Kini Naira merasa was-was setelah mendengar cerita dari Leon tentang rencana Karina dan laki-laki itu yang entah siapa dia. Naira segera menemui Risa yang terlihat sudah mulai sibuk mencocokkan asessoris untuk baju rancangannya yang hampir selesai.Merasa ada yang sedang menatapnya, Risa menoleh ke arah Naira. "Kamu kenapa Nay? Baru keliatan juga, kemana saja baru muncul sekarang?"Sambil tangannya terus bekerja Risa melirik sahabatnya. Wajah Naira yang tadinya bahagia karena baru jadian dengan Glen kini terlihat khawatir. Risa meninggalkan pekerjaannya dan mendekati Naira, "Katakan padaku, apa ada yang tidak beres?"Naira menunduk sambil memainkan ujung bajunya. "Tadinya aku senang dan hatiku bahagia karena Glen memintaku menjadi kekasihnya." Mata Risa langsung membelalak, "Waw.. Benarkah? Berita bahagia dong, dan kita harus merayakannya! "Naira mengangguk dan tersenyum tipis, "Tapi berita selanjutnya, aku sedang terancam Sa!" Risa menatap bingung ke arah Naira, "Maksudmu, siapa yan
Rafael akhirnya mencoba menemui Naira. Dia melihat Naira sedang sibuk menelfon, kebetulan dia sendirian. Biasanya kalau ngga sama Glen pasti dengan Queen karena memang dia asistennya.Namun yang Rafael lihat sepertinya Naira dan Queen tidak memiliki pembatas hubungan antara mereka. Mereka seperti tidak terlihat designer dengan asistennya, malah lebih cocok jika hubungan mereka disebut sebagai saudara atau kakak beradik."Hai, boleh kenalan ngga! " Rafael mencoba menyapa Naira yang baru saja menutup percakapan diponselnya. Naira sejenak menoleh ke arah suara yang menyapanya. Ada rasa terkejut di wajah ayu tersebut saat dia sapa, "Oh, maaf dengan siapa ya? "Naira pura-pura tidak mengetahui siapa Rafael. Mendengar suara Naira sejenak Rafael tertegun, seolah suara itu sangat dekat dengannya. Suara itu mirip sekali dengan almarhum mamanya."Halo mas, kok jadi melamun. Tadi masnya yang tanya ke saya kan? " Rafael tergagap saat melihat tangan Naira dilambaikan ke arahnya. "Oh maaf, iya mbak
Cinta memang tidak bisa ditebak, jika cinta itu sudah datang siapapun orangnya tidak akan bisa menolaknya begitu juga dengan Rafael. Saat ini dia masih sedang menatap foto Naira, tadi saat sedang ngobrol bersamanya dia sempat mencuri foto Naira yang sedang tersenyum.Rafael kini sering mengikuti Naira diam-diam, kegiatan Naira dia ikuti bahkan terkadang tatapan kagum saat melihat Naira bekerja terlihat diwajahnya. Saat ini Naira bukannya tidak merasa jika dia diam-diam sering diikuti oleh Rafael.Awalnya Naira merasa risih dan tidak nyaman, namun kali ini dia akan menanyakannya langsung pada Rafael. Terlepas dari masalah kerjasamanya dengan Karina. "Hai..kok ada di sini Raf? Belum siap-siap ya. Padahal aku pengen banget liat kamu jalan di catwalk looh! "Rafael terlonjak mendengar suara Naira sudah dibelakangnya. Dia pikir Naira tidak menyadari jika dia sedang ada didekatnya. "Eh.. Maaf, iya nih aku dapat jadwalnya malam nanti. Beneran ini kamu mau liat kalau aku lagi kerja? "Naira m
Dion tersenyum melihat Risa mendekatinya, "Sayang, kerjaan kamu udah beres kan? Sekarang saatnya kita pergi. Biarkan Naira sama Glen ya! "Risa melirik Naira disebelahnya yang terlihat cemberut. "Kebiasaan banget sih suami kamu itu, bisanya maen ngatur-ngatur aja. Iya deh yang mau honey moon, udah sana gih pergi! "Risa terkekeh melihat wajah kesal Naira, namun sesaat kemudian Naira memeluknya sambil berbisik, "Selamat bersenang-senang, jangan lupa oleh-olehnya bikinin aku ponakan yang lucu ya..! "Risa langsung mencubit Naira, "Duh, sakit tau Sa, kamu itu kalau nyubit ngga kira-kira." Naira masih mengusap-usap lengannya yang jadi sasaran cubitan sahabatnya."Ayo sayang, jangan lama-lama nanti keburu ada yang butuh kamu lagi kita jadi ngga pergi-pergi." Dion segera menarik tangan Risa agar segera mengikutinya.Naira yang melihat sikap Dion hanya bisa geleng-geleng kepala. "Dasar Dion, dulu aja ngga mau deket-deket sama Risa. Kenapa sekarang jadinya nempel terus sih? "Glen sudah menyi
