“Benarkah kamu Safira Ramadhani?” tanya seseorang membuat Safira dan Candra menoleh kesumber suara. “Ya benar.” jawab Safira menyunggingkan senyum tipis. “Ada keperluan apa anda mendatangi kediaman saya?” wanita tersebut melangkah masuk kedalam ruangan. “Hanya ingin sedikit bertanya tentang kematian yang dialami oleh suami anda.” jelas Safira dingin. “Bukankah semuanya sudah saya ceritakan pada pak Haikal? Kenapa anda sampai mendatangi kediaman saya dan mempertanyakan hal ini kepada putra saya? Bisakah anda tidak melibatkan putra saya dalam hal ini?” tanya Zivana dengan dingin. “Saya hanya memastikan saja, bahwa bukan anda dan putra anda pelaku dari pembunuhan pak Bagas. Semua orang bisa saja tersangka!” “Hmmm, jadi anda mencurigakan saya dan putra saya yang melakukan pembunuhan itu? Apa yang anda inginkan sebenarnya?” “Bisakah saya memeriksa ruang kerja pak Bagas? Mungkin saja menemukan sesuatu yang bisa menjerat tersangka.” Zivana menghela napas pendek, “Ikut saya!” ujarnya k
Safira keluar dari rumah tersebut dengan menaiki motor dengan kecepatan sedang. Ditengah jalan matanya terusik, demi melihat seorang gadis tengah dipaksa memberikan uangnya kepada beberapa lelaki yang bernampilan seperti preman. Di dekatinya beberapa lelaki itu, mencoba untuk merampas kembali uang yang sudah ditangan mereka. Namun dirinya gagal untuk merebut uang itu, beberapa lelaki itu malah memukulnya. Safira tak mau kalah membalas mereka dengan perlawanan yang lebih beringas dari apa yang mereka lakukan barusan. Dan akhirnya Safira mampu memukul mundur para pria itu. Mereka berlari menyelamatkan diri masing-masing meninggalkan Safira dan seorang gadis di sampingnya. “Terima kasih udah mau membantuku. Apa kau baik-baik saja?” Safira hanya menganguk perlahan. Keduanya menjerit saat beberapa peluru menyerang keduanya, dengan gerakan cepat Safira menarik tangan sang gadis menjauhi peluru yang membabi buta menyerang mereka. Safira dan sang gadis lari pontang panting menghindari setiap
Safira melangkah menjauhi kamar Fikri, dan bersandar disofa dengan wajah lelah. Dahinya dan pundaknya terasa nyeri. Safira berusaha menglap darah yang mengucur dari dahinya dengan ujung lengan bajunya. Safira melirik kearah Fikri saat pria itu memberikan kotak p3k pada Safira. Safira mengambilnya dalam diam dan mulai mengobati luka didahinya. Fikri nampak mengerutkan keningnya saat melihat noda darah tepat dibelakang tempat Safira bersandar. Fikri menarik pundak Safira untuk melihat apa sebenarnya yang terjadi. Betapa terkejutnya dirinya saat melihat pundak Safira mengeluarkan banyak darah. Tanpa berkata sedikit pun, Fikri menyandarkan kepala Safira disofa, dan berusaha melihat luka apa yang sedang dialami Safira. Setelah diketahuinya luka yang dialami oleh Safira adalah luka tembak, Fikri segera mengambil sebuah pinset untuk mengeluarkan peluru yang bersarang dipundak Safira. Sebelum mengeluarkan peluru tersebut, Fikri mengunting baju Safira dibagian tertembak, agar memudahkan menge
Sesampainya dirumah, benar saja apa yang dipikirkan oleh Fikri, mamanya akan mengomel karena dirinya dan Safira tidak pulang kerumah seharian. Sebuah tamparan cukup keras telah mampir dengan mulus kewajah Fikri. “Kau apakan Safira sehingga dahinya terluka?” bentak sang mama. Fikri hanya mendengus kesal. Percuma dia jelaskan semuanya, sudah pasti mamanya tidak akan mempercayainya dan akan memukulnya lagi. “Katakan!” teriak sang mama. “Maaf, bu…. Kepala saya terbentur saat hendak masuk kamar mandi…..” jelas Safira perlahan. “Bohong!” bentak Hanum. Kembali tamparan mengenai wajah Fikri lagi. Hanum menarik Fikri dengan kasar, sedangkan saat hendak mencegat Hanum untuk melakukan sesuatu pada Fikri, tangan kekar seseorang menghentikan Safira. “Jangan campuri urusan seorang anak dan ibunya!” peringat suara itu dengan tegas. Safira menoleh kearah sumber suara tersebut. “Maaf pak, seharusnya kalian sebagai orang tua tidak pantas selalu memukuli tuan Fikri saat melakukan kesalahan maupun
