“Orang tua?”
Nadia memicing ke arah pria itu. Rasa panas yang menguasai tubuhnya serasa semakin membara ketika melihat tubuh tegap pria tampan itu.
Dia menelan ludahnya, lalu berdiri mendekati sang arjuna. “Berarti kamu adalah orang yang dimaksud oleh Ayahku untuk menjalani kencan buta denganku?”
Gejolak yang dia rasakan semakin menggila saat melihat sosok tampan di hadapannya. Nalurinya bergerak sendiri berdiri dan mencoba meraih pria tampan itu.
"A-aku bersedia menghabiskan malam denganmu, Tuan." Entah keberanian dari mana, Nadia berujar demikian sembari melingkarkan tangan ke leher pria yang baru dia temui itu.
"Lepas!" Dengan kasar, pria itu melepas rangkulan tangan Nadia.
Dia selalu tidak suka dengan gadis yang sembarangan menyentuh tubuhnya. Orang tua pria itu memang baru saja membicarakan tentang pernikahan, tapi dia tidak tahu kalau mereka menjebaknya dengan kehadiran seorang wanita di kamarnya.
Terlebih, baru kali ini wanita yang dikirimi orang tuanya terlihat begitu nakal, liar dan... berani.
"Tubuhku panas, kata saudaraku... kamu bisa membantuku mengurangi panas ini." Nadia sekali lagi mencoba sekali lagi memeluk sang pria tampan.
“Dasar sinting!”Pria dengan berambut hitam dan berhidung mancung itu mencoba menghindar. Namun, Nadia yang sudah dikuasai gairah panas dari tubuhnya, tidak mau kalah.
Wanita itu menempel bagai lintah di tubuh sang pria. Bibir dan hidung Nadia bahkan tidak ragu untuk menelusuri leher pria itu, hingga ke dada bidangnya.
Tangan Nadia bahkan bergerilya, menjamah apa pun di tubuh pria itu hingga membuat sang pria kewalahan.
“Apa kamu sering merayu seorang pria dengan bersikap rendahan seperti ini?!” bentak Pria tampan itu mencoba terus menghindar, hingga tanpa sadar tertahan tembok kamar.
Nadia tersenyum tipis melihat wajah pria yang berada di hadapannya. Bagaimana tidak, meski sedari tadi pria itu terus menghindarinya, Nadia jelas-jelas tahu pria itu pun mulai tergoda.
Hal itu terbukti dari deru napas, juga detak jantung pria itu yang bisa didengarnya dari dekat. Serta... sesuatu yang ada di celah kakinya yang mengeras.
Melihat bibirnya yang terlihat menggoda itu Nadia yang terpengaruh obat mencoba menyesap bibir pria itu. Namun sebelum itu, tangan Nadia lebih dulu bertindak.
Dia dengan terburu-buru melepas satu per satu kancing kemeja pria itu. "Aku tahu, kamu juga menginginkannya, bukan?"
“Hentikan!” tegas pria itu sembari meraih tangan Nadia bermaksud untuk menghentikan tangan liar Nadia yang begitu berani.
Nadia tidak menghiraukannya. Dia tetap ingin menghilangkan rasa panas di tubuhnya. Wanita cantik berambut lurus itu sekali lagi mencoba untuk mencecap bibir pria tampan itu juga dengan memberikan sentuhan lembut hingga ke area sensitive milik pria itu.
Dia sudah tidak peduli dianggap murahan, atau apa. Yang dia pedulikan hanya satu... meredakan panas di tubuhnya, yang ajaibnya hanya terasa lebih baik jika dia terus menyentuh pria itu.
Sontak saja pria tampan itu merasakan getaran hebat seperti tersengat arus listrik namun lembut ke seluruh tubuhnya.
"Aku. Bilang. Hentikan." Gairah liar ingin menikmati wanita yang ada dihadapannya itu muncul seketika, membuat dia kesulitan berbicara.
