SUAMI MELARATKU TERNYATA KONGLOMERAT

SUAMI MELARATKU TERNYATA KONGLOMERAT

last updateLast Updated : 2023-11-02
By:  AzrilCompleted
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel18goodnovel
9.3
13 ratings. 13 reviews
114Chapters
10.3Kviews
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
SCAN CODE TO READ ON APP

Hidup yang serba kekurangan membuat Muhamad Andio Alfareza dibenci sang mertua. Profesinya sebagai tukang cendol keliling tak bisa membuat hati mertuanya ramah padanya. Dio menguatkan diri menghadapi masalah demi masalah yang menimpanya. Untung saja Marisa selaku istri tercinta selalu menemaninya disaat suka maupun duka. Mertua kejamnya itu tidak mengetahui jati diri pria yang selalu dihina dan di hujatnya setiap hari, yang ternyata adalah sang pewaris utama keluarga terkaya. Akankah Pria yang lebih akrab dengan nama panggilan Dio itu bertahan seatap dengan sang mertua yang super kejam atau malah sebaliknya?

View More

Chapter 1

Bab 1

"Pa, Ibu demam," ucap Tasya anak Dio yang berusia 5 tahun, terlihat raut wajahnya yang begitu was-was karena melihat ibu sambungnya yang masih terbaring lemah di ranjang dengan badan yang terasa panas.

Dio tersentak ketika mendengar ucapan anak semata wayangnya. Dio pikir Marisa, istrinya hanya tidur kesiangan seperti biasa, makanya sampai saat ini dia belum bangun juga.

Terpaksa Dio menghentikan pekerjaannya membereskan adonan cendol untuk nanti siang jualan keliling. Setelah itu ia menghampiri sang istri yang masih berada di dalam kamar.

Tatkala Dio membuka daun pintu kamar, terlihat wajah Marisa yang pucat pasi, badannya menggigil kedinginan, hanya dibaluti helaian selimut yang tipis, bibirnya gemetar. Dio menyentuh dahi Marisa dengan punggung tangan, dan ternyata memang panas, suhu tubuhnya sangatlah tinggi.

"Sayang, kamu demam tinggi seperti ini sejak kapan? perasaan semalam kamu baik-baik saja," tanya Dio sambil membangunkan Marisa yang masih terpejam.

"Pa, ibu kenapa?" Tasya sangat khawatir melihat keadaan ibunya.

Dio tak menghiraukan pertanyaan putri kecilnya. Hal itu karena pikirannya yang dipenuhi kecemasan. Dengan cepat Dio mengambil lap kecil dan air dingin untuk mengompres Marisa. Ia berharap semoga saja dengan cara itu demamnya bisa turun.

"Mass .…" Akhirnya Marisa terbangun ketika Dio meletakkan lap kecil basah di dahinya.

"Ada apa, Mar? Apa kau mau sesuatu?" tanya Dio was-was.

"Kenapa gak bawa saja ke dokter, Pa? Kasian Ibu," ujar Tasya si gadis kecil mungil.

Dio hanya menundukkan kepala. Jangankan untuk memeriksa Marisa ke dokter, bahkan untuk makan sehari-hari keluarga Dio sudah kesusahan. Apalagi sekarang musim hujan, hanya mengandalkan jualan cendol keliling kampung saja, rasanya sudah kepayahan karena jarang habis.

"Mas, kamu tidak berdagang hari ini?" tanya Marisa dengan suara seraknya.

Marisa mengerti betul kalau saja hari ini suaminya tidak berjualan keliling, bagaimana nanti sore keluarganya bisa makan? Sedangkan adonan sudah siap. Tidak mungkin kalau Dio membiarkannya begitu saja. Tentu akan merugikan.

"Keadaan kamu gimana? Mas gak tega, kalau harus ninggalin kamu di sini dengan Tasya."

"Aku baik-baik saja, Mas. Nanti Tasya belikan obat di warung. Pasti akan mendingan nanti," ujar Marisa sambil berusaha bangkit dari tidurnya.

