Home / Romansa / Rahim Dua Ratus Juta / Bab 7. Ikut Saya!

Share

Bab 7. Ikut Saya!

Author: Syatizha
last update Last Updated: 2024-12-27 10:52:12

"Mbok yakin? Kalau perempuan kampung itu yang masak makanan ini?" Angelica menyela. Tak percaya jika lauk pauk yang terhidang di atas meja dibantu oleh Sabrina, istri kedua suaminya. 

"Yakin, Nyonya."

Mbok Darmi menjawab sembari merundukkan kepala. Ibu Renata menelan saliva, lalu menghela napas berat. 

"Sudah, kamu boleh pergi dari sini."

"Baik, Nyonya besar. Permisi."

Mbok Darmi pergi dari ruang makan. Keluarga itu melanjutkan suapannya. Tampak sekali Ibu Renata menikmati hasil masakan menantu barunya itu. 

"Angelica, harusnya kamu juga pandai memasak. Lihat si Sabrina, walaupun dia perempuan kampung, tapi bisa memasak masakan selezat ini."

Ucapan yang baru saja meluncur dari mulut Ibu Renata membuat semua mata orang yang ada di ruangan itu beralih padanya. Angelica tersinggung, menghela napas berat agar emosinya tidak membuncah.

"Terus, aku harus bisa masak juga? Gitu maksud Mama?" 

"Iya dong!" Jawab Ibu Renata meletakkan alat makan di sisi kanan dan kiri piring. "Meskipun kamu wanita karier, tapi harus bisa masak!" Kedua mata Ibu Renata melotot, menatap penuh kebencian pada menantu pertamanya. 

Angelica mencebik, memandang semua orang yang ada di situ, lalu berdiri. 

"Mohon maaf, aku bukan wanita kampung. Aku bukan pem-ban-tu! Permisi!"

Dengan kasar, Angelica menarik kursi, meninggalkan meja makan dipenuhi amarah. 

"Hah, dia pikir wanita yang bisa masak pembantu? Kurang ajar tuh anak! Kalau bukan karena menjaga nama baik keluarga, sudah aku depak dari rumah ini! Si4lan!" 

Pak Sugeng dan Darren menggelengkan kepala mendengar caci maki dan sikap Ibu Renata yang sekarang masih meneruskan makannya. 

--- 

"Sayang," ujar Darren tiba-tiba memeluk tubuh Sabrina dari belakang. Sabrina yang tengah mencuci piring seorang diri terkejut. 

"Astaghfirullah, Tuan. Kirain siapa?" 

Sabrina berusaha melepaskan rengkuhan Darren karena di situ ada Mbok Darmi dan Mbak Tuti. Kedua asisten rumah tangga keluarga Pak Sugeng seketika pergi meninggalkan sepasang pengantin baru itu. 

"Memangnya siapa yang berani melakukan ini ke kamu, heum?" tanya Darren mengeratkan pelukan pada pinggang Sabrina. 

"Kayaknya enggak ada."

"Tentu saja enggak ada. Hm, kamu masih lama gak nyuci piringnya?" Darren melepaskan pelukan, berdiri di samping Sabrina. 

"Nih udah selesai. Kenapa?"

"Aku mau ngobrol-ngobrol sama kamu," kata Darren sambil menjawil ujung hidung Sabrina. Wanita itu tersipu malu, menganggukkan kepala. Mereka pun keluar dari dapur, berjalan ke taman belakang, duduk di gazebo. 

Darren meraih sebelah telapak tangan Sabrina, mengecup m3sra. 

"Sabrina, aku sangat bahagia. Sangat bahagia karena mama suka sama masakanmu."

Pujian yang meluncur dari mulut Darren membuat Sabrina tersenyum manis. 

"Alhamdulillah, aku juga bahagia, Tuan. Aku pikir, Nyonya besar akan marah-marah."

Wajah Sabrina muram. Mengingat sikap Ibu Renata yang tidak menyukainya. 

