Share

Terciduk

Kupindai sekelilingku. Sepi. Tentu saja, penghuninya sudah tidur jam segini. Kecuali mereka yang berada di balik kamar ini. Suara desahannya semakin nyaring membuat hatiku panas mendengarnya. Tanganku gemetar, gerakan membuka handle pintu terhenti. Kuseka air mata yang keluar menahan pedih di hati. Aku tidak boleh menangis, harus tegar. 'Jangan lemah, Delia. Air matamu tidak pantas untuk mereka.'

 Aku berbalik dan menuju ke lantai atas. Ke kamarku. Sampai di kamar, kuambil benda penting, kecil, pipih berbentuk segi empat. Lalu segera turun ke bawah. 

 Di bawah, tepat di depan kamar ini, kuredam degup jantungku yang berdetak kencang karena habis berlari kecil. Aku masih terengah, napasku belum teratur. 

 Aktivitas di dalam masih terdengar. Itu bagus. Ada yang harus kulakukan. Tangan ini masih gemetar saat menggerakkan handle pintu. Pelan, sepelan mungkin kucoba membuka.

Klek. 

Krieett ….

 Aduh, berbunyi. Derit pintu ini memang terdengar keras bila dibuka. Aku harus siap andai ketahuan. Paling tidak harus menyiapkan bahan untuk bersandiwara. Posisi kuatur sedemikian rupa jika mereka tahu aku berada di depan pintu.

  Kutunggu sekian detik, aman. Suara menjijikkan itu masih menggema. Mungkin terlalu menikmati, hingga tidak menyadari ada seseorang yang mengintip perbuatan mereka.

 Kuintip sedikit. Mataku panas melihatnya, tapi aku harus kuat. Kumasukan benda pipih tersebut dekat dengan daun pintu, kuarahkan kamera ponsel tepat mengarah ke ranjang. Untung, sudut yang kudapat pas. Terekam dengan jelas apa yang sedang mereka lakukan ke dalam benda digital ini. Cuma sembilan belas detik. Aku tidak sanggup merekam sampai adegan ini selesai. Terlalu panas dan menjijikkan. Rasanya mual dan ingin muntah. Tega sekali mereka berbuat bermaksiat di rumahku.

 Kurasa rekaman ini sudah cukup sebagai alat bukti perselingkuhan mereka. Ini juga bisa sebagai pemberat Mas Heru dalam sidang perceraian nantinya. Dia tidak akan bisa mengelak.

 Pintu tidak kututup rapat, takut menimbulkan suara. Namun kalau aku pergi begitu saja dengan pintu seperti ini, mereka pasti curiga kalau tadi ada yang membukanya. Masalahnya, tadi aku masih beruntung karena mereka tidak mendengar, tapi tidak untuk kedua kali. Berpikir keras. Tetiba aku tersenyum setelah mendapatkan ide brilian. Baik Delia, kita berakting dulu sebentar. Sekalian menghentikan kemaksiatan mereka di kamar ini.

 "Mas!" Pintu sengaja kubuka keras dengan memanggil namanya.

 Mas Heru dan Lastri kompak tersentak kaget dan gelagapan mencoba menutupi area sensitif tubuh mereka. 

 "Delia! Ka--kamu?" Mas Heru bangkit dengan gerakan cepat memakai celana dalamnya lalu menghampiriku. Sedangkan Lastri segera menutupi seluruh tubuhnya dengan selimut. Dia terdiam tidak bergerak. Mungkin takut ketahuan.

 Tanganku di udara, berpura menggapai sesuatu. "Mas," seruku dengan terus berpura mencari sosoknya.

 Lalu tangan ini ditangkapnya. "I--ini Mas. Ka--mu kenapa ke sini?" Tanyanya terbata.

 "Mas, aku takut. Tadi aku mimpi buruk. Dalam mimpiku kamu sedang bergulat dengan wanita lain dikamar ini. Makanya aku segera turun dan masuk ke sini. Ternyata benar," jelasku dengan memaksakan mata ini meneteskan air mata. 

 "Be--nar?" Mak--sudnya?" Wajahnya pias mendengar ucapanku barusan.

 "Kamu ada di sini. Berarti mimpiku benar kan? Kamu sama siapa di sini? Bersama Lastri 'kan? Las … Lastri, kamu dimana?" Tanganku bergerak bebas di udara mencari keberadaannya.

"Lastri?" Gumam Mas Heru panik. Dia melirik ke arah Lastri yang berada di atas ranjang. Lastri memberi isyarat dengan meletakkan jarinya di atas bibir. 

 "Iya Mas, dalam mimpiku kamu bersama Lastri," sahutku cepat.

"Tidak Del, tidak ada Lastri, kamu cuma mimpi" jawabnya mengelak sambil menarik tanganku paksa. Namun kutepis kasar.

 Kudekati ranjang tersebut. Meraba-raba atas tempat tidur, tempat Lastri berada. Gerakan tanganku mendekati tubuhnya, hampir kena, nahasnya dia berguling hingga jatuh terjerembab ke bawah karena berusaha menghindari sentuhanku.

  Terdengar keras dentaman jatuhnya.

 "Suara apa itu?" tanyaku. Aku berusaha keras menahan tawa dan ekspresi wajah karena melihat langsung bagaimana keadaan Lastri terjatuh. Menggelikan. Hebatnya dia tahan tidak bersuara, padahal kulihat wajahnya meringis kesakitan.