Breaking news…. Beberapa warga menemukan dua mayat tergeletak ditepi jalan. Dua mayat tersebut berjenis kelamin lelaki. Kemungkinan terjadinya baku tembak antar pelaku dan korban ditempat kejadian. Barang bukti yang ditemukan, terdapat dua senjata api tergeletak disamping jalanan. Untuk motif pembunuhan ini, polisi masih menyelidiki dan melakukan pencarian terhadap pelaku. Saya Melinda Sari melaporkan dari televisi riau. Saat Safira sudah siap-siap untuk mengantarkan Fikri kesekolah. Dia sangat terkejut saat melihat tiga orang polisi sedang berbicara dengan Hartawan Wijaya Kusuma. Tidak lama kemudian Fikri keluar dari kamarnya, dan langsung diborgol saat polisi melihat Fikri. “Ada apa ini?” tanya Fikri mengeryitkan dahinya saat dua orang polisi mendekatinya dan memborgolnya. “Kamu ditangkap atas tindakkan pembunuhan orang….” Safira menatap Fikri diam yang juga menatap dirinya. Fikri dibawa kekantor polisi. Safira menguntit tiga polisi tersebut. “Mau kemana kau?” Surtinah menarik t
Fikri nampak mengerutkan keningnya dan menatap kepergian Safira dengan tatapan penuh curiga. Fikri mencoba mengejarnya, namun dilihatnya motornya dibawa oleh Safira. Fikri memasuki bagasi rumahnya dan segera memasuki mobilnya. Fikri menguntit Safira. Sedangkan Safira meraih handphonenya dan menelpon seseorang. “Apakah kau punya kenalan hacker?” tanya Safira disebrang telepon. “David, dia seorang hacker….” jawab Abbas. “Bukan seorang polisi yang saya mau.” potong Safira dengan cepa dan tegas. “Baiklah akan saya kirim nomornya.” “Beserta alamatnya…..” sambung Safira. Saat sudah mendapat nomor telepon tersebut, Safira segera menelponnya dan menjanjikan pertemuan. Safira berhenti sebuah kafe. Safira celingk celinguk mencari sosok yang dia cari. Safira langsung mengenali pria tersebut, saat sang pria memberitahu melalui cath pakaian yang dia kenakan dan berdehem saat Safira sudah disampingnya. Safira segera duduk dan Fikri duduk tidak jauh dari tempat duduk keduanya. Fikri memakai hoo
Safira menghela napas lega saat sudah sampai kerumah pribadi Fikri. Fikri memasukkan mobilnya kebagasi. Saat sudah turun, Fikri menatap Safira dingin dan melipatkan kedua tangannya kedada. “Apa sebenarnya yang terjadi? Siapa orang-orang yang menyerangmu itu? Dan siapa pria berjas itu?” tanya Fikri menatap dingin Safira. “Aku rasa, empat orang yang menyerang kita kemarin adalah orang-orang yang mengincar dirimu kan?” tanya Fikri dengan nada penuh intimidasi. Safira hanya diam. “Jawab!” “Aku tidak mengenal siapa mereka? Aku juga tidak tahu mereka mengincarku? Kenapa kau berpikir mereka mengincarku?” tanya Safira menatap Fikri dingin. Fikri tersenyum tipis, “Aku sengaja menjauhi mobilku, saat kau diserang enam orang itu, dan memelankan laju mobilku. Saat tiga motor itu melewati mobilku, mereka tidak menyerangku sama sekali, malah mereka sangat berambisi menembakimu. Itu sudah bisa menjadi bukti, bahwa mereka menginjarmu dan kejadian saat pria berjas itu berbicara denganmu, aku mende
Sesampainya dirumah, saat sudah menyelesaikan hukumannya. Safira keluar dari rumah, dan bertemu dengan David. “Ada yang bisa aku kerjakan?” tanya David saat Safira sudah berada dirumah David. “Tolong lacak plat nomor ini!” ucap Safira memberikan selembar kertas yang berisikan nomor plat mobil. David langsung menghack plat mobil tersebut. Saat sudah mendapatkan informasi tentang plat motor itu, Safira segera mencari tahu tentang pria berjas hitam tersebut. Motor Safira berhenti disebuah rumah, Safira segera menelpon seseorang melalui earphonenya. “Bisakah kau melacak rumah yang akan saya kirimkan padamu? Apakah dirumah ini memiliki cctv?” “Baik….” ujar David segera melaksanakan perintah Safira. “Saya hanya mendeteksi adanya cctv dibagian depan rumah. Dibagian dalam rumah aman.” jelas David. “Bisa kau matikan rekamanan cctv nya?” tanya Safira lagi. “Baiklah….” perintah Safira segera dilaksanankan. “Sudah…” jelas David melalui earphonenya. “Terima kasih.” Safira melakukan penyam