Di sisi selatan dari posisi awal kedatangan kelompok ekspedisi... Hanya suara desir angin dan raungan samar dari kejauhan yang terdengar di antara kabut tipis yang menyebar di wilayah Laut Mati. Di tengah rerimbunan batu karang hitam dan tanah lembab, dua perempuan saling menatap tajam. Satu dengan sorot mata tajam yang masih menyimpan air mata, satu lagi dengan rahang mengeras menahan emosi. "Kakak Ye, apa yang kamu lakukan!? Lepaskan aku!" Shan Rong menjerit, tubuhnya bergetar hebat. Air mata mengalir bebas di pipinya, membasahi bekas debu dan keringat yang menempel di kulitnya. Ia mencoba menarik tangannya dari cengkeraman Ye Xin, namun wanita itu menggenggamnya erat seperti borgol yang tak terlihat. Ye Xin menatapnya dengan mata yang tak lagi hangat. Bibirnya terkatup rapat sebelum akhirnya terbuka, menyemburkan kata-kata yang lebih seperti cambuk daripada nasihat. "Adik Rong! Kenapa kamu begitu keras kepala!? Apa kau pikir bisa kembali ke sana lagi dengan kekuatanmu saat i
Sesaat Kera Badai Salju berdiri kaku. Rahangnya terbuka lebar, memperlihatkan deretan taring tajam yang bersimbah lendir. Matanya membelalak liar, pupilnya menajam menatap ke satu arah. Puluhan jarum akupuntur tertancap di tubuhnya, bersinar samar dalam kabut merah yang masih menggantung di udara. Namun dalam hitungan detik, tubuh kolosal itu bergetar hebat. Dari pori-pori kulit tebalnya, energi spiritual yang murni meletus seperti gelombang dari pusat danau. BANG! Sebuah hentakan dahsyat membuat tanah bergetar. Riak energi memancar dari tubuh kera raksasa tersebut, memecah udara dan menepis puluhan jarum perak yang terpental ke segala arah bagai pecahan logam kecil. Batu-batu dan debu beterbangan. Tanah merekah. Sebuah kawah kecil terbentuk di bawah kaki binatang itu. "GRAAAAAAHHHHH!" Kera Badai Salju meraung dengan keganasan murni. Kabut merah dari serbuk Jamur Kuang masih berputar mengelilinginya, menyulut aura liar yang semakin menggila. Aroma dari Serbuk Jamur Kuang yang ter
Namun saat Mu Xiong melesat menjauh, niatnya untuk segera pergi menyusul anggota klan Mu yang lainnya terhenti. Perhatiannya terpaku pada satu sosok di tengah tumpukan bangkai Kadal Rawa Bertanduk. Seorang pria muda berdiri di sana, tubuhnya diselimuti debu dan noda darah, namun gerakannya tetap tenang, nyaris tak tersentuh. Setiap ayunan bilah pedang melesat denag presisi tinggi, menumbangkan binatang buas seukuran sapi itu dalam satu serangan."Huh? Siapa bocah ini? Kenapa dia masih bertahan di sana seperti itu?" gumam Mu Xiong dengan alis berkerut.Matanya menajam. "Dia bukan dari klan Mu... Dan aku tak mengenali auranya sebagai salah satu dari anak buah Gui Sha. Tapi mengapa... dia agak sedikit terasa familiar?"Mu Xiong mengamati lebih seksama. Dari atas udara, ia menyipitkan mata. Pemuda itu memiliki tatapan tenang, dingin seperti salju, namun dalam seperti danau purba. Sorot mata seperti itu... seolah telah melalui lebih banyak penderitaan daripada usia tubuhnya.Sementara itu
Dengan kekuatan fisik yang luar biasa dan tubuh sebesar gunung batu, Kera Badai Salju itu meraung ganas, suaranya mengguncang udara seperti guntur yang menabrak lembah. Kedua tangan raksasanya menggenggam sebongkah batu karang raksasa, lalu dalam satu lemparan penuh amarah, batu itu melesat menuju Mu Xiong yang tengah mengambang di udara, tubuhnya dikelilingi aura keemasan yang bergemuruh.Mu Xiong menatap lemparan itu dengan sorot tajam. Batu itu tak hanya sekadar batu biasa—ia dipadatkan oleh tekanan spiritual dan energi alam yang menyatu dari tangan binatang buas itu, menjadikannya senjata mematikan yang mampu meremukkan apa pun yang diterjang.Namun, itu belum selesai.Kera raksasa itu mendongakkan kepala dan membuka mulut lebarnya, memperlihatkan barisan taring tajam yang bersinar putih di bawah cahaya kelabu langit di atas Laut Mati. Gumpalan kabut putih keluar dari tenggorokannya, lalu memadat menjadi energi es berwarna biru pucat yang meliuk dan berdesing di udara. Sekejap k
Di balik topeng putih itu, Long Zhu tersenyum tipis. Senyum tipis yang bukan sekadar kegetiran belaka, melainkan senyum penuh ironi terhadap permainan yang kini perlahan mulai terkuak di matanya. Ia menatap punggung Mu Jinyun yang menyeret Shan Rong menjauh dari medan pertempuran di dekatnya, dan ia tahu, pria itu tengah mencoba memanfaatkan kekacauan untuk menyingkirkan ancaman secara diam-diam."Begitu buruk caramu menyembunyikan niat, Tuan Muda Mu…" gumamnya rendah, nyaris tak terdengar oleh semut sekalipun.Ia mengalihkan pandangannya ke arah gadis bermata ruby itu, Shan Rong, yang baru saja menyebut nama yang telah lama ia pendam bersama ingatan masalalu, Zhu Long."Jadi… penyamaranku berakhir juga." bisiknya, seolah berbicara kepada dirinya sendiri. "Dia mengenaliku hanya dari satu ledakan energi spiritual. Dia benar-benar gadis yang unik… aku jadi semakin yakin tentang dirinya."Dengan gerakan perlahan dan mantap, Long Zhu mengangkat tangan kanannya. Jemarinya menyentuh sisi t
Long Zhu menoleh sedikit, hanya setengah gerakan, lalu menatap aneh gadis itu dari balik topengnya. Mendengar kata-kata berani gadis itu, mebuatnya terkekeh samar, getir. Namun sebelum satu kata pun sempat terucap dari bibirnya, tanah di bawah mereka bergetar hebat. Dum! Dum! Dum! Getaran itu disusul oleh suara raungan liar yang menggelegar, menggema menembus udara dan menggetarkan tulang. Dari arah depan mereka, beberapa Kadal Rawa Bertanduk muncul, menerobos benteng pertahanan di garis depan dan berlari liar menuju bagian belakang kelompok ekspedisi—tepat ke arah Long Zhu dan Shan Rong berada. "Tidak… tidak mungkin mereka berhasil menembus garis pertahanan!" Shan Rong panik. Suara napasnya memburu, matanya membelalak memandangi makhluk-makhluk raksasa bersisik itu yang melaju cepat, mata mereka merah menyala dan air liur menetes dari rahang terbuka penuh taring. Apa yang sebelumnya hanya peringatan dari Ye Xin, kini menjelma menjadi kenyataan mengerikan. Shan Rong tahu posisinya