DENDAM

DENDAM

By:  Rias Ardani  Completed
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel18goodnovel
10
9 ratings
26Chapters
21.1Kviews
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
Leave your review on App

Dendam yang berasal dari anak yang terlupakan, terbuang dan di tinggalkan. Mengalami begitu banyak luka, membuatnya bertekad, akan menghancurkan hidup keluarganya, termasuk Ibunya.

View More
DENDAM Novels Online Free PDF Download

Latest chapter

Interesting books of the same period

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments
user avatar
andra
bagus pemuda yang tidak terduga
2022-01-27 11:41:56
0
user avatar
Ryff.
ceritanya bagus. dari awal udah bikin penasaran. menguras emosi lagi. sukses selalu buat novel ini.
2021-11-14 11:33:20
1
user avatar
Rias Ardani
mampir ke karyaku yang lainnya dong
2021-10-10 02:56:27
2
user avatar
Wida Ningsih
seru banget
2021-06-28 01:49:06
0
user avatar
Wida Ningsih
seru baget
2021-06-28 01:48:43
0
user avatar
Wida Ningsih
seru banget
2021-06-28 01:47:18
0
user avatar
Rias Ardani
terimakasih
2021-06-19 18:09:06
0
user avatar
Agung Trenggana
novel yang bagus
2021-06-08 09:18:04
2
user avatar
Watti Ramdani
next next nextt
2021-06-07 15:36:00
2
26 Chapters
Kematian
Part1 "Ada apa? Kenapa ada garis Polisi?" tanyaku pada Amira, karyawan yang bekerja di bagian informasi. "Katanya ada pembunuhan. Barusan mayatnya dibawa pihak kepolisian." "Inalilahi w* inailaihi roji'un." Garis Polisi disamping gedung kantor pun menyisakan tanda tanya untukku. Terlihat buket bunga yang hancur dan seperti kue ulang tahun yang juga terlihat lenyek dilantai bercampur bekas darah. "Korbannya laki-laki atau perempuan? Kok bisa disamping kantor kita?" tanyaku heran. "Perempuan, rambutnya terlihat panjang. Cuma sempat lihat sekilas, sebelum dibawa mobil ambulan." "Mana Satpam? Kok saya nggak ada liat dari tadi?" "Tadi beli sarapan bentar, katanya." "Yasudah, kalian semua masuk dan bekerja seperti biasanya, minta Roland antar rekaman cctv hari kemaren ke ruangan saya!" titahku. Mereka semua pun masuk, dan aku menunggu satpam datang. Lima belas menit, akhirnya satpam kantor yang bernama Ucup pun datang, membawa kantong plastik yang berisi sarapan paginya. "Pagi,
Read more
Pemakaman
DendamPart2 "Sudah, cukup! Jangan menambah sakit hati Mamah, tidak seharusnya kamu bersikap seperti ini di depan jenazah Alena." Mamah berkata dengan tangan yang menunjuk-nunjuk ke arahku, serta mata melotot, yang seakan mau keluar dari tempatnya. Aku menatap nanar wajah Mamahku, wanita yang melahirkan aku itu begitu marah kepadaku, pancaran matanya menyorotkan kebencian dan kekecewaan.Sedangkan Ibu mertua, Beliau terus-menerus menyeka air matanya. Aku bersimpuh di depan Ibu mertua, memohon maafnya. Namun Ibu mertua tidak merespon apapun, Ibu bahkan membuang wajah dari pandanganku. "Bu, maafkan saya! Saya memang salah.""Kita tidak bisa mengubah garis takdir seseorang, mungkin inilah yang di namakan janji dirinya, sebelum dia lahir ke dunia." Aku semakin malu, mendengar ucapan Ibu mertua. Selama dua bulan ini, semenjak pertemuanku dengan Amira. Begitu banyak perlakuan tidak mengenakkan dariku untuk Alena. Saat itu .... "Mas, kapan kita jalan-jalan? Aku pengen ke keb
Read more
Hasil Autopsi