 "Suara? Oh, ini, itu Sayang, Mas yang jatuh barusan," ucap Mas Heru. Dia mencoba membantu Lastri bangun dan berhasil menuntunnya keluar dari Kamar ini tanpa sehelai pakaian. Tentu saja, selimut yang tadi melilit tubuhnya kutarik paksa saat berpura mencari sosoknya. Mana mungkin dia memaksa mengambilnya dari jangkauan tanganku. 

 "Mas yang jatuh, kok bisa? Suaranya dari sana Mas, sedangkan Mas ada di sini," tudingku berpura tidak percaya.

 "Kamu salah dengar. Tadi Mas yang jatuh. Benar," tukasnya. Aku terdiam. Berpura sedang berpikir.

 "Sudahlah Sayang, lupakan. Itu tidak mungkin. Lastri sudah pulang. Setelah selesai kerja tadi, dia langsung pulang. Mas sendirian di sini karena kamar kita kamu kunci. Mas nggak bisa masuk, ya sudah Mas tidur di sini saja."

 "Benarkah? Kenapa aku mendengar suara itu nyata ada di kamar ini?"

 "Mungkin saja mimpimu kebawa ke dunia nyata. Kamu salah, sudah berpikir negatif terhadap suami sendiri. Itu tidak baik lo Sayang. Apalagi menuduhku dengan Lastri berselingkuh, itu tidak akan pernah terjadi. Kalau dia tahu, dia pasti kecewa dituduh kamu begitu. Mana mungkin. Lagi pula kami hanya sebatas rekan kerja dan Lastri itu sahabat dekatmu 'kan. Mas jadi sedih dengarnya," jelasnya dengan mimik muka yang memuakkan.

 "Maaf Mas, Syukurlah kalau itu cuma mimpi. Maaf ya, sudah membuat Mas terbangun. Mimpi itu terasa nyata. Delia takut Mas. Mas janji 'kan, nggak akan pernah mengkhianati atau selingkuh di belakangku? Apalagi aku yang dalam keadaan begini," ucapku menunduk dengan wajah sendu. 

 "Nggak Sayang, nggak akan," janjinya sambil membawaku ke dalam pelukannya.

 Aku memberontak, menolak kasar pelukannya. Mas Heru terlonjak kaget.

 "Tubuhmu basah Mas. Baunya juga nggak enak. Ini juga nggak pakai baju. Kamu kenapa? Keringatan begitu. Kepanasan? Bukankah disini dingin. AC-nya hidup kan Mas?" Aku sengaja mengatakan begitu karena jijik disentuh olehnya. Tidak hanya keringat saja berlumur di sana, tapi pasti ada air lainnya. 

 "E … ehm … anu, itu, Mas, Mas kepanasan," ujarnya beralasan sembari menggaruk kepala. Namun sayang, alasannya tidak masuk akal.

 "Ya sudah, mending Mas mandi sana. Biar dinginan. Pakai sabun yang banyak Mas, bau badan Mas nggak enak."

 "Iya," ucap Mas Heru pasrah.

 Mas Heru telah keluar lebih dulu dari kamar ini. Aku masih berada di sini, berdiri terpaku melihat pemandangan yang ada di dalamnya. Tempat tidur berantakan dan baju yang berserakan di lantai menunjukkan betapa dahsyatnya pertempuran mereka barusan.

 Dada terasa sesak. 'Sudah berapa lama kalian bermaksiat di rumah ini, Mas?' 

 Bruk!

 Ada yang menabrakku. Mas Heru?

 "Mas, ini kamu?" Tanyaku dengan berusaha menggapainya.

 Namun sayangnya dia berjalan ke samping mencoba menghindariku. 

 "I--iya, ini Mas. Ada yang ketinggalan," sahutnya. Dia memungut pakaian Lastri di lantai. 

 "Ketinggalan, apa Mas?"

 "Oh, itu. Nggak ada. Maksud Mas, ketinggalan ngajak kamu pergi. Mas lupa harusnya menuntun kamu ke atas," ucapnya penuh kebohongan.

 "Nggak usah Mas. Itu tongkatku di depan kamar. Aku bisa jalan sendiri. Enam bulan dalam kegelapan memaksaku untuk mandiri, Mas. Telingaku juga lebih sensitif. Jadi suara apa pun, apalagi yang terdengar aneh itu sampai ke telingaku dengan jelas."

 Kulihat Mas Heru menelan ludahnya. "Oh, i--iya. Kalau gitu Mas duluan ya. Ini badan Mas gerah, basah," ucapnya sambil menyembunyikan pakaian Lastri di belakang badannya. Aku cuma mengangguk sambil tersenyum semanis mungkin.

 Lihat saja Mas, satu bukti sudah di tangan, bila kuekspos sekarang video menjijikkan ini, damn! Karir kalian berdua hancur. Terutama kamu, Mas.

 Namun tidak. Tidak sekarang, Mas. Nanti dulu. Ada yang lebih penting yang harus kulakukan. Tunggulah Mas, perang ini baru saja dimulai.

Komen (9)
goodnovel comment avatar
Yuli Defika
Wanita harus tangguh
goodnovel comment avatar
Henry Dyrga
ceritanya menarik...
goodnovel comment avatar
Tini Win
Delia sungguh kuat
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status