Home / Fantasi / Ratu Iblis Dan Suami Berdarah Dingin / Bab 49. Di Balik Luka yang Tidak Berdarah

Share

Bab 49. Di Balik Luka yang Tidak Berdarah

Author: Quennnzy
last update Huling Na-update: 2025-07-19 08:58:22

Tanah Vellen Thar masih bergetar saat Alura menjejakkan kaki ke bumi. Sisa reruntuhan menara berubah menjadi debu perak, mengambang di udara seperti abu bintang yang terbakar dalam sunyi.

Rafael melangkah cepat menghampiri.

“Alura?” suaranya penuh tanya, tapi matanya sudah tahu jawabannya.

Alura mengangguk. “Aku kembali.”

Tapi sesuatu dalam nadanya berubah. Ia lebih tenang. Lebih dingin. Seperti kabut yang tahu kapan menyelimuti dan kapan menghilang.

Arga dan Rian menyusul dari belakang. Wajah mereka masih penuh kekhawatiran.

“Kau ingat semuanya?” tanya Rian.

Alura menatapnya, dan untuk sesaat, ada kilasan asing di matanya. Bukan kejahatan. Tapi jarak.

“Aku ingat... terlalu banyak.”

Sunyi menyesaki di antara mereka.

Tiba-tiba, dari balik reruntuhan, langkah terdengar.

Seseorang muncul.

Tubuh tinggi, pakaian sobek, matanya dipenuhi darah kering, tapi sorotnya masih menyala dengan sesuatu yang tak pernah padam.

Tetua Aristeon.

“Jadi kau benar-benar membuka Gerbang Ketujuh…
Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Locked Chapter

Pinakabagong kabanata

  • Ratu Iblis Dan Suami Berdarah Dingin   Bab 54. Hati yang Tersentuh Bayangan

    Langkah Alura terasa berat ketika ia meninggalkan ruang gelap tempat “mata” itu menatap. Udara di koridor sempit reruntuhan Vellen Thar kini lebih lembap, seakan baru saja dilewati sesuatu yang hidup dan bernapas. Rafael berjalan di sampingnya, diam, seolah kata-kata tak bisa menjelaskan apa yang baru saja mereka saksikan. "Apa kau melihatnya juga?" Alura bertanya akhirnya, suaranya rendah dan sedikit gemetar. Rafael mengangguk pelan. "Mata itu… bukan hanya simbol. Ia hidup. Ia menilai kita." Alura menarik napas dalam, tapi paru-parunya seolah menolak udara. Sejak mereka meninggalkan ruang itu, ada sesuatu yang ikut bersamanya. Bukan makhluk, bukan bayangan fisik melainkan sesuatu yang merayap perlahan di pikirannya. Suara yang berbisik bukan dengan kata, tapi dengan emosi. Dan setiap kali ia mencoba mengusirnya, bisikan itu menyelusup kembali seperti kabut dingin menyelinap ke celah-celah celana perang yang robek. Mereka sampai di ruangan kecil yang agak aman, dipenuhi reruntuhan

  • Ratu Iblis Dan Suami Berdarah Dingin   Bab 53. Mata dari Seberang Gerbang

    Langit di atas Vellen Thar masih kelabu seperti hari sebelumnya, tapi ada sesuatu yang berbeda pagi itu. Udara tidak hanya dingin, ia menggigit, menembus kulit dan menyusup ke tulang. Bahkan kabut yang biasanya diam, kini seolah bergerak perlahan, menyelinap masuk ke celah-celah reruntuhan, seperti makhluk hidup yang sedang mengintai. Alura berdiri di tepi sebuah lorong yang menganga di tengah kota kuno itu, jalan menuju bagian terdalam dari Vellen Thar. Tanahnya retak dan merah kehitaman, seolah pernah terbakar dari dalam. Rafael ada di belakangnya, diam, tapi waspada. "Ini jalur menuju Gerbang Keempat," gumam Rafael. "Tapi pagi ini... rasanya lain." Alura mengangguk pelan, seakan pikirannya ada di tempat lain. “Kau dengar itu?” bisiknya. Rafael mengerutkan dahi. "Dengar apa?" Telinga Alura menangkap suara samar seperti desah napas, atau mungkin desir kain menyentuh batu. Tapi saat ia menoleh, tidak ada siapa-siapa. Hanya reruntuhan, angin, dan kabut yang terus menebal. “Sudah

