Bound by the Moon

Bound by the Moon

last updateLast Updated : 2025-05-09
By:  Fitrarhmadhani Updated just now
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel12goodnovel
Not enough ratings
10Chapters
13views
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
SCAN CODE TO READ ON APP

Di dunia di mana setiap manusia berusia 18 tahun akan diuji oleh Bulan untuk mengetahui apakah mereka keturunan manusia biasa, penyihir, atau werewolf tersembunyi — seorang gadis yatim piatu bernama Lyra menemukan bahwa dirinya bukan hanya werewolf biasa. Ia adalah keturunan darah murni terakhir, yang ditakdirkan untuk menjadi pasangan sejati raja serigala yang brutal, Alpha Kaelen — pria yang membenci segala sesuatu tentang cinta. Namun, Lyra tidak mau diperbudak takdir. Ia ingin memilih jalannya sendiri. Sementara itu, dunia werewolf berada di ambang kehancuran akibat pemberontakan, pengkhianatan, dan rahasia kelam yang mulai terungkap. Akankah Lyra menaklukkan takdirnya dan menyelamatkan dunia para serigala, atau justru menghancurkannya? ---

View More

Chapter 1

Di Bawah Cahayanya

Bulan purnama menggantung di langit malam yang gelap. Cahaya putihnya menyinari pepohonan hutan, memantul di tanah lembap, seolah menghakimi setiap langkah Lyra. Angin malam berdesir pelan, membawa bisikan samar yang mengingatkannya pada kata-kata sang nenek sebelum ia pergi.

> "Hari ini, kamu akan tahu siapa dirimu sebenarnya."

Lyra menelan ludah. Ketegangan membelit tenggorokannya saat ia menatap bulan yang terang menggantung, seolah menanti jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang berputar di kepalanya. Apa yang akan terjadi malam ini? Ia tak tahu. Yang ia tahu, hidupnya akan berubah selamanya.

Dengan langkah mantap, ia menapaki hutan lebih dalam, meninggalkan rumah kecil sang nenek—tempat yang selama ini menjadi pelindung dari dunia yang tak dikenalnya. Tak seorang pun tahu masa lalunya, atau siapa dirinya sebenarnya. Ia hanya seorang gadis yatim piatu, tumbuh dalam bayang-bayang rahasia yang tak pernah terungkap.

Bulan bersinar sunyi, seolah menuntunnya. Sang nenek pernah berkata, "Bulan tak pernah berbohong. Jika kamu siap, ia akan menunjukkan jalanmu."

Malam itu, bulan tampaknya sedang menunggu jawabannya.

Suara langkah kaki mendadak terdengar dari belakang. Lyra menoleh. Dari balik bayang-bayang muncul sosok tinggi dan tegap. Mata pria itu bersinar tajam—seolah bisa menembus jiwanya.

> "Alpha Kaelen," gumam Lyra, nyaris tak percaya.

Kaelen—pemimpin kawanan terbesar, ditakuti sekaligus dihormati—berdiri di hadapannya. Tatapannya dingin, namun Lyra menangkap kesedihan yang mengendap di baliknya. Sesuatu yang tak terucap, luka lama yang tersembunyi dalam keheningan.

> "Kamu tahu mengapa aku di sini, Lyra?" tanyanya dengan suara berat, penuh perintah.

> "Aku... aku tidak tahu," jawab Lyra, bingung.

Kaelen melangkah maju. Setiap langkahnya menggetarkan tanah.

> "Bulan memilihmu malam ini. Kamu bukan gadis biasa. Kamu adalah keturunan darah murni terakhir."

Kata-kata itu menghantam Lyra seperti petir. Ia terhenyak.

> "Apa maksudmu? Aku... bukan manusia biasa?"

> "Ini bukan sekadar tentang menjadi werewolf. Kamu adalah pasangan sejati yang ditakdirkan menjadi ratu di sisiku," ujar Kaelen, suaranya dalam dan tegas, seolah takdir telah diputuskan tanpa bisa ditolak.

