Home / Urban / Rahasia di Balik Tirai Malam Pertama / Bab 7 Perasaan tanpa disadarinya

Share

Bab 7 Perasaan tanpa disadarinya

Author: Asma chusna
last update Last Updated: 2024-09-25 21:12:49

Tangan Aisyah kesakitan disebabkan cengkraman Aditya, tetapi dia tahan. Seketika Aditya sadar bahwa dia menyakiti istrinya. Lengannya terlihat membiru, "Maaf!"

Baru kali ini Aisyah mendengar suaminya minta maaf. Dia terheran-heran, tetapi tidak ingin terpesona dengan kepura-puraan Aditya. Aisyah mengira kejamnya pria tidak akan bisa berubah.

"Shintya, jika kamu tidak ingin pergi. Apa perlu aku panggil satpam," kata Aditya, dia tahu istrinya ketakutan karena suara kerasnya. Wanita licik itu tanpa berkata-kata langsung keluar dari ruangan.

"Aku tidak akan membiarkan kamu kembali kepada Aditya," bisik Shintya saat berjalan di sebelah Aisyah.

Aditya membawa kotak kesehatan, dia ingin mengobati lengan Aisyah.

"Tidak apa-apa, luka ini tidak seberapa dibandingkan satu tahun yang lalu." Aisyah kembali duduk di kursi, sementara Aditya mengembalikan kotak obat di tempatnya.

"Bisakah kamu tidak mengingat masa lalu. Aku ingin hari ini adalah awal pertemuan kita, perkenalkan namaku Aditya. Panggil saja aku Aditya, aku ingin mengenalmu sebagai teman meskipun kita suami istri. Anggap satu tahun lalu mimpi buruk yang harus dilupakan," kata Aditya santai lalu kembali duduk di kursinya.

"Memang lidah tak bertulang," kata Aisyah tiba-tiba.

"Hem, benarkah. Kalau lidah bertulang namanya ikan lidah. Kamu pernah makan ikan lidah, enak loh," ucap Aditya sedikit menggoda. Dia terasa kaku jika bicara seakrab itu. Dulu hanya kata kasar dan hinaan yang dia lontarkan.

Aditya banyak membaca buku cara menggaet wanita tadi malam. Sifat dinginnya harus dihilangkan, dia coba saat ini.

Aisyah hanya membelakkan mata saja, dia terheran-heran dengan sikap Aditya. "Maaf, apakah kita seakrab itu?"

"Bisakah kita berteman?" tanya Aditya agak sedikit malu dengan sikapnya.

Aisyah menghela napas, lalu membalas perkataannya, "Apa kamu ingin aku kembali di rumah itu?"

"Iya, tetapi aku tidak ingin memaksa kamu. Aku ingin kamu kembali menjadi istriku," balas Aditya.

"Istri pemuas napsu kah?"

"Sudahlah, lupakan masa lalu. Aku minta maaf selama setahun hidup bersamamu. Makanya aku ingin mulai membuka lembaran baru," kata Aditya. Padahal dia ingat kenikmatan malam pertama yang dia lakukan. Entah ada perasaan yang membuat dirinya menginginkan kembali. Aditya sadar bahwa yang dirasakan istrinya tidak sama dengan yang dia rasakan sendiri.

"Aku harap kamu tidak ingin bercerai dariku. Aku akan menunggumu sampai kamu mau kembali," harap Aditya tulus.

'Hem, emang aku percaya dengan kata-kata manismu,' batin Aisyah, sebenarnya dia sedikit senang suaminya berkata seperti itu. Dendam atas perlakuannya masih tersayat di hati yang paling dalam.

"Em, gimana sebelum melanjutkan pekerjaan. Kita makan siang dulu," kata Aditya sedikit canggung.

"Tidak usah, kita lanjutkan saja. Lihatlah dokumen tersebut," suruh Aisyah.

"Kalau kita lanjut sambil makan siang. Aku ingin meminta bantuan kamu," kata Aditya, dia berdiri membenarkan jas hitamnya.

Aisyah mengikuti langkah Aditya dari belakang, dia penasaran apa yang diinginkan suami kejam. Dia juga tidak tahu, kenapa suaminya tidak seperti dulu lagi. Dia berharap bisa menghancurkan Aditya perlahan-lahan.

Sesampai di kantin, Aditya memesan kesukaan Aisyah. Padahal dari awal menikah tidak pernah sama sekali makan bersama di mana pun. Baru pertama mereka makan hanya berdua. Aisyah mengira Aditya merencanakan sesuatu untuknya. Dia sangat waspada apa pun yang dilakukan sang suami.

Di pertengahan makan, Aditya berkata, "Aku ingin kamu ikut aku menemui Kakekku. Dia penasaran dengan istriku."