DendamPart3 Semua pelayat pun telah pulang ke rumah masing-masing, aku memapah Ibu mertua yang tidak mampu berdiri.Tubuhnya lemah, teramat lemah, ia bahkan seolah hilang tenaga. Lantunan ayat suci berulang kali ia rapalkan dengan bibir gemetar, berdosanya aku, sungguh berdosa. Andai saja malam itu aku tidak ke apartemen Amira, andai saja aku memilih pulang. Mungkin Alena saat ini masih di rumah, bercengkrama bersama Mamah dan tersenyum riang menyambut kedatanganku pulang bekerja. Sesampainya kami semua di rumahku, yang bersebelahan dengan rumah Mamah. Aku merebahkan ibu mertua dalam kamarnya, ia memang tinggal bersama kami selama ini. Aku berjalan menuju dapur, dimeja makan tertata rapi berbagai hidangan yang terlihat begitu lezat. Namun kini telah basi, dan dihiasi beberapa bunga mawar merah yang amat cantik, serta lilin berwarna warni. Hatiku seakan di hantam pisau belati, perih dan sakit melihat betapa Alena begitu sempurna mempersiapkan segalanya. Ia pasti menyiapkan semua
Read more
Nomor tanpa nama
DendamPart4Sepanjang perjalanan menuju rumah sakit, Mamah kembali sadar, namun Mamah teramat membuat aku dan Papah semakin khawatir.Mamah terus meracau dan menyebut-nyebut nama Alena, perasaan hati ini semakin tidak karuan."Alena ..., Alena, jangan tinggalkan Mamah, Nak. Jangan ..., Mamah tidak kuat, tidak kuat jika harus kehilangan kamu, Nak." Kata-kata itu berulang kali ia ucapkan, membuatku semakin frustasi dan tertekan, tidak henti-hentinya aku merutukki diri sendiri yang bodoh ini.Sepanjang perjalanan itu pula, Amira terus-menerus menghubungiku. Sesampainya di rumah sakit, aku meminta Papah untuk duluan masuk ke dalam membawa Mamah."Raka mengangkat telepon dulu, soalnya tadi pagi meninggalkan kantor begitu saja! Mana tau ada masalah." Papah mengangguk, dan menggandeng Mamah yang begitu lemah masuk ke dalam rumah sakit.Aku menghubungi balik nomor Amira."Kamu kemana saja sih, Mas? Susah banget di hubungi, aku kan kangen." Amira berkata di sebrang telepon dengan suara yang
Read more
Kedatangan
 Part5 Aku mengusap kasar wajahku. Begitu banyak yang Alena pendam seorang diri, aku sebagai suami merasa sangat tidak berguna. Aku kembali teringat Amira, selama ini tidak ada satu pun musuh Alena, apa mungkin ini perbuatan Amira? Agrh .... rasanya aku benar-benar tidak kuasa, jika semua ini benar perbuatan Amira. Kupandangi wajah pucat Mamah, betapa menderitanya Mamah, kehilangan Alena.Kuseka pelan air mata, aku tetap harus berusaha kuat.---------Menghilangkan rasa jenuh, aku berselancar di aplikasi berwarna biru.Terlihat beberapa akun menshare berita tentang pembunuhan yang di alami istriku. Dering panggilan masuk, dari nomor tidak di kenal. Aku pun menerima panggilan itu. "Hallo," ucapku, dengan menempelkan benda pipih itu ke telinga. "Hallo, dengan Bapak Raka Sebastian."  "Benar, saya
Read more
Hal Aneh
Part6"Ibu, bibirnya miring dan tangannya sedikit bengkok, seperti orang yang terserang stroke, Pak.""Astagfirullah." Aku langsung mematikan telepon.'kenapa Ibu mendadak tiba-tiba begini.'"Ada apa?" tanya Papah."Ibu Alena, katanya seperti terserang gejala stroke. Raka mau membawanya ke rumah sakit, dulu."Papah mengangguk, aku berlari cepat meninggalkan ruangan menuju parkiran.Kupacukan mobil dengan kecepatan tinggi, hingga sampai di depan rumah dengan cepat.Aku memarkirkan mobil di teras depan, lalu keluar dan mendorong kasar pintu.Aku dengan sigap membuka kamar Ibu, aku takut ia benar-benar stroke.Saat aku membuka kamar, Alia dan bibi menatap ke arahku.Aku tercekat, melihat kondisi Ibu yang begitu memprihatinkan."Al, kamu ikut saya! Kita bawa ibu ke rumah sakit." Alia m
