LOGINDean hanya ingin balas dendam. Tapi balas dendam ternyata memiliki harga yang lebih mahal dari darah. Setelah keluarganya dibantai oleh vampir, Dean bersumpah akan membasmi setiap makhluk malam. Namun, dalam satu pertempuran yang mengubah segalanya, darah musuhnya merembes ke dalam dirinya, menjadikannya pemburu yang kini memiliki kemampuan setengah-vampir, sebuah kutukan yang harus ia sembunyikan. Saat ia bertemu Rohana yang memintanya sebagai murid, ia menemukan alasan baru untuk hidup, dan akhirnya, alasan untuk mencintai. Namun, cinta ini tidak pernah mudah. Ketika Jerry, vampir setengah werewolf yang karismatik muncul, hati Rohana terbelah. Di saat yang sama, Dean dituduh sebagai vampir yang menyamar. Dari seorang pahlawan, ia mendadak menjadi buronan. Di tengah konflik, desa menangkap Rohana, menjadi sandera, memaksa Dean membuat pilihan terakhir. Sebuah pengorbanan yang tak terduga terjadi, Dean mengorbankan diri, Rohana seorang diri di dunia yang gelap, memegang belati yang berlumur darah. Ketika cinta dan pengkhianatan saling menikam, akankah Rohana memilih untuk membalas dendam atas mentornya... atau merangkul kegelapan dari kekasih barunya?
View MoreSeribu tahun lalu, di suatu negara bernama Auroria, tepatnya di desa Dawnshire yang makmur dan tenang, seorang nenek penyihir tua sedang bereksperimen dengan ramuan dan muridnya yang berbaring di depan sebuah kuali.
Sang penyihir menambahkan beberapa jeroan binatang purba serta tumbuhan aneh lainnya. Terakhir ia teteskan darah dari sayatan telapak tangannya sambil melafalkan mantra, berharap ramuan ini dapat menjadikannya makhluk yang abadi. Satu sendok pertama ramuan itu dia berikan pada murid laki-lakinya yang sudah paruh baya. Tiga detik kemudian tubuh sang murid bereaksi, wajahnya perlahan tampak segar dan muda, namun ia bergumam “haus”. Ia lihat tetesan darah dari telapak tangan sang penyihir masih tampak segar dan basah. Ia mencengkram penyihir yang telah menjadi gurunya beberapa belas tahun itu. Sang penyihir yang sudah tua renta tak dapat mengelak dari cengkraman muridnya sendiri, telapak tangannya di gigit dan darahnya di hisap hingga habis. Sang penyihir tewas, namun 5 menit kemudian ia bangkit dengan sosok baru yang bertaring, keduanya telah menjadi makhluk lain yang selalu kehausan akan darah, mereka keluar dari rumah sang penyihir mencari warga sekitar dan mengigit para warga desa Dawnshire. Kini Desa Dawnshire yang terkenal makmur dan tenang itu berubah menjadi desa yang mencekam. Kerajaan yang bernama Solaria mengirim pasukan ke desa tersebut dan membuat pagar pembatas agar makhluk bertaring yang di beri nama Vampir itu tak menyebarkan virusnya. Namun beratus-ratus tahun berlalu, para Vampir hidup lebih lama dari manusia, mempelajari aktivitas manusia di balik pagar besi perak yang memisahkan mereka. Mereka telah meniru kehidupan manusia, dan mempelajari ilmu dari penyihir mereka. Hingga mereka dapat membaur dengan warga desa lainnya. ** 1000 tahun setelah tragedi eksperimen gagal sang Penyihir … Di tengah malam pekat itu tak biasanya lolongan anjing serigala begitu nyaring terdengar. Anak Laki-laki itu ketakutan di atas ranjangnya, ia menahan ibunya agar tak pergi dari kamarnya. “Tenanglah Dean, Ibu disini.” Beberapa saat setelah ibunya berkata demikian, terdengar teriakan sang Ayah di tengah rumah. Netra Dean membulat dan cengkramannya semakin kuat pada lengan ibunya. “Sembunyi, Nak! Di ruang bawah tanah! Jangan keluar apa pun yang terjadi!” Perintah ibunya sambil menggiring ke luar kamar dan membawa Dean ke bagian dapur. Terdapat pintu kecil di bawah tangga, ibunya mendorong Dean masuk ke pintu itu dan menutupnya