Lyra menggeleng.

> "Tidak," desisnya. "Aku tidak ingin jadi bagian dari ini."

Kaelen tersenyum tipis—bukan senyum kebahagiaan, melainkan penyerahan.

> "Kamu tak punya pilihan. Bulan tidak pernah salah."

> "Bulan tak bisa memutuskan hidupku," balas Lyra dengan gemetar. "Aku bukan milikmu."

Tatapan Kaelen melembut, suaranya merendah.

> "Kamu tidak mengerti. Takdir kita telah ditulis sejak lama. Kamu adalah bagian darinya, tak peduli sekeras apa pun kamu melawan."

Hati Lyra berdebar kencang. Bukan karena takut, tapi marah. Dalam-dalam.

> "Aku tidak akan jadi bagian dari takdir yang dipaksakan padaku."

Kaelen mendekat. Matanya yang berkilat bertemu pandangan Lyra.

> "Takdir itu lebih besar dari kita berdua. Dunia ini membutuhkan kita untuk bertahan."

> "Dan jika aku menolak?" tantangnya.

Kaelen terdiam. Namun dalam diam itu, Lyra melihat keputusasaan. Rasa sakit. Luka yang terlalu dalam untuk disembunyikan.

Malam itu, di bawah cahaya bulan yang penuh, Lyra berdiri dalam beban takdir yang menghimpit. Ia tahu, keputusannya malam ini akan mengubah segalanya.

> "Jika dunia ini harus hancur demi aku memilih jalanku..." bisiknya lirih, "...maka aku akan membuat dunia itu memilih jalanku, bukan takdir."

Dan bulan, yang menyaksikan semuanya, hanya tersenyum dalam kesunyian.

---

Kaelen menatap Lyra untuk waktu yang terasa lebih panjang dari seharusnya. Wajahnya tetap dingin, namun sorot matanya bergeser—ada sesuatu yang berubah. Seolah ia melihat bukan hanya seorang gadis yang menolak takdir, tapi seorang pejuang yang berani mengguncang ramalan para leluhur.

> “Jika dunia ini harus hancur untuk aku memilih jalanku,” Lyra berkata, suaranya gemetar namun tegas, “maka aku akan membuat dunia itu memilih jalanku, bukan takdir.”

Kaelen menahan napas, seakan kalimat itu menampar hatinya. Ia tidak menjawab. Tidak kali ini.

Angin berembus lebih kencang, membawa aroma tanah basah dan kabut hutan yang makin menebal. Langit di atas mereka tetap terang, tapi seolah semakin sempit, seakan bulan pun menahan napas, menyimak apa yang akan terjadi selanjutnya.

Lyra memundurkan langkah. Ia tidak tahu akan ke mana, tapi ia tahu ia tak bisa berdiri di sana lebih lama.

Kaelen tidak menahannya.

Ia hanya berdiri dalam diam, seperti bayangan yang tak bisa hilang dari hidup Lyra.

Langkah Lyra pelan, berat, seperti menyeret beban yang tak kasat mata. Tapi ia terus melangkah, menembus kegelapan pohon-pohon, hingga cahaya bulan hanya tinggal bayangan di sela dedaunan.

> “Takdir… siapa yang menulisnya? Dan kenapa aku yang harus menanggungnya?”

Suara hatinya menggema dalam sunyi. Ia teringat masa-masa saat ia hanya gadis kecil yang duduk di pangkuan neneknya, mendengarkan cerita-cerita tentang roh hutan, tentang cinta dan kehilangan, tentang bulan yang memilih.

Tapi semua itu hanya dongeng, bukan?

Langkah Lyra terhenti di sebuah batu besar, ditutupi lumut dan akar. Ia duduk, memeluk lututnya, membiarkan udara dingin malam membelai kulitnya yang menggigil.

