wajahnya, hal itu sia-sia.

Pemuda yang ditampar menatapnya dengan dingin dan kata-kata berikutnya membuatnya merinding, “Ah gadis cantik ini ternyata sangat garang ya … sebagai warga negara yang baik, kita dapat menyelesaikan masalah ini dengan damai kan ..... Hei bukankah kak Joni suka wanita yang begini?!”

Pemuda yang lain terkekeh dan menatap Riska dengan pandangan kotor. “Aku belum pernah melihat gadis secantik ini di fakultas bisnis selain kak Gebby. Mengingat bagaimana buruknya perasaan kak Joni sekarang setelah gagal kencan dengan kak Gebby, bukankah gadis ini cocok menjadi penggantinya. Jika kak Joni sudah bosan dengannya, dia mungkin akan dengan baik hati menyerahkannya pada kita hahaha”

Tanpa sadar, Riska menegang ketika mendengar nama Joni. Siapa di kampus ini yang tidak mengenalnya. Joni bukanlah preman biasa. Keluarganya merupakan pimpinan dunia bawah di kota ini. Pengaruh mereka bahkan bisa disamakan dengan 5 keluarga besar di negara ini.

Seakan menyadari ketakutan Riska, kedua berandal itu tertawa pongah dan semakin menatapnya dengan kotor.

“Yah kalau itu terjadi aku akan membalas tamparan ini dengan kenikmatan berkali-kali lipat!”

Komentar mereka membuat Riska semakin takut dan jijik. Secara perlahan, ia berusaha meraih ponselnya. Untuk mengalihkan perhatian mereka, ia berusaha untuk cukup berani berteriak pada mereka lagi.

“Kalian pikir Joni, preman kampungan itu akan menyelamatkan kalian! Aku Riska Tanoewidjaja, putri dari konglomerat Tanoewidjaja!”

Kedua pemuda itu segera terdiam dan mereka saling bertukar pandangan sebelum tertawa terbahak-bahak. Berandal yang ia tampar dengan kegirangan yang mengerikan menangkap tangannya dan menariknya kencang membuat ponsel yang telah berada di tangannya terlempar ke hadapan berandal lain.

“Ho, ternyata gadis ini berusaha mencari bantuan. Itu sangat pintar," komen berandal lain yang segera menginjak-injak ponsel itu sampai hancur. "Namun kami bukanlah amatir.”

Aksinya ini membuat kedua berandal itu semakin kesal dengannya dan menunjuknya dengan ekspresi jelek.

“Hei gadis kecil jikapun kau benar putri konglomerat Tanoewidjaja, kau sudah berada di tangan kami sekarang. Sangat mudah untuk menutup jejak kami! Tidak ada siapapun di sini untuk menyelamatkanmu!”

Mereka sangat benar, Fakultas bisnis tidak memiliki aktivitas yang mengharuskan mahasiswa untuk meluangkan waktu malam mereka di kampus. Mengingat ini adalah hari ujian terakhir, sebagian besar mahasiswa yang tinggal di asrama telah pulang ke rumahnya. Mereka juga berada di sisi gedung yang tidak memiliki kamera keamanan. Walaupun keluarganya Tanoewidjaja termasuk dalam keluarga konglomerat karena memiliki rumah sakit dan fasilitas medis terbaik di negara ini. Dalam hal aset dan pengaruh, keluarganya tidak bisa dibandingkan dengan keluarga Joni.

Riska yang memahami situasinya sangat ketakutan sekarang. Dalam hati, ia meminta tolong kepada Tuhan, ayahnya, keluarganya untuk menyelamatkannya.

Ketika kedua berandal itu sukses menangkap masing-masing tangan Riska dan menariknya untuk mengikuti mereka, air mata telah memenuhi wajahnya dan ia mulai memohon pengampunan dari kedua berandal tersebut. Sesuatu yang membuat kedua berandal ini semakin girang.

Namun belum sempat keduanya berkomentar, berandal yang ia tampar mendapatkan sebuah tendangan tepat di punggungnya membuatnya sempat berguling-guling di tanah sebelum berakhir dengan posisi meringkuk di tanah.