"Baiklah."

"Apa?" Aditya kurang dengar dan kurang percaya kalau Aisyah langsung mau diajaknya.

"Baiklah, apa kurang jelas." Aisyah mengulangi ucapannya lagi.

"Oh, terima kasih. Kamu memang wanita yang baik," puji Aditya senang, dia merasa Aisyah telah memaafkannya.

"Lihat dengan teliti dokumen tersebut," saran Aisyah datar, dengan sikap baik Aditya dia bisa bicara dengan baik.

Aditya memeriksa dokumen tersebut dengan seksama, setiap lembar yang dia buka membuat hatinya semakin ragu. Ada sesuatu yang tidak beres, entah itu angka yang tidak sesuai atau detail yang terasa ganjil. Namun, meskipun firasatnya mengingatkan untuk berhati-hati, dia tetap melanjutkan dan menandatangani dokumen tersebut. Tanpa banyak pikir dia langsung menandatangani kertas tersebut.

Pak Joseph memberikan arahan kepada Aisyah untuk melawan Aditya. Kemungkinan akan membawa konsekuensi yang belum Aditya pahami sepenuhnya. Yang diinginkan Aditya hanya ingin dekat dengan istrinya.

Selesai makan dan pekerjaan, Aditya mengajak istrinya bertemu Kakek Glazer.

Aditya dan Aisyah melangkah keluar dari kantin. Suasana tenang setelah makan siang, mereka menciptakan keheningan yang nyaman.

Mobil Aditya melaju perlahan di jalan yang tidak terlalu ramai. Mereka sedang dalam perjalanan menuju rumah keluarga Glazer.

"Apakah kamu sudah kenyang?" tanya Aditya sambil tersenyum kecil, mengingat bahwa dia tidak pernah makan berdua selama menikah. Dia ingin memulai percakapan, agar di dalam mobil tidak terasa canggung.

"Hem," balas Aisyah tanpa melihat suaminya.

"Hari ini kamu sangat cantik," puji Aditya dengan nada hangat, matanya tetap fokus ke jalan, tetapi bibirnya melengkung dengan senyuman. Aisyah tidak menghiraukan pujian suaminya.

Saat ini mereka berdua menikmati perjalanan dengan perasaan nyaman. Aditya berpikir tentang kebersamaan yang akan mereka habiskan bersama.

Sesampai di rumah, hati Aisyah berdegup sangat kencang. Seakan masa lalu muncul di benaknya, tubuhnya lemas ingin pingsan. Aditya langsung menampuh dengan cepat.

"Maaf, aku tidak apa-apa," kata Aisyah sembari menghembaskan tangan Aditya.

"Apakah kamu sakit?" Aditya tidak merasa istrinya trauma atas kekejamannya. Lagipula dia tidak mengenal wanita dengan baik.

"Tidak apa-apa, aku hanya kelelahan," tolak Aisyah, dia ingin masuk ke rumah tersebut. Ya, meskipun fisiknya menolaknya, tetapi dia paksakan.

"Aditya, di mana istrimu?" kata pria berambut putih tersebut, dia melihat wanita cantik tepat di belakang Aditiya.

"Hem, pasti kamu Aisyah. Memang cantik seperti namanya," kata kakek.

Aisyah masih mengontrol perasaan dan pikiran yang menjadi satu. Dia ingat kejadian ditimpanya saat berada di ruang tamu.

Aisyah hanya menganggukkan kepalanya. Dia masih merasa keluarga suaminya sangat berkuasa. Dia punya keraguan bisa balas dendam atau tidak.

"Aisyah, kembalilah di rumah ini," kata sang kakek, "kakek akan membela kamu jika Aditya menindasmu."

Aisyah hanya tersenyum melihat sang kakek sangat baik.

'Kenapa kakek baru muncul setelah setahun lamanya,' batin Aisyah.

"Kakek sangat sibuk tahun lalu. Hem, aku tahu selama satu tahun ini. Kemungkinan kamu kesulitan di rumah ini, sehingga kamu pergi dari rumah. Kembalilah, kamu jangan takut dengan Aditya. Lawan saja dengan dugeman tanganmu," canda kakek sambil memperagakan dengan sangat lucu. Aisyah tidak sengaja tertawa lepas melihat lucunya kakek Glazer.

Aditya melihat baru pertama kali istri nya tertawa lepas sangat manis.

"Aku suka jika kamu tertawa. Lihatlah Aditya, istrimu sangat cantik!" ucap sang kakek, seketika Aisyah terdiam.

"Aditya, bagaimana perasaanmu terhadap istrimu?" tanya sang kakek.