"Kamu jangan sedih. Aku yakin, suatu saat mama akan menyukaimu. Dulu, mama suka sekali masak tapi semenjak ada keinginan punya cucu, mama jadi malas. Bisanya marah-marah dan melamun."

Sabrina menyimak cerita Darren. Tubuhnya miring ke samping agar lebih menghadap sang suami. 

"Apakah Nyonya besar punya penyakit?"

"Penyakit darah tinggi. Kepalanya sering pusing. Ya mungkin itu, karena pengen punya cucu."

"Mungkin Nyonya besar kesepian, Tuan."

"Kayaknya gitu. Tapi, aku enggak suka kalau mama marah-marah dan berpikiran buruk. Sebenarnya mamaku orang yang baik. Mama baik kalau ada orann yang mematuhi perintahnya."

Ucapan Darren membuat Sabrina berpikir. Kalau memang Nyonya Renata pada dasarnya orang yang baik, dia akan berusaha mengambil hati wanita yang telah melahirkan suaminya itu. 

"Tuan, aku akan berusaha mengambil hati Nyonya besar. Aku ingin dia menyukaiku. Aku enggak mau kalau Nyonya besar mengusirku dari sini apalagi sampai menyuruh kita bercerai," kata Sabrina sungguh-sungguh. 

Darren tersenyum melihat kesungguhan dari raut wajah istrinya. Wajah Sabrina berbinar, sangat cantik alami meski tidak mengenakan make up seperti Angelica. 

"Ya. Aku berharap usahamu mengambil hati mama berhasil."

Darren merangkul pundak Sabrina, mengecup pelipis istrinya penuh cinta. 

"Darren! Sabrina!"

Panggilan Ibu Renata membuat sepasang suami istri itu terkejut. Mereka sontak turun dari gazebo. Sabrina sangat takut, wanita itu bersembunyi di balik punggung Darren ketika Ibu Renata berjalan cepat menghampiri mereka. 

"Ada apa, Ma?" tanya Darren setenang mungkin. Berusaha melindungi wanita yang jantungnya berdetak lebih cepat. 

"Ngapain siang-siang begini kalian duduk di gazebo?" tanya Ibu Renata dengan intonasi suara tinggi. Sorot matanya begitu tajam.

"Ngobrol, Ma. Aku sama Sabrina lagi ngobrolin masalah usaha kami agar cepat kasih Mama cucu," jawab Darren asal. 

Kedua mata Sabrina membeliak, terkejut mendengar jawaban Darren yang diluar dugaannya. 

Kening Ibu Renata mengkerut, pandangannya tertuju pada menantu keduanya. 

"Eh, Sabrina! Kamu jangan sembunyi di belakang punggung Darren! Sini kamu! Sini!" sentak Ibu Renata pada Sabrina yang ketakutan. 

"Sabrina, berdiri di sampingku. Jangan takut, mama orang yang baik," bisik Darren meyakinkan Sabrina. 

Tatapan Ibu Renata masih tajam. Kedua tangan melipat di depan dada. Dengan kepala merunduk, Sabrina berdiri di samping Darren. 

"Sabrina, sini kamu! Ikut saya sekarang!"

Tanpa diduga, Ibu Renata menarik lengan Sabrina, berjalan cepat, menuju ke dalam rumah. 

Darren tak tinggal diam, mensejajari langkah mereka dan berusaha melepaskan cekalan tangan mamanya. Raut wajah Sabrina bersedih dan takut. 

"Ma, lepasin tangan Sabrina! Lepasin, Ma!" 

Ibu Renata mengempaskan tangan Darren yang berusaha melepaskan cekalannya dari tangan Sabrina. 

"Nyonya, Nyonya besar mau bawa saya kemana, Nyonya?" tanya Sabrina, suaranya bergetar. 

"Diam kamu! Kamu enggak berhak bertanya apapun! Pokoknya sekarang kamu ikut saya!"

