Putra bu Mutia meradang dengan sahutan bu Endang yang tiba-tiba muncul dihadapan mereka. Ini bukan urusannya kenapa selalu ikut campur gertaknya dengan kasar. Aku terkekeh geli sendiri mendengar ucapan dari bu Endang yang begitu menohok. Benar juga keuntungannya apa kalau emnikah dengan pria yang mengandalkan ketampanan belaka. TIdak mau bekerja untuk menafkahi.
"Keuntungan yang didapatkan tentu saja tidak malu saat diajak kondangan. Hal lainnya tentu saja aku akan memuaskan mereka diatas ranjang. Aku ini pria yang perkasa!" seru anaknya bu Mutia.
"Haha ... Terus kamu apa nggak mikir bisa makan bayar anak sekolah, bayar listrik juga beli beras? Mengandalkan keperkasaan doang emang bisa membaut perut kenyang apa?" tanya bu Endang.
Aku rasa pria di depanku ini adalah pria sinting yang tidak tahu malu. Bagimana dia bisa dikatakan sebagai seorang pria sejati jika pemikirannya begitu dangkal dan tidak berguna seperti itu. Mana ada anak pejabat dan pengusaha kaya y
Aku memutuskan hal yang sangat kejam mungkin. Ini untuk membuatku waras karena sudah tidak tahan dengan hinaan yang aku terima dari beberapa warga desa sukma jaya ini. Terutama dari bu Mutia dan anaknya."Saya bersedia jadi saksi lagian anak bu Mutia ini kalau ada kegiatan apapun tidak pernah menampakkan diri malah sibuk mencela," balas bu Sri."Terima kasih ibu Sri. Hari ini akan saya buatkan laporannya!" seruku seraya meninggalkan warung.Aku memberikan apa yang diperlukan ibu dari warung bu Sri. Aki segera mandi ke kantor tanpa sarapan dan pamit pada ibu karena buru-buru. Aku menghubungi tim pengacara di perusahaan untuk berdiskusi dengan mereka bagaimana baiknya.Hari ini aku datang ke rumah sakit untuk cek kegadisan harga tidak murah sih tapi tidak apa-apa yang penting sekarang jelas aku tidak seperti yang mereka tuduhkan selama ini.Surat laporan serta bukti sudah aku buat. Sekarang juga sudah dikirim ke rumah bu Mutia. Seketika mendadak hebo
Kami semua tertawa mendengar kata santet di era modern ini. Pasalnya siapa yang percaya santet di jaman serba canggih ini. "Bu Mutia mau cari santet dimana? mau semedi dimana? Atau jangan-jangan bu Mutia ini sudah mempraktekkan ilmu hitam ya?" ledek bu Endang. "Kalau iya kenapa bu. Kalau bu Endang tidak percaya nanti aku kirimkan santet ke rumah bu Endang!" gertak bu Mutia. Kami jadi saling pandang karena merasa tidak percaya dengan adanya santet. Kami hidup berdampingan di sini sudah lama tidak pernah mendengar hal berbau mistis. "Sudah bu Endang tidak usah di ladeni lagi orang gila seperti bu Mutia ini. Orang sudah salah tidak mau kalah ngotot lagi," ucap bu Arum. "Iya bu Endang ayo kita istirahat pulang. Saya tetap mendukung Dara tidak mencabut tuntutannya. Sekarang ada hal baru lagi katanya mau di santet berati 'kan bisa kena pasal pengancaman ya bu?" tanya bu Sri. Aku membenarkan apa kata bu Sri. Serta mengatakan pada bu Mut
Pak Hansip ini aku tunggu jawabannya kenapa seperti tampak ragu untuk menjawab apa yang harus ia katakan depan warga.Membuat panik dan penasaran kami semua yang sudah tak sabar untuk mendapatkan jawaban yang benar."Anu ... itu sebelum saya menjawab apa yang saya dan tim temukan kami mau mau bertanya dulu sama anaknya bu Mutia," jawab pak Hansip."Jangan kelamaan pak. Langsung saja katakan. Apakah putra songong bu Mutia yang ketampanannya tiada tara itu menyembunyikan narkoboy di kamarnya?" tanya bu Endang yang sudah tak sabar. Bu Endang ibu-ibu gahul masa kini makanya pakai bahasa anak muda."Bu-bukan sih tapi sebelum menjawab saya mau bertanya beberapa hal kepadanya," ucap pak Hansip.Pak Hansip memanggil anak bu Mutia terlihat dari atas sini mereka masih penasaran dengan apa yang akan ditanyakan oleh oak hansip di saksiksan oleh pak rw, pengurus rt juga warga sekitar."Nak, apakah ini milikmu?" pak Hansip memperlihatkan sebuah bung
Bu Endang ternyata yang memanggilku. Aku berhenti sejenak dan ingin tahu apa yang akan beliau sampaikan."Ada apa bu, mau julid lagi?" tanya Doni."Heh jangan suudzon begitu sama saya Doni. memangnya saya tukang gosip apa ya. Sampai kamu bilang begitu, aku ini mau bicara serius sama Dara," ucap bu Endang.Aku tenangkan adikku dan mempersilahkan bu Endang untuk mengatakan apa yang ingin disampaikan oleh bu Endang."Bu Endang minta maaf pernah menuduh Dara sebagai simpanan om-om, mumpung ada umur bu Endang minta maaf ya, takutnya nanti nggak ada umur," ucap bu Endang."Aku nggak salah denger bu Endang? Masa sih ratu gosip macam bu Endang itu mau minta maaf pada kakak saya!" seru Doni.Bu Endang mengatakan yang sebenarnya dalam hati. Beliau sangat menyesali perbuatan selama ini. Beliau mengaku khilaf tapi kalau diingatkan akan mengerti. Beliau meminta maaf atas kesalahan yang selama ini diperbuat."Kak mungkin bu Endang mau m