"Iya, semoga saja kamu sembuh," kata Dio berusaha membuang kecemasannya itu. Dia lalu bangkit dari duduknya untuk segera mempersiapkan cendol dan akan segera berangkat berkeliling.

Rasanya berat sekali untuk melangkah dengan kondisi istri yang terbaring lemah. Tak ada pilihan lain, Dio mulai mengayunkan kaki yang terasa berat ini menuju arah dapur. Ia lalu mempersiapkan cendol di gerobak, menatanya dengan rapi. Namun, santan ketinggalan, entah tersimpan di mana, Dio lupa. Karena tadi Tasya datang tiba-tiba.

Setelah 3 menit Dio mencari, ternyata ketemu di bawah wastafel. Dengan segera tangan Dio meraihnya. Akan tetapi, tak sengaja matanya melirik pada wadah persegi empat yang biasa di isi beras. Wadah itu nampak kosong, hanya ada beberapa butir beras yang tersisa. Lelaki itu mengambil dan memperhatikan wadah tersebut dengan gamang.

Nanti bagaimana Marisa dan Tasya akan makan, sedangkan beras sudah habis? Pikirnya. Pagi ini Dio hanya sarapan nasi goreng yang tinggal satu piring. Itu pun Dio sisakan untuk Marisa dan Tasya.

"Astaghfirullah."

Dio bingung, apa yang harus dilakukannya. Ternyata menjalani hidup jauh dari orang tua tidaklah mudah. Sedangkan mertuanya sendiri Bu Minah sangat membenci Dio, karena dia orang tidak punya, dan profesinya hanya tukang cendol keliling yang uangnya tak seberapa.

Dio pun menghembuskan napas kasar. 'Mengapa menjalani hidup sepahit ini? Hidup begitu melarat, kasihan sekali anak dan istriku, mereka tersiksa karena aku menjadi suami yang tidak becus memberi mereka kebahagiaan. Jangankan kebahagiaan, mencukupi makan sehari-harinya saja aku sangat kesusahan,' batinnya menyesali diri.

Dio mengusap wajah dengan air mata yang menetes membasahi pipi. Pria itu segera mengayunkan kaki dengan rasa cemas merasuki isi kepala sebab istri yang sakit. Akan tetapi, apa boleh buat, mencari uang untuk membeli beras itu lebih penting saat ini.

Dio kembali ke kamar untuk melihat kondisi istrinya sekaligus berpamitan sebelum dia berangkat berjualan.

"Mar, Mas berangkat jualan dulu. Semoga siang kamu sudah sembuh." Dio menatap wajah Marisa dengan sorot yang begitu sendu.

"Jangan khawatir, Pa. 'Kan ada aku," timpal putri kecilnya sambil tersenyum manis menambahkan semangat Dio.

"Jagain Ibu ya, Sayang. Papa jualan dulu." Dio mencium pipi Tasya dengan penuh kasih sayang.

"Iya, Mas. Semoga jualan hari ini laris manis," ucap Marissa yang masih bersandar di kepala ranjang, bibirnya tampak kering dengan wajah pucat.

Bagaimana Dio tidak menyayangi Marisa yang sudah menemaninya selama satu tahun lebih. Ia dan Marissa menikah tanpa restu orang tua, karena Bu Minah—ibu dari Marisa—tak merestui sama sekali. Alasannya karena Dio adalah duda beranak satu dan hanya bekerja sebagai tukang cendol keliling.

Namun, Marisa dan Dio sudah tidak bisa dipisahkan. Marissa mencintai Dio. Wanita muda itu tak memperdulikan ibunya yang mati-matian melarang hubungannya itu. Hingga akhirnya Marisa memilih minggat dari rumah dan kawin lari bersama Dio. Oleh karena itu, sampai saat ini Marisa pun tidak tahu bagaimana kabar sang bunda.

Dio melangkah pelan sambil mendorong gerobak cendolnya berkeliling.

Ting! Ting! Ting!