Leon tertidur saat mulai lelah, dia tidak menyadari saat Laura menyelimutinya. Laura memandang mantan kekasihnya yang kini sikapnya dingin padanya. Tanpa terasa bulir air dimatanya mulai jatuh satu persatu.Rasa cintanya belum juga bisa hilang, meskipun Leon berusaha menjauhinya. Laura tau jika Leon melakukannya karena keinginan Mamanya. Dia pernah menanyakan hal ini pada ayahnya, Marko.Marko sangat terkejut saat Laura menceritakan tentang Leon dan Lisa. Rasa bersalah terlihat jelas di wajah ayahnya yang sudah dimakan usia. Wajah tampannya memang masih terlihat meskipun tidak muda lagi.Marko hanya menunduk saat Laura menanyakan alasan Marko berselingkuh dengan Mauren, maminya. Laura tentu saja tidak akan menyalahkan maminya karena bagaimanapun juga dialah yang membuatnya lahir ke dunia ini."Pi, kalau boleh aku tau apa kesalahan Mama Lisa sehingga Papi tega melakukan pengkhianatan padanya? " Marko terkejut mendengar pertanyaan dari Laura saat itu. Terdengar hembusan nafas papinya ya
Risa tergelak mendengar permintaan Naira. Saat itu dia masih di hotel bersama Dion. Tatapan Dion padanya menyiratkan rasa ingin tahu alasan istrinya sampai tertawa seperti itu.Namun Risa malah menghindarinya, tidak tahan Dionpun akhirnya mendekati Risa dan memeluknya. Teriakan Risa mengagetkan Naira di telfon. "Kamu kenapa Sa, kok kaget gitu! "Wajah Risa sudah memerah karena malu, "Maaf ya Nay, nanti kita lanjutin lagi, assalamualaikum." Risa langsung mencubit tangan Dion yang masih melingkar di perutnya."Ihh, dasar jahil..udah tau lagi telfonan main peluk-peluk aja." Risa mencubit gemas juga pipi Dion. Mereka berdua akhirnya tertawa bersama.Dion kini menikmati momen kebersamaan dengan istrinya tanpa gangguan Leon. Dia mengijinkan Risa untuk memberitahu Leon tentang statusnya.Dion tidak tahan dengan kecemburuannya kalau Leon sedang menikmati wajah cantik istrinya. Padahal saat itu Risa tidak pernah membalas perhatian Leon padanya.Tiba-tiba terdengar bunyi ponsel Dion menjerit me
Daniar diam-diam ternyata ingin sekali membalas dendam pada Daren. Saat dia keluar tadi, orang yang dia suruh untuk menyabotase mobil Daren sudah selesai menjalankan tugasnya.Namun Daniar tidak menyadari jika ponselnya sudah disadap oleh Bara. Mendengar semua percakapan Daniar di telfon membuat Bara terbelalak. Ternyata Daniar bukannya berubah malah semakin menjadi.Bara segera menghubungi Daren sebelum terlambat. "Broo, ada dimana lo sekarang? " Daren kini sedang mencari makanan di sekitar rumah sakit. Tadinya Daren mengajak Vanesa untuk keluar, namun kunci mobilnya tertinggal diruangan mamanya.Selain itu butuh waktu lama jika harus keluar. Saat sedang menunggu pesanannya terdengar ponselnya menjerit. Saat mendengar suara Bara diponsel Daren melotot kaget, "Gue lagi di rumah sakit, nyokap gue lagi drop. Daniar sudah gila! Untung gue ngga jadi keluar sama Vanesa! "Bara menarik nafasnya lega saat tau Daren dan Vanesa tidak sedang berkendara. Daniar memang keterlaluan, kini Daren tid
Daniar terlihat mondar-mandir gelisah di apartemennya. Sampai sekarang dia belum juga mendengar kabar kecelakaannya Daren. Lebih baik lagi jika sekalian bareng Vanesa, namun setelah beberapa jam tidak ada kabar sama sekali."Halo, Heh..! Kamu dimana, kenapa sampai sekarang belum ada kabar apapun? " Terdengar suara tergagap ketakutan dari seberang, "Eh.. Anu bu.. Itu..! " Daniar merasa dirinya dipermainkan, "Jangan main-main ya kamu, tadi kamu sudah menyanggupi apa yang saya perintahkan, tapi mana buktinya!! "Daniar sudah berang, dia marah karena keinginannya tidak tercapai. Tidak lama kemudian terdengar suara yang berbeda menjawab telfonnya, "Maaf, anda bu Daniar kan? Serahkan diri anda ke polisi sekarang juga, saya sudah mengetahui tempat anda, silahkan anda keluar! "Sontak Daniar membelalak, tadi yang dia dengar tidak salah kan? Polisi sudah berada di depan apartemennya, kini dia mulai panik. "Buka pintunya bu! Atau mau saya dobrak !! "Daniar semakin gemetar ketakutan, matanya ny