Eratnya Pelukan Tuan Presdir Malam Itu

Eratnya Pelukan Tuan Presdir Malam Itu

last updateLast Updated : 2025-12-31
By:  Kharamiza Updated just now
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
Not enough ratings
6Chapters
7views
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
SCAN CODE TO READ ON APP

Diterima sebagai sekretaris Elvano saja sudah di luar dugaan Acha, terlebih setelah presdir dingin itu sempat merendahkannya dengan pertanyaan tak pantas saat interview. Awalnya, hubungan mereka tak lebih dari atasan dan bawahan. Sampai satu malam mengubah segalanya, meninggalkan rahasia yang harus dikubur rapat. Namun, bagaimana jika interaksi di kantor justru menjerumuskan pada perasaan terlarang yang kian sulit dihindari? Mampukah keduanya tetap bertahan ketika batas profesional itu mulai runtuh?

View More

Chapter 1

Bab 1

“Astaga, kenapa macet begini?!” Acha menggerutu sebal saat pengemudi ojeknya menepikan motor. Matanya refleks melirik jam.

“Jalan depan ditutup, Mbak,” katanya, “ada truk terguling. Kita harus muter jauh. Kalau nunggu, malah lebih lama.”

Acha menegakkan tubuh. Hanya bisa menghela napas panjang, menolak pun tak ada gunanya.

Jalan besar yang biasanya padat kini dipagari garis polisi. Sebuah truk kontainer terguling, menutup hampir seluruh badan jalan. Sirine petugas dan suara klakson pun saling bersahutan, tak sabar.

Acha mulai cemas, melirik jam tangannya berulang kali. Sudah pukul 10.17. Tiga belas menit menuju jadwal interview, tetapi posisinya masih jauh dari lokasi.

“Mas, bisa ngebut dikit?” suaranya gemetar, tidak marah, hanya khawatir akan kehilangan kesempatan.

Ia sering mendengar kalau reputasi pimpinan perusahaan itu sangat disiplin. Ketepatan waktu bukan sekadar formalitas, melainkan ukuran pertama. Satu kesalahan kecil saja bisa menghapus kesempatan sebesar ini.

“Sabar, Mbak. Ini juga udah ngebut.”

Perjalanan dua puluh menit berubah menjadi tiga puluh. Acha hanya bisa menggigit bibir, membayangkan kesan pertamanya yang begitu buruk.

Ketika motor akhirnya berhenti di depan gedung tinggi itu, Acha turun dengan tergesa, hampir tersandung, tetapi ia tak peduli.

Berlari kecil menuju lobi sambil merapikan rambut yang berantakan tertiup angin, bahkan berkas dalam genggamannya hampir saja terlepas.

Masuk lift, Acha gelisah karena gerakan lift yang terasa sangat pelan, seolah sengaja mempermainkan waktunya.

Begitu pintu lift akhirnya terbuka di lantai 28, ia sudah terlambat lima menit. Namun, rasanya seperti lima jam.

Acha disambut oleh asisten pribadi sang presdir di depan pintu ruang interview. Pria berkacamata tipis dan memakai jas biru muda bernama Raka Yudhistira.

“Azalea Chantika?” tanyanya ramah.

“Benar, Pak. Saya minta maaf, saya sedikit terlambat.”

Pria itu mengangguk, sambil tersenyum tipis setelah memastikan identitas Acha.

“Pak Elvano sudah menunggu,” katanya, lalu membuka pintu dan mempersilakan Acha masuk.

Gestur sederhana itu cukup membuat gadis itu merasa lega, meski jantungnya masih berdebar.

Dengan satu tarikan napas, Acha melangkah masuk ke ruang interview.

Ruangan itu luas, rapi, dan terlalu sunyi. Benda-benda di dalamnya tertata presisi, nyaris tanpa cela.

Di ujung meja besar itu, seorang pria duduk tanpa bangkit menyambutnya.

Elvano Raynand Alvaric. Presiden Direktur muda Alvarion Group yang kerap menjadi perbincangan di luar sana.

Acha menelan ludah. Melihat Elvano dari jarak sedekat ini, rumor tentang sikap dingin pria itu ternyata tidak berlebihan. Wajahnya nyaris tanpa ekspresi. Tatapannya tenang, tetapi terasa seperti sedang mengintimidasi.

Acha meremas ujung roknya, berusaha mengusir kegugupannya, sebelum memberanikan menyapa lebih dulu. “Selamat pagi, Pak El—”

“Sepuluh menit terlambat.”