Suara itu berasal dari botol yang dipukul dengan sendok, untuk menarik pelanggan. "Cendol, dol, dol, dol!"

"Dio, sini!" Lambaian tangan Bu Esroh tampak dari kejauhan.

Bibir Dio seketika melengkung membentuk senyuman lantaran merasa senang ada yang memanggilnya. Mungkin ini adalah rezekinya yang pertama.

"Iya, Bu. Mau berapa kantong?" tanya Dio antusias.

"Berapa kantong apanya! Saya bukan mau beli!" sentak Bu Esroh, tukang warung langganan.

Dio tercengang dengan perkataan Bu Esroh yang tiba-tiba ngegas tanpa sebab. Senyuman Dio menghilang begitu saja. "Terus, Bu?"

"Si Marisa, kemarin dia ngutang! Minggu lalu ngutang, terus kamu kapan bayarnya? Kalau gini caranya, saya bisa bangkrut!" cerca Bu Esroh menjelaskan.

Dio tertegun sejenak. "Memangnya hutang istri saya berapa, Bu?" tanya lelaki itu.

"Tiga ratus! Saya gak mau tahu! Besok kamu mesti bayar walaupun separoh. Apalagi kamu juga tahu, kalau saya punya cicilan Bank Emok!" tegas Bu Esroh sambil mendelikkan mata.

Dio hanya bisa mengelus dada saat mendengar ucapan Ibu Esroh yang begitu ketusnya. Pagi-pagi sudah disambut dengan omelan Bu Esroh yang menagih hutangnya. Namun, wajar Bu Esroh berbuat seperti itu, sebab ia pun sama membutuhkan.

Tadinya Dio pun berniat hari ini akan ngutang lagi untuk beras dan telur, karena rencananya uang hasil jualan hari ini untuk memeriksa istrinya ke dokter. Akan tetapi, kalau Bu Esroh sudah marah begini Dio pun tak berani.

Dada Dio semakin sesak, jantungnya berdegup kencang. Betapa pikiran dia benar-benar frustrasi, mengapa ia bisa menjadi kepala keluarga yang gagal dan pecundang begini.

Langkahnya semakin berat, lututnya teramat lemas rasanya. Dengan terpaksa Dio harus terus melangkah untuk melanjutkan berjualan cendol. Dengan sekuat tenaga Dio mencoba melupakan masalah dan beban di dada. Ia harus fokus demi sesuap nasi di hari ini.

Expand
Next Chapter
Download

Latest chapter

More Chapters

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments

user avatar
agneslovely2014
Seru ceritanya, profesinya tukan cendol lucu juga hihihi. Lanjuttt
2024-01-13 20:46:58
2
user avatar
Nur Wenda
semangat kak
2023-12-30 20:55:49
1
user avatar
Endiy Fathia
Luar Biasa bagus Ceritanya
2023-12-30 02:47:31
1
user avatar
SyaSyi
Bagus Ceritanya
2023-12-28 09:26:41
1
user avatar
Khadijah Aisyah
Karya yang luar biasa
2023-12-28 04:35:55
1
user avatar
Suare Hening
kerennnnn , lanjut bacaaaa
2023-12-27 23:18:49
1
user avatar
Tinta Hitam
Karya yg sangat bagus
2023-12-27 22:17:56
0
user avatar
Allyaalmahira
menarik sekali
2023-12-27 12:14:20
1
user avatar
Khadijah Aisyah
Karya yang luar biasa
2023-12-27 11:41:17
1
user avatar
Wildatuz Zaqiyyah
semangat update, Thor.
2023-10-29 19:22:21
2
user avatar
Rich Mama
Lanjut kakak...
2023-08-29 21:02:37
3
user avatar
Adny Ummi
menarik! lanjut, Thooorr!
2023-08-29 15:10:26
2
default avatar
hbyru
hebat ceritanya anak 5 tahun udah bisa cuci baju, jemur baju, spt anak sdh besar.....lebayy
2023-11-10 10:56:02
0
114 Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status