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Rahim Dua Ratus Juta   Bab 111. Bertemu Setelah Kematian

    "Kalian mau kemana?" Pak Sugeng bertanya ketika Darren dan ibu Regina berpapasan dengannya di pintu depan. "Aku mau ---""Anterin aku pulang ke panti. Aku mau ambil beberapa pakaian ganti. Kalau boleh, aku mau nginap di sini sampai acara tahlilan mbakyu selesai," sela ibu Regina. Tidak ingin kalau pak Sugeng mengetahui kalau dirinya dan Darren menemui Angelica. "Boleh saja. Silakan."Setelahnya, Pak Sugeng masuk ke dalam rumah. Darren dan ibu Regina melanjutkan langkah, menuju tempat di mana Angelica ditahan. "Tante, kenapa enggak tinggal bersama kami saja?" tanya Darren ketika kendaraan yang mereka tumpangi melaju. "Enggak, Darren. Tante udah nyaman tinggal di panti."Jawaban ibu Regina membuat Darren terdiam seribu basa. Mereka baru bertemu beberapa jam, tapi Darren merasa kalau sudah sangat lama bertemu dengan ibu Regina. Mungkin karena diantara mereka terdapat ikatan darah. "Kenapa selama ini Tante enggak pernah muncul di acara keluarga kami?" tanya Darren heran. Mengingat k

  • Rahim Dua Ratus Juta   Bab 110B. Terima Kasih, Sayang.

    Usai pemakaman, Ibu Regina bertanya kembali pada Darren. Di rumah itu hanya Darren yang bisa diajak bicara. Ibu Regina bertanya kenapa ibu Renata sampai ditusuk orang perutnya? Siapa pelakunya?Awalnya Darren tak ingin menjawab namun karena ibu Regina memaksa, akhirnya Darren mengatakannya. Kedua mata ibu Regina membeliak mendengar nama Angelica. "Jadi, yang membuat Mbakyuku meniggal Angelica juga?" ibu Regina teramat terkejut. "Iya, Tante. Tapi keadaan mama sempat membaik."Ibu Regina menggelengkan kepala berulang kali. Rasa sakit hati pada Angelica semakin besar. Anak dan kakaknya telah dibunuh wanita berhati iblis itu. Pandangan ibu Regina beralih pada ibu Anita yang menangis di depan pusara ibu Renata. Dengan kasar, ibu Regina mendorong tubuh ibu Anita hingga wanita itu terjungkang. "Munafik! Gara-gara anakmu, Mbak Renata meninggal! Anakmu, anak iblis! Dulu anakku yang dibunuhnya, sekarang kakakku!" Teriakan ibu Regina membuat ibu Anita dan orang lain terkejut. Mereka kasak-ku

  • Rahim Dua Ratus Juta   Bab 110A. Pemakaman

    Keluarga Wirawan berduka. Wanita yang selama ini mengharapkan cucu kini telah tiada ketika keinginannya itu dikabulkan Tuhan. Pak Sugeng duduk di samping jenazah ibu Renata sejak beberapa jam lalu. Belahan jiwanya telah hilang. Dibiarkan air mata membasahi wajah. Tak ada lagi sikapnya yang tegas, yang berwibawa dan yang berkharismatik. Kini, ia telah kehilangan semangat. "Pa, Papa makan dulu," ucap Darren mengingatkan sang papa yang seharian ini tidak ada makanan yang masuk ke dalam perut. "Nanti saja." Hanya itu jawaban yang terucap dari mulut lelaki yang ditinggal kekasih hatinya. Kekasih yang telah menemani hidupnya. Sabrina yang berada di dalam kamar, tengah memberi ASI pada kedua buah hatinya meneteskan air mata. Masih teringat jelas, bagaimana perhatiannya ibu Renata, bagaimana keinginan ibu Renata memiliki cucu. "Ya Allah, mohon kesabaran serta keikhlasan dalam hatiku ya Allah. Hamba tahu, semua ini sudah menjadi takdir-Mu."Rumah duka keluarga Wirawan semakin berjalan wak