Suara datar itu memotong ucapannya. Justru karena tanpa emosi, kalimatnya terasa lebih menusuk.

Acha refleks menarik napas. Tahu diri kalau terlambat, tetapi ia sangat yakin keterlambatannya tidak lebih dari lima menit. Ingin membela diri, tetapi ia menahan diri. Membantah di hadapan pria seperti itu hanya akan memperburuk kesan.

“Saya minta maaf, Pak. Jalanan tad—”

“Alasan.”

Satu kata saja dari Elvano. Namun, cukup membuat Acha terdiam. Rasa panas langsung menjalar di wajahnya. Ia menunduk sesaat, menahan malu.

Beberapa detik berlalu dalam keheningan, Elvano akhirnya menggeser kursinya sedikit, memberi isyarat duduk tanpa sepatah kata.

Acha merasa lega dengan isyarat Elvano. Itu berarti ia masih diberi kesempatan. Padahal, sempat terlintas pikiran bahwa keterlambatannya mungkin tidak akan ditoleransi dan membuatnya dianggap kurang profesional.

Tanpa membuang-buang waktu, Acha segera duduk.

Elvano mulai membuka berkas lamarannya dengan gerakan tenang. Tatapannya berpindah dari dokumen ke wajah Acha, lalu kembali lagi ke kertas, seolah mencocokkan data dengan fakta di depannya.

“Azalea Chantika,” suaranya terdengar berat. “Lima tahun di Valmer Group, di bawah Pak Rendra?”

“Benar, Pak Elvano.”

“Kenapa keluar?”

“Pak Rendra pensiun. Jadi, saya merasa ini saat yang tepat untuk mencari lingkungan baru,” jawab Acha pelan. “Selain itu, ini juga cara saya menunjukkan loyalitas padanya. Saya keluar karena pilihan, bukan karena terpaksa. Kemampuan jelas membuat saya tetap kompeten.”

Hening.

Elvano tak langsung menanggapi. Jarinya mengetuk meja pelan, seperti sedang mempertimbangkan sesuatu.

“Kenapa melamar ke sini?”

Acha menegakkan punggung. ”Karena saya melihat Alvarion Group sebagai perusahaan yang sejalan dengan—”

“Cukup.”

Acha terdiam.

“Jawaban seperti itu sering saya dengar,” lanjut Elvano, masih dengan suara datarnya. “Dan, jarang relevan.”

Dada Acha mengencang, tetapi ia berusaha tetap tenang. “Saya datang untuk bekerja, Pak.”

Elvano mengangkat pandangannya.

“Sekretaris,” ucapnya pelan. “Selalu dekat dengan atasan.”

Ketukan jemarinya terhenti.

“Kamu paham maksud saya.”

Tubuh Acha sontak menegang. Ada jeda dan ruangan menjadi lebih hening ketika mata pria itu kembali memperhatikannya.

Ia merasa tatapan pria di hadapannya begitu menusuk dan membuatnya tidak nyaman.

Elvano menutup berkas. Bunyi tipisnya terdengar jelas di keheningan.

“Lima tahun dengan Pak Rendra,” katanya lagi. “Cukup lama.”

Acha refleks mencengkeram pahanya sendiri di balik meja. Ia tak sepenuhnya paham maksud kalimat itu. “Saya bekerja profesional, Pak.”

Alis Elvano terangkat sedikit, hampir tak terlihat, tetapi cukup membuat Acha merasa posisinya dipertanyakan.

“Yakin?”

Ia condong ke depan sedikit, seakan ingin memastikan kata berikutnya tidak meleset.

“Dalam lima tahun, sudah berbuat apa dengan Pak Rendra?”

Acha membeku. Matanya berkedip lambat saat otaknya mencoba mencerna pertanyaan itu. Untuk sesaat ia berharap telinganya salah dengar. Tidak mungkin seorang Presiden Direktur menanyakan hal seperti itu dalam interview, ‘kan?

“Maaf, apa boleh diulang pertanyaannya?” tanyanya lirih, masih tak percaya.

Elvano hanya menatapnya lama sebelum menghela napas, lalu kembali membuka suara. “Kamu melayani Pak Rendra?”

Acha terkesiap. ‘Astaga! Serius dia bertanya begitu?!’

Expand
Next Chapter
Download

Latest chapter

More Chapters

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

No Comments
6 Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status