"A–ku, ah, kakek. Jangan tanya soal perasaan," balas Aditya gugup. Dia masih ragu dengan perasaannya sendiri. Aditya tidak ingin mengecewakan dan menaruh harapan yang akhirnya menyakiti sang istri.

"Kalau kamu Ais? Gimana perasaanmu?" Sang kakek menoleh ke arah Aisyah yang sedang duduk manis.

"Em, bisakah tidak membicarakan soal perasaan," tolak Aisyah dengan tenang.

"Baiklah, selesaikan masalah kalian berdua sendiri. Aku sudah menghubungi Tuan Joseph, dia membolehkan kamu tinggal di rumah."

"Kakek kenal?" Aisyah terkejut Kakek Glazer menghubungi kakek yang menolongnya.

"Aditya, jaga Aisyah. Jangan sakiti dia, jangan biarkan anggota menindas dia. Aku mau keluar sebentar," kata kakek Glazer. Dia pergi dari ruangan tersebut.

Di ruangan hanya tinggal mereka berdua. Aisyah takut suaminya seperti dulu.

"Ayo kita ke kamar!" ajak Aditya.

Aisyah membelalakkan mata, seakan ingin keluar saat mendengar ajakan suami di kamar.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Rahasia di Balik Tirai Malam Pertama    Bab 105 Aditya dan Aisyah

    Aditya tertawa kecil, menariknya lebih dekat. “Dulu kita melewati banyak cobaan, sekarang saatnya menikmati kebahagiaan kita.”Aisyah tersenyum malu, lalu menyandarkan kepalanya di dada suaminya.Aditya mulai mencium bibir istrinya, lalu berkata, "Sayang, bibir kamu manis sekali."Mereka berdua menikmati momen kebersamaan dalam kehangatan cinta yang selama ini mereka perjuangkan.Malam itu, tanpa gangguan, hanya ada mereka berdua—menghargai setiap detik yang mereka miliki sebagai pasangan suami istri yang saling mencintai.Hari-hari Aditya dan Aisyah kini dipenuhi dengan kebahagiaan sederhana. Mereka menjalani kehidupan rumah tangga dengan penuh cinta dan saling mendukung.Setiap pagi, Aisyah menyiapkan sarapan sementara Aditya membantu merapikan rumah. “Abi, tolong ambilkan roti di lemari,” pinta Aisyah sambil menggoreng telur.Aditya dengan santai mengambil roti, lalu tiba-tiba memeluk Aisyah dari belakang. “Umi lebih enak daripada sarapan ini,” godanya.Aisyah hanya menggeleng samb

  • Rahasia di Balik Tirai Malam Pertama    Bab 104 Rindu yang mendalam

    Tujuh tahun berlalu, Aditya dan Aisyah akhirnya berhasil membeli rumah sendiri—rumah sederhana namun penuh kebahagiaan. Mereka merasa bangga karena semuanya diperoleh dari hasil kerja keras sendiri, bukan dari warisan atau bantuan keluarga.Meskipun rumah mereka tidak semewah rumah keluarga Pak Daniel atau Glazer, bagi Aditya dan Aisyah, rumah ini adalah istana kecil mereka. Tidak ada yang lebih membahagiakan selain memiliki tempat tinggal yang benar-benar hasil jerih payah sendiri.“Abi, kita sudah punya rumah sendiri, ya?” tanya Andre, yang kini sudah berusia 7 tahun, dengan mata berbinar.Aditya mengangguk, mengacak rambut putranya. “Iya, Nak. Rumah ini milik kita. Tidak besar, tapi penuh kebahagiaan.”Aisyah tersenyum melihat suami dan anaknya. “Yang penting rumah ini selalu hangat dengan cinta dan kebersamaan,” katanya lembut.Hidup sederhana, mereka tidak pernah kekurangan kebahagiaan. Setiap hari dipenuhi tawa Andre yang ceria, kerja keras Aditya yang pantang menyerah, dan kasi

  • Rahasia di Balik Tirai Malam Pertama    Bab 103 Akhir sebuah kesalahan

    Tiba-tiba…BRAK!Pintu kontrakan mereka dihantam keras dari luar. Aditya sigap meraih sebatang kayu di sudut ruangan, bersiap menghadapi siapa pun yang mencoba masuk. Aisyah mundur perlahan, melindungi bayinya yang mulai rewel."Siapa di luar?! Mau apa?!" bentak Aditya.Tidak ada jawaban, hanya suara napas berat yang terdengar di balik pintu. Kemudian, suara itu berbisik lirih, cukup untuk membuat bulu kuduk siapa pun berdiri."Aisyah… Kau harus mati!"Aisyah menahan napas, matanya membelalak. Suara itu… terdengar familiar, tetapi penuh kebencian.Aditya tidak menunggu lebih lama. Dengan cepat, dia membuka pintu dan mengayunkan kayunya… tetapi sosok di luar lebih cepat.Sebuah pisau berkilat meluncur ke arah Aditya!Dalam sepersekian detik, Aditya berhasil menangkis serangan itu, tetapi tangan kirinya tergores cukup dalam. Dia meringis, darah mulai mengalir.Aisyah berteriak panik, "Abi!"Di bawah cahaya lampu jalanan yang redup, akhirnya wajah pelaku terlihat jelas.Ternyata… Elsa! D