  • Rahim Dua Ratus Juta   Bab 109B. Panik

    Pak Sugeng bergegas keluar ruangan, hendak membeli brownies keinginan ibu Renata. Lelaki itu membeli brownies di toko yang letaknya tak jauh dari rumah sakit. Ia tak ingin berlama-lama meninggalkan ibu Renata. Hanya memakan waktu lima belas menit, pak Sugeng sudah kembali ke ruangan ibu Renata. Di dalam ruangan, terlihat ibu Renata sedang berbicara sendiri di depan handphone. "Lho, Mas. Cepat sekali belinya?" tanya ibu Renata heran. Ia lantas mematikan rekaman suara di handphone milik suaminya. Jangan sampai pak Sugeng tahu kalau ibu Renata meninggalkan pesan suara pada ponselnya. "Aku sengaja beli di toko kue terdekat. Ini aku beli dua. Ada yang pake toping keju dan ada yang enggak pake toping. Kamu mau makan yang mana dulu?" tanya pak Sugeng sembari menunjukan dua kotak brownies. Sengaja membeli dua supaya Ibu Renata memilih. "Aku mau toping keju. Mas, suapin aku ...," rengekan ibu Renata membuat hati pak Sugeng mencelos. Permintaan itu seperti mengisyaratkan sesuatu. "Tentu. A

  • Rahim Dua Ratus Juta   Bab 109A. Pegang

    "Aku harus bilang gitu, Anita. Umur orang enggak ada yang tau. Paling enggak kalau aku udah bilang, kamu bisa wujudin," jelas ibu Renata menatap sendu wanita yang napasnya turun naik karena kesal akan ucapannya. "G1la kamu, Renata! Bisa jadi umurku lebih dulu yang tamat daripada kamu." Sangat sewot ibu Anita menanggapi ucapan ibu kandung Darren. Ibu Renata meraih telapak tangan ibu Anita. Ia seolah memohon pada mantan besannya itu."Anita, aku mohon padamu. Kabulkan---""Stop!" sela Anita menghempaskan genggaman tangan ibu Renata. "Aku enggak mau dengar soal itu lagi. Renata, kamu pasti sembuh. Sekarang keinginan terbesarmu sudah Tuhan penuhi. Langsung dikasih dua, Renata. Kamu harus sembuh. Oke?" ucap ibu Anita. Jantungnya berdetak lebih cepat. Dia sangat takut kalau sahabat dari semasa SMA-nya itu benar-benar pergi meninggalkannya. Dia sangat takut, jika apa yang dikatakan ibu Renata akan terjadi. Ibu Anita menggelengkan kepala, menghalau pikiran dan firasat buruk. Sesaat, terjad

  • Rahim Dua Ratus Juta   Bab 108. Gantikan Posisiku

    "Mama Anita?" pekik Darren melihat mantan ibu mertuanya yang berdiri di hadapan. "Darren, apa Mama boleh menjenguk Mamamu?" suara ibu Anita bergetar. Ia takut sekali jika keluarga Wirawan membencinya karena perbuatan jahat anak semata wayangnya, Angelica."Boleh, Ma. Silakan masuk."Darren memberi ruang pada ibu Anita agar masuk ke dalam ruangan. Semuanya terkejut akan kedatangan ibu Anita. Wanita yang telah melahirkan Angelica. "Anita?" gumam ibu Renata melihat sahabatnya datang menjenguk. Ibu Anita merasa sangat bersalah akan perbuatan jahat yang dilakukan Angelica pada ibu Renata. "Renata, Renata ...." Ibu Anita menghambur dalam pelukan wanita yang telah melahirkan Darren. Pak Sugeng menarik mundur kursi roda Sabrina agar tidak menghalangi Ibu Anita yang memeluk sahabatnya. "Aku minta maaf, Renata ... aku minta maaaff ...." Permohonan maaf diucapkan ibu Anita disela pelukan pada sahabatnya. Ibu Renata mengusap lembut punggung ibu Anita. "Kamu enggak perlu minta maaf, Anita. Ka

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status