Namun, sekuat apa pun pria itu bertahan untuk menolak godaan tubuh molek Nadia, juga keliarannya... nyatanya naluri kelelakiannya tetaplah bereaksi.
Mata pria itu kini berkabut, diselimuti gairah yang sama besarnya. Ditambah lagi, Nadia seolah tidak memberi jeda untuk tubuhnya memberontak dengan terus memberikan sentuhan di titik-titik terlemahnya, bahkan sampai membungkamnya dengan ciuman panas.
Sebagai upaya terakhirnya, pria itu kembali mendorong Nadia. Kali ini sangat kuat, hingga membuat Nadia mundur beberapa langkah.
Dia menatap ke arah Nadia dengan dada yang naik-turun, sama seperti wanita di hadapannya. "Peringatan terakhir untukmu... berhenti sekarang, atau kamu akan menyesal selamanya!!"
Jika saja dalam keadaan normal, Nadia mungkin akan terbirit-birit ketakutan dan pergi. Namun, dipengaruhi obat, juga adrenalin yang sudah di puncak... oh, dan tentu saja beban untuk bisa menyelamatkan perusahaan sang ayah, Nadia kini tak akan goyah.
Nadia mengangguk pelan, “Lakukan,” jawabnya kemudian.
Melihat ekpresi Nadia yang menggariahkan, jakun pria itu turun-naik. Gairahnya yang sudah siap untuk diledakkan kini tak lagi bisa ditahan.
“Jangan salahkan aku jika membuatmu kelelahan malam ini,” ucap Pria itu sambil tersenyum lalu menyerang tubuh Nadia.
Tubuh Nadia terhempas di atas ranjang, dengan kungkungan tangan kekar si pria. Berbeda dengan sebelumnya, kali ini pria itulah yang memegang kendali permainan.
Keesokan harinya, Nadia terbangun dan merasakan sekujur tubuhnya sakit semua. Dia menatap jijik tubuhnya sendiri karena tidak bisa menjaga kehormatan sebelum menikah.
"Aish! Dasar Nadia bodoh!! Sekarang aku adalah wanita kotor!” seru Nadia kesal sembari mengenakan dress semalam. Dia mengepalkan kedua tangannya kesal.
Tanpa diduga, pria yang jadi teman berbagi hasrat Nadia semalam mendengus ketika mendengarnya.
“Apa sekarang kamu baru menyadari kalau kamu adalah wanita kotor? Berani-beraninya seorang yang masih perawan mengajak tidur seorang pria asing!”sahut pria itu yang juga terlihat sudah memakai pakaiannya kembali.
Ya, semalam... pria itu sadar jika wanita yang menjamah tubuhnya lebih dulu bukanlah wanita binal. Terbukti dari bagaimana dia kesusahan menembus rongga terdalam sang wanita.
Semalam, dia sadar, tetapi sudah terlalu telat jika ingin membatalkan niatnya. Jadilah, dia tetap melanjutkan permainan, hingga selesai.
“Aku bersedia melakukannya karena kita akan saling menguntungkan. Kamu mendapatkan tubuhku dan aku mendapatkan uangmu karena semua ini adalah pengaturan Ayahku. Bukankah begitu perjanjiannya?” tanya Nadia.
“Apa maksudmu, pengaturan Ayahmu. Memangnya siapa Ayahmu, aku pikir kamu adalah wanita yang dikirim oleh orang tuaku,” jawab Pria itu.
Saat mereka masih termenung memikirkan apa yang terjadi terhadap mereka. Terdengar seseorang mengetuk pintu sebelum kemudian dibuka paksa dari luar.
Mereka, terlebih Nadia yang belum sempat merapikan dandanannya, seketika kaget ketika beberapa orang berhasil masuk mendobrak pintu.
“Nadia, ternyata kamu berselingkuh dibelakangku!”
Nadia mengenali mereka. Yang berseru pertama kali adalah Langit, kekasihnya. Ditemani Karina, juga orang tuanya... Nadia menatap keheranan.