Read more
Curiga
Part7Aku tidak tahu masa lalu wanita ini, yang jelas, sorot matanya menampakan amarah yang terpendam.Namun masih tertutup oleh wajah cantiknya."Masuk dan istirahatlah, nanti kamu juga ikutan sakit kalau begini." Alia mengangguk, namun ia tidak berkata apapun lagi. Aku masuk mengekor Alia, memperbaiki selimut Ibu, dan menggenggam telapak tangannya."Bu, jangan terlalu banyak pikiran, nanti Ibu tambah sakit, disini sudah ada Alia. Ibu harus sehat lagi, Alia butuh ibu." Aku berkata pelan, namun pancaran mata Ibu menyorotkan kepanikan dan ketakutan, sulit untuk aku pahami."Bu, jangan khawatirkan apapun, Raka janji, akan menjaga Alia untuk Ibu. Cukup kita kehilangan Alena, Raka akan menjaga Alia untuk Ibu." Aku berusaha menenangkannya, mungki saja Ibu takut Alia mengalami hal yang serupa, seperti yang di alami Alena.
Read more
Curiga2
Part8"Amira .... lepas! Sini duduk." Aku menyentak kedua tangannya, lalu menyeretnya pelan ke arah sofa. Amira terheran-heran menatapku."Ada apa sih? Mas."Aku menatap dingin wanita di depanku ini."Amira, kamu tau bukan, bahwa Alena mati di bunuh?" ucapku. Amira mengatupkan kedua telapak tangannya ke mulut.Ia seolah tengah terkejut mendengar ucapanku. Aku menatap lekat mata hitamnya, berusaha melihat kejujuran. Namun ia seakan benar-benar terkejut."Kamu jujur sama Mas. Kemaren ngapain kamu berkeliaran di kompleks tempat tinggal mas, dan berdiri melihat rumah yang riuh para pelayat.""Apa? Jadi rumah mas? Bukan rumah teman?" tanya Amira, ia malah nampak kebingungan.Aku mendesah berat, menahan gejolak amarah yang seakan ingin meledak. "Kamu jangan main-main Amira, bukankah kamu senang mendengar berita kematian Alena."
Read more
Curiga3
Part9"Bi, bersikaplah seolah tidak ada apa-apa, namun tetap waspada."Bibi mengangguk, ia pun berpamitan untuk melanjutkan pekerjaannya.Aku pun berjalan cepat, menuju ke dalam kamar kami. Kurebahkan tubuh yang terasa lelah ini, sambil memejamkan mata, berharap Alenaku datang, walau hanya di alam mimpi.__________Ketukan di pintu kamar, membuatku terbangun dari alam mimpi, namun rasa kantuk masih melekat hebat di mata, membuatku sulit untuk bangun.Aku beringsut turun, berjalan gontai, menuju kedaun pintu kamar.Kutarik gagang pintu, dengan mengerjap-ngerjapkan mata.Aku terkejut, melihat Alia berdiri tepat di depanku."Alia, ada apa?" tanyaku, sebiasa mungkin aku bersikap, agar ia tidak berpikir aneh tentangku.Alia tersenyum kecil, sorot matanya terlihat begitu dingin dan sulit kupahami pandangannya itu.
Read more
Ditampar
Part10Sudah dua minggu Ibu di rawat, aku pun sesekali menjenguknya ke rumah sakit.Dokter mengatakan, kondisi Ibu Mumun tidak ada perubahan. Mamah menghubungiku, untuk menjemput mereka pulang.Ia memutuskan membawa Ibu pulang, katanya lebih baik rawat di rumah, ia bahkan berniat mempekerjakan seorang perawat, yang akan bertanggung jawab mengurus Ibu.Aku melajukan mobil ke rumah sakit, sementara Papah masih di kantornya. Papah memiliki perusahaan sendiri, yang terbilang masih baru, dan bergerak di bidang property. Sedangkan aku sendiri, bekerja di perusahaan bonafide. Aku memiliki jabatan yang cukup penting di perusahaan raksasa tersebut.Masih dalam masa cuti, yang tinggal sehari lagi. Aku melajukan mobil, menuju rumah sakit.Aku mengurus biaya administrasi, kemudian menunggu Alia keluar bersama Mamah.Alia mendorong pelan kursi roda ibu, sedangka
Read more
DMCA.com Protection Status