Pak Rt menyunggingkan senyuman. Beliau meminta untuk musyawarah kembali ke rumah bersama keluarga. Mungkin ini terkait laporan polisi yang aku ajukan ke kantor atas tuduhan pencemaran nama baik."Tidak bu, mumpung bapak dan ibu Dara ada di rumah kami ingin bicara secara kekeluargaan saja kok," ucap pak Rt."Apa pak rt meminta agar Dara mencabut laporan polisi yang sudah dibuat. Jangan ngadi-ngadi pak. Ini untuk menjadikan pelajaran untuk kita semua agar tidak saling menghujat sembarangan!" seru bu Endang.Bu Mutia langsung sewot mendengar mulut bu Endang itu. Bagaimana bisa bu Endang berkata jangan menghujat sembarangan padahal bu Endang sendiri suka berkata sembarangan dan menjengkelkan kepada warga yang lainnya."Ngaca dong bu Endang gimana sih. Bu Endang 'kan suka ngomong nggak jelas juga sampai orang sakit hati!" seru bu Mutia."Itu kan dulu bu karena khilaf aja, emang kenapa sih orang juga ada salahnya. Sekarang kehidupan sudah berbeda. Dunia
Au menyipitkan mata mendengar jawaban pak rt yang terlalu tebelit-belit itu. kenapa harus menunggu minggu depan. Pak rt dan bu Mutia terlihat saling tatap dan kemudian gagap menjawab pertanyaan ibuku. "Anu bu Siti anu ...," ucap pak rt gagap dan kelihatan bingung menjawab. "Kalau tidak jelas silahkan pergi dari rumah saya. Jalani saja persidangan yang sudah menanti untuk anak anda," ketus ibuku. Bapakku juga sependapat dengan ibuku. Beliau meminta pak rt dan istriny pulang karena tidak jelas kedatangannya untuk apa. Lebih baik puang dan dinginkan pikiran karena saat ini anaknya juga sedang terkena kasus lain. Mungkin bisa menjernihkan pikiran dan melapangkan dada di rumah sebelum mengurus masalah yang lain karena akan membuat pusing kepala saja dan tidak akan pernah selesai masalah jika pikiran kacau dan hati tidak tenang dalam menyelesaikannya. "Tunggu dulu dong bu Siti gitu aja marah. Bener-bener ya kalian itu tidak ingin diajak damai," cele
Irma kaget dan tampak marah mendengar apa yang aku katakan. Mungkin saja itu benar apa yang aku katakan sehingga Irma terdiam sejenak meloto ke arahku.Biasanya ia akan segera membantah sepertinya hari ini Irma seperti menahan dan tak ingin sembarangan berkata."Kamu sekarang mulai berani padaku ya! Dahulu kamu cupu dan pura-pura kalem. Sekarang sifat asli kamu mulai kelihatan," seru Irma."Orang itu ada batas sabarnya. Aku muak menjadi orang lemah dan ditindas oleh orang murahan sepertimu, oh iya kok pertanyaanku nggak dijawab. Siapa yang aku laporkan polisi sehingga kamu ikit nggak terima?" ucapku tegas.Irma mundur selangkah demi selangkah. Tapi aku maju selangkah mengokutinya yang mundur satu langkah. Aku sekarang akan balik menyerang setiap orang yang menindasku.Menjadi orang baik akan terus disakiti juga ditindas oleh orang-orang yang tak bertanggung jawab. Mereka puas kalau orang ditindas tidak melawan.Apa mereka pikir mereka itu he
Irma geregetan mungkin mendengar pertanyaanku. Orang seperti Irma ini yang aku herankan kenapa tak pernah kapok ya melakukan kejahatan."Kau ini sungguh keyerlaluan. Kau sengaja membuatku bicara pekerjaan sampingan yang aku lakukan. Kamu wanita rubah!" gertak Irma."Kau yang pertama melakukan kejahatan padaku. Kau yang duluan menggangguku kenapa seakan jadi aku yang jahat dan kau yang tertindas?" tanyaku dengan santai.Irma terlihat menggertakkan giginya. Aku semakin sengaja ingin membuatnya marah. Seseorang jalang yang meneriaki orang lain sebagai jalang. Kurang ajar sekali dia ini, coba mau menjawab apa lagi dia ini?"Aku hanya bertanya baik-baik kau yang terus menekanku untuk membuka aib di depan umum 'kan. Kau yang melakukan trik murahan Dara bukan aku," ucap Irma."Aku yang menggunakan trik kotor. Bagaimana mungkin aku yang sedari tadi sibuk bekerja bisa membuat keributan. Orang yang suka mencari kebenaran biasanya adalah pelaku yang sesungguh