Di kejauhan, lolongan serigala terdengar panjang. Bukan sekadar suara, tapi panggilan. Panggilan yang terasa asing… dan juga familiar. Suara yang seolah memanggil darahnya sendiri.

Matanya memejam.

> "Aku bukan milik siapa pun," batinnya.

"Tapi entah kenapa, aku merasa seperti aku milik bulan itu."

Ia tak tahu berapa lama ia duduk di sana, hingga suara langkah kaki lembut mendekat dari arah lain. Bukan langkah Kaelen. Tapi seseorang yang lain… yang juga mengenalnya.

> “Kau tidak bisa lari dari ini, Lyra,” bisik suara dari balik semak.

Lyra menoleh cepat.

Sosok berbayang muncul, dan jantungnya berdetak lebih cepat.

> “Jax?” gumamnya.

Sahabat masa kecilnya berdiri di sana, wajahnya samar diterangi remang bulan. Di matanya, ada kekhawatiran… dan sesuatu yang belum pernah Lyra lihat sebelumnya.

> “Aku mencarimu. Aku takut mereka sudah—”

Ia menghentikan kata-katanya, lalu mendekat.

“Kamu bertemu dia, ya?”

Lyra mengangguk pelan.

> “Kaelen.”

Jax mengepalkan tangan. Ia tidak berkata apa-apa, tapi Lyra tahu—ia tahu Jax ingin melindunginya, meski ia sendiri tidak mengerti dari apa.

Lyra menarik napas dalam-dalam.

Malam belum selesai.

Jawaban belum datang.

Dan takdir… baru saja membuka pintunya.

> “Kalau memang aku bagian dari ramalan…”

“…aku akan memilih bagaimana aku memenuhinya.”

Dan bulan, tetap bersinar di atas sana, menjadi saksi malam pertama seorang gadis—yang akhirnya menyadari, ia bukan lagi manusia biasa.