Berandal lain yang terkejut dengan ini tak memiliki kesempatan untuk menghindari tendangan yang bersarang di perutnya. Ia mengalami nasib yang sama dengan rekannya hanya saja ia berakhir dengan posisi terlentang. Keduanya pingsan dengan satu tendangan tersebut!

“Sampah!!” Suara itu sangat dingin namun membawa kehangatan bagi Riska. Ia juga mengenali suara tersebut dan tanpa sadar menggumamkan nama pemuda itu dengan lirih.

“Albert ….” panggil Riska dengan lirih.

Albert yang wajahnya entah mengapa terlihat begitu tampan sekarang hanya mengangguk. Ia hanya mengamati ketika pemuda itu menuju kedua berandal tersebut untuk mengambil ponsel mereka masing-masing dan menghancurkannya.

“Ayo pergi dari sini. Bos mereka dapat memungut sampahnya sendiri!” Riska dengan senang hati menerima ajakan tersebut.

Setelah mereka berjalan cukup jauh, Riska memaksakan dirinya untuk memulai obrolan dengan sopan.

“Terima kasih Albert, saya tidak tahu nasib apa yang akan menimpa saya jika anda tidak datang tadi.”

“Tidak perlu dipikirkan. Saya hanya melakukan hal yang benar,” Albert mengibas tangannya dan dengan bercanda, “Lagipula saya juga berhutang kepada anda bukan ? Jika saya tidak menyelamatkan anda, bagaimana saya dapat melunasi hutang saya.”

Riska tertawa kecil dengan candaan tersebut.

“Sepertinya saya yang malah berhutang kepada anda. Ah, bisakah kita mengobrol dengan lebih akrab?” Riska yang merasa tak nyaman dengan bagaimana Albert memperlakukannya sebagai kenalan tanpa sadar mempertanyakan hal itu. Ia merasakan sesuatu yang sangat asing, namun yang pasti ia ingin lebih dekat dengan Albert.

Albert sama sekali tidak keberatan dengan permintaan Riska.

“Tentu saja bisa! Oleh karena kita sudah akrab sebagai teman sekarang, aku lebih berkewajiban melunasi hutangku. Tindakanku sebelumnya sudah merupakan tindakan wajar sebagai manusia.”

Riska menyerah dengan usahanya untuk meyakinkan Albert. Namun, ia tetap akan membalas Albert dengan hadiah.

‘Namun, aku tidak pernah memberikan hadiah kepada teman pria. Apa aku harus bertanya kepada ayah atau kakak tentang hadiah yang cocok untuk pria ?’ Pikir Riska.

Mereka mengobrol beberapa hal lain. Riska bahkan tanpa sadar berusaha memperlambat langkahnya dan terus membawa topik obrolan. Ia sangat terkejut ketika mengetahui bahwa mereka akan kerja praktek di tempat yang sama, Harapan Group. Hal ini berarti, ia dapat lebih mengenal Albert bukan? Entah mengapa hatinya terasa hangat ketika mempelajari ini.

Riska kembali bingung ketika rasa kecewa menjalar di hati sesampainya mereka di parkiran. Dengan sedikit paksaan, Albert setuju untuk segera menghubunginya setelah mendapatkan ponsel baru.

Lili, sepupu Riska, yang sedari tadi menunggunya di mobil mengeluhkan betapa lamanya Riska di minimarket. Namun Riska dengan senyum lebarnya hanya membalas, “Aku sangat berterima kasih karena telah menemanimu kemari!”

“Eh, apa ini ? Kamu aneh sekali!” Lili menatapnya dengan aneh.

Awalnya, ia begitu malas membantu Lili membereskan kamar asramanya karena membuang-buang waktu dan tenaganya, belum lagi ia hampir saja jatuh ke tangan Joni.

Namun sekarang, ia sangat bersyukur tidak melewatkan ini karena ia dapat mengenal Albert! Ia sangat tak sabar memulai kerja praktek bersama Albert.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status