  • Rahasia di Balik Tirai Malam Pertama    Bab 102 Sempat cemburu di tengah kekacauan

    "Hmm, tidakkah cemburu istriku yang cantik ini." "Untuk apa aku cemburu," kata Aisyah sembari ingin beranjak dari duduknya.Dalam perjalanan pulang, Aditya melirik Aisyah yang bersandar di kursi mobil dengan mata setengah terpejam. Wajahnya masih pucat setelah kecelakaan tadi.Untuk mencairkan suasana, Aditya tiba-tiba berkata dengan nada menggoda, "Kayaknya Tante Rita sayang banget sama Andre, loh. Malah tadi dia bilang, ‘Duh, Om Aditya makin keren aja nih, gimana kalau sering-sering titip Andre di sini?’”Aisyah langsung membuka matanya dan menatap suaminya tajam. "Oh, jadi Tante Rita suka sama suami orang, ya?"Aditya menahan tawa. "Siapa tahu, kan? Aku sih nggak keberatan kalau tiap hari disediain teh manis sama senyuman maut."Aisyah menyilangkan tangan di dada, matanya menyipit. "Berani banget ya, kamu? Mau aku titipin Andre selamanya di sana sekalian?"Aditya tergelak, lalu dengan cepat menggenggam tangan Aisyah. "Hei, aku cuma bercanda, Sayang. Aku nggak tertarik sama siapa p

  • Rahasia di Balik Tirai Malam Pertama    Bab 101 Aisyah mencari tahu kebenarannya

    Pagi itu, Aisyah berjalan sendirian menuju rumah Paman Dirgantara. Hatinya sudah mantap. Dia harus mendengar kebenaran langsung dari mulut pamannya.Setibanya di sana, Paman Dirga tampak gugup melihat kedatangannya. "Aisyah... kenapa kamu datang pagi-pagi begini?"Aisyah menatapnya tajam. "Aku ingin kebenaran, Paman. Aku tahu Paman menyembunyikan sesuatu tentang kematian Ayah dan Ibu."Paman Dirga menarik napas panjang, lalu menatap ke arah jendela seolah memastikan tidak ada orang lain yang mendengar. "Baiklah... aku akan mengaku."Aisyah menahan napas saat pamannya mulai berbicara."Kecelakaan itu bukan kecelakaan biasa. Yang merencanakannya adalah Elsa dan Fransisco. Mereka bekerja sama dengan Kakek Glazer, tapi saat itu mereka hanya berpura-pura setia. Sebenarnya, mereka menyimpan dendam pada keluarga ayahmu."Aisyah tertegun. "Tapi... kenapa?""Elsa membenci keluarga Daniel karena dia dulu hanya dianggap sebagai wanita simpanan, bukan istri yang sah. Dia ingin menghancurkan kelua

  • Rahasia di Balik Tirai Malam Pertama    Bab 100 Misteri masa lalu

    Setelah pertemuan sebelumnya yang penuh emosi, Paman Dirgantara merasa perlu untuk berbicara lebih lanjut dengan Aisyah. Ia menyadari bahwa masa lalunya yang penuh kesalahan telah menciptakan jarak antara mereka. Dengan hati yang berat, ia memutuskan untuk mengunjungi Aisyah di kontrakannya.Saat tiba, Paman Dirgantara mengetuk pintu dengan ragu. Aisyah membukakan pintu dan terkejut melihat pamannya berdiri di ambang pintu."Paman Dirgantara? Ada apa lagi?" tanya Aisyah.Paman Dirgantara menundukkan kepala, menunjukkan penyesalan yang mendalam."Aisyah, aku datang untuk meminta maaf atas semua kesalahan yang telah kulakukan di masa lalu. Aku tahu aku telah mengecewakan banyak orang, termasuk dirimu," balas Paman.Aisyah terdiam, mencoba mencerna kata-kata pamannya."Aku juga ingin memberitahumu bahwa istriku sedang sakit kanker dan membutuhkan perawatan di rumah sakit. Aku telah mencoba meminta bantuan dari Sera, tetapi dia menolak. Aku tahu ini mungkin tidak pantas, tetapi bisakah ka

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status