“Langit, tenang dulu. Ini semua mungkin salah paham." Karina berlagak menengahi. "Nadia mungkin mengira harus melakukan ini agar bisa menolong perusahaan ayah."
Namun, detik itu... semua orang seolah tersadar. Pria yang bersama dengan Nadia saat ini, bukanlah pria yang mereka rencanakan untuk bertemu dengan Nadia.
“Tunggu. Siapa pria yang bersamamu itu, Nadia?”
Arjuna mengelengkan kepalanya, saat ini tidak ada yang dia inginkan sama sekali kecuali doa agar pernikahannya lancar dan langgeng sampai akhir hayat.“Yang aku butuhkan saat ini adalah, Nadia dan Bima,” jawab Arjuna.“Jadi kamu sudah tidak butuh apa-apa lagi selain mereka?” tanya Joy.“Ya, duniku adalah mereka. Jadi aku sudah tidak butuh apa-apa lagi, uang juga aku sudah punya,” jawab Arjuna.“Kamu memang sudah memiliki segalanya hanya belum istri dan anak saja, selamat untuk pernikahanmu, ya, Arjuna,” ucap Joy.“Terima kasih, Joy. Besok datanglah ke pernikahanku,” balas Arjuna.“Pasti aku akan datang ke pernikahanmu, semoga kamu bahagia Arjuna,” ucap Joy.Mereka berpisah setelah mengobrol kecil. Arjuna mengantar Nadia dan Bima pulang ke rumah lalu Arjuna kembali ke kediamannya.Tidak terasa hari yang ditunggu telah tiba. Arjuna dan Nadia akan menggelar pesta pernikahan mewah yang digelar di sebuah hotel mewah di ibu kota.Setelah melewati banyak ujian cinta dan huru haranya Akhirnya
Bibinya Nadia mengepalkan tangannya kesal, Nadia sangat berani mengacuhkannya padahal dahulu dia selalu menurut apa yang dia perintahkan."Kenapa wajah Bibi seperti itu. Apa tidak suka dengan kebenaran yang aku katakan?" bentak Nadia yang lebih emosi."Keponakan durhaka nikmati saja keserakahan mu itu. Kamu dan anak haram mu yang hidup bahagia menelantarkan saudara akan menjadi sengsara dan tidak akan ada saudara yang menolong," balas Bibinya Nadia."Sudahlah Nadia jangan ladeni dia. Kalau dia masih mengganggumu, aku akan menelpon bos restoran ini untuk memecatnya," celetuk Arjuna mulai kesal.Mendengar itu Bibinya Nadia ketakutan kalau dia sampai di pecat mau makan apa dia. Suaminya juga bukan orang kaya, selama ini dia hidup dari mengerti Pak Abraham. Seperti benalu yang menghisap inangnya."Kenapa gemetar seperti itu nenek tua jahat, apa kamu takut dengan ancaman Ayahku?" ledek Bima lalu melewekan lidahnya."Anak haram hina, hidup enak Karana melahirkan anak haram saja bangga!" ben
Langit masih menatap Nadia dengan tatapan penuh kesedihan. Dia sungguh sangat menyesal karena dulu telah mencampakan Nadia demi wanita penggoda yang tidak bisa apa-apa seperti Karina.“Aku akan pergi Nadia, tapi yang harus kamu tahu. Sampai kapanpun aku masih tetap akan mencintaimu,” ucap Langit.“Wuueek,” ledek Arjuna. “Sampai kapanpun mecintai tapi kamu selalu selingkuh, menjengkelkan sekali kata-katamu itu!” lanjut Arjuna.Langit menatap Arjuna dengan tatapan penuh kebencian. Setelahnya di kembali menatap Nadia dengan tatapan teduh.“Aku pamit pergi, Nadia,” ucap Langit lirih lalu berbalik dan pergi dari hadapan mereka semua.“Hati-hati dijalan Paman. Semoga kita tidak berjuma lagi,” ucap Bima lalu melambaikan tangan ke Langit.Ada rasa sakit hati ketika Bima mengatakan itu pada benak Langit. Tapi semua sudah menjadi bubur tidak bisa kembali seperti semua. Langit pergi dengan langkah penyesalan seumur hidup di benaknya.“Ayo kita masuk mobil, kamu pasti sudah lapar ‘kan sayangku,”