---

Expand
Next Chapter
Download

Latest chapter

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments

No Comments
10 Chapters
Di Bawah Cahayanya
Bulan purnama menggantung di langit malam yang gelap. Cahaya putihnya menyinari pepohonan hutan, memantul di tanah lembap, seolah menghakimi setiap langkah Lyra. Angin malam berdesir pelan, membawa bisikan samar yang mengingatkannya pada kata-kata sang nenek sebelum ia pergi.> "Hari ini, kamu akan tahu siapa dirimu sebenarnya."Lyra menelan ludah. Ketegangan membelit tenggorokannya saat ia menatap bulan yang terang menggantung, seolah menanti jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang berputar di kepalanya. Apa yang akan terjadi malam ini? Ia tak tahu. Yang ia tahu, hidupnya akan berubah selamanya.Dengan langkah mantap, ia menapaki hutan lebih dalam, meninggalkan rumah kecil sang nenek—tempat yang selama ini menjadi pelindung dari dunia yang tak dikenalnya. Tak seorang pun tahu masa lalunya, atau siapa dirinya sebenarnya. Ia hanya seorang gadis yatim piatu, tumbuh dalam bayang-bayang rahasia yang tak pernah terungkap.Bulan bersinar sunyi, seolah menuntunnya. Sang nenek pernah berkata,
last updateLast Updated : 2025-04-27
Read more
Ikatan yang Tak Terhindarkan
Keheningan malam kembali menyelimuti hutan. Angin berhembus pelan, menggugurkan dedaunan, seolah ikut merasakan gelombang kecamuk dalam dada Lyra. Ia berdiri membeku, menatap Kaelen yang tak bergerak sejengkal pun. Sosok itu bagai patung hidup—tegas, tak tergoyahkan—namun dari matanya yang tajam, Lyra tahu ia sedang memendam badai.Tak ada kata yang terucap. Hanya detak jantung Lyra yang berdentum kencang di telinganya sendiri. Dunia seolah mengecil, menyisakan ruang antara dirinya dan pria yang menyebutnya sebagai "darah murni terakhir".> "Jika kamu ingin melawan, aku tidak akan menghentikanmu," ucap Kaelen tiba-tiba. Suaranya tenang, namun di balik ketenangannya, ada tekanan yang tak bisa disangkal. "Tapi aku akan memastikan kamu tahu konsekuensinya."Lyra mengangkat dagunya. Matanya membalas tatapan Kaelen dengan keberanian yang menggurat dalam ketakutan.> "Konsekuensinya?" Suaranya sinis. "Apa yang lebih buruk daripada dipaksa menjadi bagian dari takdir yang tidak pernah aku pil
last updateLast Updated : 2025-04-27
Read more
Pilihan yang Terbuka
Pagi menjelang perlahan, menyingkap kabut tipis yang menggantung di antara pepohonan. Namun, meski matahari telah muncul, kehangatannya tak mampu menembus dingin yang membekukan dada Lyra.Ia duduk di tepi ranjang kayu tua, memandangi jendela terbuka yang mengarah ke hutan. Angin lembut menyentuh kulitnya, membawa aroma tanah dan daun basah, namun yang ia rasakan hanyalah kekosongan.> "Aku seharusnya merasa lega," pikirnya. "Tapi kenapa rasanya seperti tenggelam?"Bayangan malam sebelumnya masih menghantuinya. Tatapan Kaelen yang menyakitkan namun tulus. Sentuhan tangan Jax yang menenangkan, namun dipenuhi kekhawatiran. Dan bisikan bulan yang seolah berkata: kamu tidak akan pernah benar-benar bebas.Ketukan lembut di pintu menyentakkannya dari lamunan.> “Masuk,” ucap Lyra pelan.Pintu berderit terbuka. Sosok tinggi berselubung jubah gelap berdiri di ambang—wajahnya teduh, tapi tajam. Eira.Penyihir tua yang dikenal Lyra sejak kecil, namun tak pernah benar-benar dekat. Selalu hadir s
last updateLast Updated : 2025-04-27
Read more
Dalam Cengkeraman Takdir