  • Ratu Iblis Dan Suami Berdarah Dingin   Bab 52. Tanda yang Tak Bisa di Hapus

    Angin yang berembus dari celah reruntuhan Vellen Thar tak membawa bau tanah, melainkan besi dan darah. Dingin yang menusuk bukan karena udara, melainkan karena keheningan yang terlampau dalam. Di bawah bayang-bayang tiang batu yang runtuh dan akar-akar kering yang menggantung dari atap gua, Arga terjaga. Bukan karena ia ingin, tapi karena rasa sakit di tulang-tulangnya tak mengizinkan tidur. Tangannya gemetar saat menyentuh sisi rusuknya yang robek, lalu meraba bagian dadanya. Di sana samar, tapi menyala dari dalam ada tanda. Seolah-olah tinta merah gelap telah meresap ke dalam daging dan tulangnya. Bukan sekadar luka, melainkan ukiran. Mantra darah. Kutukan lama. Ia memejamkan mata. Tapi bahkan dalam gelap, tanda itu menyala samar. Berdetak. “Tanda itu tidak akan hilang,” suara itu datang dari balik pikirannya. “Karena itu bukan pemberian, Arga. Itu pengingat.” Arga menggigit bibir. Suara itu sudah lama tidak muncul. Tapi kini, sejak Gerbang Kedelapan terbuka, sejak tanah ini

  • Ratu Iblis Dan Suami Berdarah Dingin   Bab 51. Langkah Setelah Duka

    Langit belum benar-benar sembuh dari retakannya. Cahaya ungu lembut masih menjalar samar seperti guratan luka yang belum kering, menyelimuti reruntuhan Vellen Thar dalam aura ganjil dan hening. Tak ada suara burung, tak ada bisikan angin. Seolah dunia menahan napas, menunggu... sesuatu. Alura berdiri di antara sisa-sisa lingkaran batu. Rambutnya kusut, gaunnya ternoda debu dan darah yang sebagian telah mengering. Tapi mata itu mata hitam legam yang dulunya membakar karena amarah dan kehilangan, kini hanya menyimpan satu hal: keheningan. Bukan damai. Bukan pula pasrah. Tapi keheningan seorang yang baru saja menatap wajah dirinya sendiri, dan memilih untuk tidak lari. Rafael berdiri tak jauh dari sana. Ia telah mengikat luka di lengannya, namun sorot matanya tak lepas dari Alura. “Kau kembali,” ucapnya perlahan. Alura mengangguk, suara tenggorokannya masih serak. “Aku tidak pernah benar-benar pergi,” jawabnya, walau bahkan ia sendiri tak yakin apakah itu benar. Gerbang Kedelapan

  • Ratu Iblis Dan Suami Berdarah Dingin   Bab 50. Retakan Kedua

    Langit kembali muram. Tapi kali ini bukan karena hujan, bukan pula karena kabut. Melainkan karena langit itu sendiri mulai… pecah. Retakan halus menjalar dari barat ke timur, seperti guratan kaca di atas kanvas dunia. Cahaya merah tua menyelinap keluar dari celah-celah itu, membentuk pola menyerupai akar menjalar ke awan, ke udara, ke tanah, dan akhirnya ke dalam dada setiap makhluk yang menyaksikannya. Termasuk Alura. Ia terdiam di tepi jurang Gerbang Kedelapan, satu tangan mencengkeram tanah, satu lagi menggenggam pecahan Gerbang Keenam yang kini telah berubah bentuk: dari kristal menjadi intisari berdenyut, seperti jantung kedua dalam tubuhnya. Rafael berdiri di belakangnya. Wajahnya serius, tapi matanya menyimpan pertanyaan yang belum sempat diucapkan. “Ini bukan akhir,” kata Alura pelan. “Tapi juga bukan awal.” Rian yang berdiri di sisi kanan, menatap langit yang terus terbelah. “Kita terlambat. Gerbang itu… mulai bangun.” Arga mengangguk. “Dan sesuatu dari bawah sedang m

  • Ratu Iblis Dan Suami Berdarah Dingin   Bab 49. Di Balik Luka yang Tidak Berdarah

    Tanah Vellen Thar masih bergetar saat Alura menjejakkan kaki ke bumi. Sisa reruntuhan menara berubah menjadi debu perak, mengambang di udara seperti abu bintang yang terbakar dalam sunyi. Rafael melangkah cepat menghampiri. “Alura?” suaranya penuh tanya, tapi matanya sudah tahu jawabannya. Alura mengangguk. “Aku kembali.” Tapi sesuatu dalam nadanya berubah. Ia lebih tenang. Lebih dingin. Seperti kabut yang tahu kapan menyelimuti dan kapan menghilang. Arga dan Rian menyusul dari belakang. Wajah mereka masih penuh kekhawatiran. “Kau ingat semuanya?” tanya Rian. Alura menatapnya, dan untuk sesaat, ada kilasan asing di matanya. Bukan kejahatan. Tapi jarak. “Aku ingat... terlalu banyak.” Sunyi menyesaki di antara mereka. Tiba-tiba, dari balik reruntuhan, langkah terdengar. Seseorang muncul. Tubuh tinggi, pakaian sobek, matanya dipenuhi darah kering, tapi sorotnya masih menyala dengan sesuatu yang tak pernah padam. Tetua Aristeon. “Jadi kau benar-benar membuka Gerbang Ketujuh…

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status