Langit menatap Nadia dengan tatapan penuh kegembiraan. Langit tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan untuk mengatakan bahwa dia masih ingin bersama Nadia.“Tolong tinggalkan Arjuna dan hidup bersamaku!” tegas Langit dia ingin menggenggam tangan Nadia tapi Nadia reflek menjauhkan tangan dari jangkauan Langit.“Kamu itu sungguh tidak tahu diri. Apa kamu pikir setelah kamu campakan dan ibumu hina aku masih sudi menjalin hubungan denganmu!” seru Nadia yang sangat kesal dengan ucapan Langit itu.“Nadia, aku sangat menyesal. Tolong mengertilah Nadia, jika itu kamu yang berada di posisiku aku yakin kamu pasti melakukan hal yang sama,” ucap Langit lalu dia berlutut di depan Nadia.Nadia yang melihat Langit berlutut memohon seperti itu, hatinya sangat tidak tergugah dia justru jijik depan apa yang dilakukan Langit.“Kalau begitu coba kamu posisikan dirimu di posisiku waktu itu,” balas Nadia.“Aku tidak bisa membayangkannya karena aku merasa kamu kecewakan,” jawab Langit.“Justru aku yang kecewa
Arjuna langsung memarkir mobilnya sembarangan lalu segera berlari ke lobby biasa yang dipakai untuk antar jemput siswa. Dia sangat panic mendengar percakapan Nadia. Jika sampai Bima diculik dia akan menuntut pihak sekolah.“Ayaahhh,” teriak Bima.Suara anak itu membuat Arjuna berhenti berlari lalu menoleh ke sumber suara bocah yang memanggilnya.“Bima,” gumam Arjuna.Bima berlari ke arah Arjuna dan memeluknya erat, Arjuna yang tadinya panic menjadi lega karena Bima ada dipelukannya. Sedangkan Nadia yang ikut mengejarnya tengah ngos-ngosan ketika sudah berada di dekatnya.“Kenapa berlari sekencang itu?” ucap Nadia disela nafasnya yang berderu kencang.“Aku mendengarmu kalau Bima sudah ada yang menjemput, jadi aku panic dan khawatir kalau Bima diculik,” balas Arjuna.“Aku juga sama ikut panic tapi kita bisa ‘kan berpikir jernih dulu, sebelum bertindak,” ucap Nadia mencoba mengontorl emosinya.“Maafkan aku,” balas Arjuna lalu mereka bertiga berpelukan bersama.“Sudah sudah jangan berteng
Nadia segera melihat siapa yang menelpon di ponselnya. Ternyata itu adalah Langit yang entah ingin mengatkan apa, Nadia yang tidak napsu untuk mengangkat telpon itu langsung mematikan dan menyimpan ponsel ke dalam tasnya kembali.“Dari orang yang tak penting, aku tak mau mengangkatnya,” gumam Nadia.“Apa aku pukuli saja dia sampai bengek ya,” ucap Arjuna kesal.“Jangan nanti kamu berurusan dengan polisi,” balas Nadia.“Berurusan dengan polisi itu hal yang mudah diatasi, tapi kalau bajingan gila itu meminta uang ganti rugi aku tidak sudi memberikannya. Uang akan sangat menguntungkan baginya,” ucap Arjuna sedikit marah dia membanyangkan Langit akan mendapatkan keuntungan dari satu pukulan yang dia berikan padannya.“Aku juga tidak sudi bagian tubuhku menyentuh tubuh pria miskin itu!” seru Arjuna lagi.“Tenangkan pikiranmu kita ini sedang menyetir loh,” ucap Nadia.Lagipula Nadia sudah tidak ada urusan lagi dengan Langit, peristiwa reuni sekolah tempo hari sudah mengisyaratkan semuanya,