Langit malam beranjak lebih kelam. Bintang-bintang redup, seolah bersembunyi dari sesuatu yang lebih gelap dari malam itu sendiri. Udara hutan berubah dingin, membawa bisikan asing yang membuat bulu kuduk Lyra meremang.Ia berdiri sendirian di beranda rumah kecilnya, pandangannya kosong ke arah pepohonan. Meskipun tubuhnya di sana, pikirannya masih tertinggal di Batu Penjaga—pada mata Kaelen yang penuh luka, dan pada kata-kata yang menggema di kepalanya:> “Aku akan menjaga jalanmu, dari kejauhan.”Ia ingin percaya. Tapi dunia ini tidak memberi banyak ruang untuk kepercayaan.Pintu rumahnya tiba-tiba terbuka dari dalam.> “Kau belum tidur?”Suara lembut Jax menyentuh malam seperti cahaya lilin yang hampir padam. Ia berdiri dengan jaket lusuh dan tatapan resah yang belum pernah Lyra lihat sedalam itu.> “Kau pergi menemuinya, bukan?” tanyanya.Lyra tidak menjawab.> “Aku tidak bisa menyalahkanmu,” lanjut Jax, suaranya teredam. “Tapi aku juga tidak bisa pura-pura tidak peduli.”Lyra men
last updateLast Updated : 2025-04-27
Read more
Api dalam diri
Pagi tiba tanpa salam. Langit tertutup awan kelabu. Udara dingin menggigit kulit, tapi Lyra bahkan tidak menggigil. Ia duduk di tepi danau kecil di belakang rumah Eira, memandangi air yang tenang, seperti memantulkan pertanyaan-pertanyaan yang belum ia temukan jawabannya. Tangannya masih bergetar sejak malam itu. Sejak cahaya meledak dari dirinya. Sejak dunia berhenti menunggu dan mulai menyerangnya. > “Apa ini artinya aku benar-benar bukan siapa-siapa yang aku kira?” > “Apa aku berubah… atau justru akhirnya menjadi diri yang sebenarnya?” Di kejauhan, suara langkah kaki pelan terdengar mendekat. Jax. > “Kau tidak tidur semalaman?” tanyanya lembut. Lyra hanya menggeleng. Jax duduk di sampingnya, diam. Ia tahu Lyra tidak butuh jawaban. Ia butuh keberadaan. > “Aku melihatmu malam itu,” katanya akhirnya. “Melindungi dirimu… dengan cahaya. Aku tak pernah lihat yang seperti itu.” > “Aku juga tidak,” suara Lyra parau. “Aku bahkan tidak tahu aku bisa.” Jax menatap danau, lalu berka
last updateLast Updated : 2025-04-27
Read more
Mata yang Mengintai
Malam menggantung berat di atas langit, seperti jubah raksasa yang menutupi rahasia bumi. Di kejauhan, kepulan asap dari serangan sebelumnya masih membubung, seolah bumi sendiri mengirimkan tanda peringatan.Lyra berdiri di tepi tebing kecil, memandangi gelap yang pekat. Udara dingin menghembus pelan, tapi pikirannya jauh lebih kacau dari angin.Sejak serangan kawanan bayangan, markas mereka menjadi lebih sunyi. Terlalu sunyi.Kaelen muncul tak lama kemudian. Langkahnya pelan, penuh kehati-hatian, seakan ia tahu Lyra butuh ruang—tapi tidak bisa dibiarkan sendiri."Bagaimana perasaanmu?" tanyanya."Seperti batu karang di tengah badai," jawab Lyra, tak menoleh. "Berdiri karena tak ada pilihan lain."Kaelen terdiam sejenak. "Kadang, kekuatan bukan datang dari pilihan... tapi dari keberanian untuk bertahan di saat tidak ada pilihan yang tersisa.""Aku tahu," sahut Lyra. "Tapi kadang aku berharap... ada pintu keluar."Kaelen menatapnya. "Dan kalau ada, kau akan memilih pergi?"Lyra membala
last updateLast Updated : 2025-04-27
Read more
Luka yang Diwariskan
Pagi menjelma tanpa cahaya. Langit menggantung kelabu, seolah dunia menahan napas, enggan mengizinkan mentari menembus kabut. Di dalam pondok Eira, Lyra duduk di lantai kayu yang dingin, dikelilingi oleh lembaran tua, buku-buku usang, dan aroma minyak kayu manis.Di hadapannya, terbuka sebuah jurnal dengan sampul kulit retak. Tinta-tintanya telah memudar, tapi setiap katanya menyimpan nyawa—dan beban.> “Kau mungkin membenciku saat membaca ini.”“Tapi aku melahirkanmu bukan karena dunia mengizinkan, melainkan karena dunia menolak kita.”Lyra membaca perlahan, kata demi kata. Setiap kalimat seperti pisau kecil yang membuka lapisan-lapisan luka yang selama ini tidak ia tahu ada.> “Namamu Lyra. Aku memilihnya karena kau lah cahayaku dalam gelap. Tapi cahaya juga bisa menyilaukan jika tidak dijaga.”Jax duduk tak jauh darinya, diam, seperti bayangan yang menjaga. Ia tak berkata apa pun, hanya menatap Lyra dengan kesabaran yang tak diminta namun sangat dibutuhkan.“Kenapa semua orang meny
last updateLast Updated : 2025-04-27
Read more
Cahaya dari Kegelapan
Malam turun seperti selimut basah. Angin berhembus membawa bisikan asing, dan langit tak sepenuhnya hitam—ia kelabu, menggantung seolah menyimpan sesuatu yang belum ingin dijatuhkan.Di tengah hutan, di sebuah lingkaran tanah yang dibersihkan, Lyra berdiri di antara simbol-simbol tua yang diukir Eira di tanah. Di sekelilingnya, batu-batu kecil membentuk formasi bulan sabit, dan di tengahnya, Fragmen Silsilah yang menyala biru pucat.“Tarik napas perlahan,” ujar Eira. “Dan biarkan fragmen itu berbicara. Jangan lawan apa yang kau lihat. Dengarkan saja.”Lyra mengangguk. Ia duduk bersila, meletakkan tangannya di atas batu kristal yang berdenyut pelan. Saat matanya terpejam, dunia luar memudar.Gelap.Lalu suara.Bukan suara siapa pun, tapi gema dari dalam kepalanya—seperti nyanyian dari kedalaman gua purba.> "Lyra..."Ia mengenali suara itu. Lembut. Hangat. Seperti suara ibunya dalam mimpi-mimpi yang tak pernah jelas.> "Darahku mengalir dalam dirimu. Tapi bukan darahku yang harus mengu
last updateLast Updated : 2025-04-28
Read more
Di Ambang Perang
Kabut pagi belum sepenuhnya mengangkat saat rombongan kecil bergerak meninggalkan markas. Tiga sosok berjalan menembus hutan yang sepi: Lyra, Kaelen, dan Eira. Di belakang mereka, dua pengintai kawanan ikut diam-diam, memastikan tak ada yang mengikuti dari bayangan.Langkah Lyra mantap, meski hatinya tak sepenuhnya tenang.“Apa kita benar-benar harus pergi ke Rawa Kuno?” tanyanya.“Di sana tempat terakhir ibumu terlihat sebelum menghilang,” jawab Eira tanpa menoleh. “Dan satu-satunya tempat di mana penyihir darah meninggalkan jejak yang tak bisa dipalsukan.”Kaelen menambahkan, “Rawa itu juga wilayah netral. Tidak berada di bawah kendali kawanan maupun dewan sihir. Tapi justru karena itu, semua pihak mengincarnya.”“Dan siapa yang akan kita temui di sana?” tanya Lyra lagi.“Namanya Veora,” jawab Eira. “Dia murid pertama Isolde. Satu-satunya penyihir yang mungkin tahu apa yang sebenarnya terjadi malam ibumu menghilang.”Langkah mereka melambat saat tanah mulai berubah. Rumput menghilan
last updateLast Updated : 2025-04-28
Read more
Darah yang Terpecah
Nama itu masih menggema di kepala Lyra.Orion.Ia mengucapkannya sekali lagi, berharap rasanya berubah. Tapi tak ada yang berubah. Nama itu tetap asing—namun terasa terlalu dekat, seperti potongan dirinya yang hilang dan baru kini disebutkan.“Jika dia anak dari Isolde juga,” kata Lyra pelan, “berarti dia... saudaraku?”Veora mengangguk. “Lelaki itu lahir dari ikatan terlarang sebelum ibumu bertemu ayahmu. Ia dibesarkan dalam persembunyian, lalu hilang di tengah kekacauan perang. Kami mengira dia mati... tapi ternyata tidak.”Kaelen menyilangkan tangan. Wajahnya mengeras. “Dan sekarang dia memimpin pasukan bayangan.”“Bukan hanya memimpin,” sahut Eira dengan nada berat. “Ia adalah perantara. Sosok yang diceritakan dalam ramalan gelap—yang bisa menjembatani bayangan dan dunia nyata.”Jax, yang baru tiba bersama pengintai lainnya, menatap mereka satu per satu. “Kalau dia seperti Lyra... artinya dia punya kekuatan sihir dan darah serigala juga?”“Benar,” jawab Veora. “Tapi tidak seimbang
last updateLast Updated : 2025-05-09
Read more
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status