dengan cepat. “Ibu …,” rintih Dean dalam kegelapan lorong tangga ruang bawah tanah. Ia mendengar suara Ibunya terakhir kali untuk diam di balik pintu. Dean tak lantas turun ke ruang bawah tanah, ia hanya diam di balik pintu, mengintip ke lubang kunci, berharap ia masih melihat ibunya. Tak terlihat apa pun dari lubang kunci, kecuali meja makannya. Tapi beberapa saat kemudian ibunya terlihat mundur dengan seolah sedang melihat sesuatu yang menakutkan. Di susul geraman yang menggema di seisi ruangan. Dean meraih gagang pintu dan hendak membukanya, tapi langkahnya tertahan ketika sosok yang tinggi menyeramkan terlihat berjalan mendekati ibunya. Wujudnya seperti manusia namun, ia memiliki taring yang panjang. ‘Apa itu?’ batin Dean bertanya-tanya. Dalam sepersekian detik, makhluk itu mencengkeram leher ibu Dean dengan taringnya. Bahkan ibunya tak sempat berteriak, tubuhnya seketika lemas tak bernyawa. Dean menutup mulutnya sendiri melihat kejadian naas itu di balik lubang kunci. ‘Ibu!’ Ia terkejut dan melangkah mundur, tapi tak sadar kakinya tak berpihak ke anak tangga yang benar, ia terjatuh berguling ke bawah tangga hingga menimbulkan suara keributan yang terbaca makhluk itu. Geraman makhluk itu terdengar semakin dekat ke arah pintu ruang bawah tanah. Ketakutan Dean terasa sia-sia, ia tak sanggup bangun dan berlari. Kalau pun berlari, harus kemana? Ini ruangan bawah tanah yang sempit, ia pasrah saja berbaring sambil kesakitan bila makhluk itu hendak menyantapnya. Namun terdengar suara dobrakan pintu diiringi suara pria di atas sana. “Enyahlah kau Vampir sialan!” Entah apa yang terjadi, Dean hanya mendengar keributan tabrakan benda-benda berat, juga geraman makhluk itu yang membuat telinga terasa sakit. Samar-samar Dean melihat seseorang membuka pintu ruang bawah tanah, cahaya dari dalam rumah menyinari wajah Dean yang tampak pucat dan lemah. Dean tak bisa bergerak karena terjerembab ke bawah tangga, ia bahkan tak bisa meminta tolong. Bayangan seorang pria mendekat ke arahnya. Ia berusaha mengangkat tangannya, tapi semuanya terasa berat, apa lagi kepalanya yang terasa berdenyut. Ketika kepalanya semakin terasa sakit, Dean memejamkan mata, ia tak sadarkan diri. ** Geraman kembali terdengar ketika Dean membuka mata, perlahan ia melihat dua orang yang tak asing baginya tapi diikat di salah satu tiang tengah rumah. Dean juga melihat pria berkuncir sedang menyalakan perapian di ruang tengah rumahnya. Pria itu menoleh pada Dean menyadari bahwa anak itu telah sadar. “Kau sudah sadar? Bagaimana lukamu? Apa masih terasa sakit?” Pertanyaan pria itu tak langsung dijawab Dean. Anak itu malah terfokus pada sosok ibu dan ayahnya yang diikat berdua sambil meronta memperlihatkan taringnya pada Dean. Dean memekik, “Ayah! Ibu! Apa yang terjadi pada kalian?” “Mereka bukan Ayah dan ibumu lagi. Mereka telah berubah jadi Vampir. Sengaja aku tak langsung membunuh mereka, agar kau melihatnya sendiri,” jawab pria asing itu. “Paman siapa?” tanya Dean. “Aku Raven. Orang menyebutku, Pemburu Vampir.” Manik abu milik Dean memantulkan sosok Raven di depannya. Raven pria yang begitu gagah meski penampilannya bak orang jalanan, namun di mata Dean, pria itu terlihat keren. Raven mendekati ayah dan ibu Dean yang tengah terikat itu. Mereka selalu menggeram kehausan ingin mengigit. Raven mengeluarkan belati yang sepertinya terbuat dari perak, dan mengayunkannya ke atas hendak menusuk kedua orang tua Dean yang kini sudah berubah jadi Vampir. Tapi tak di sangka ikatan mereka terlepas dan lompat ke atas tubuh Raven. Pisau belati itu terlempar ke bawah kaki Dean. Dean dan Raven memekik, “Cepat hunuskan belati itu pada mereka!” Teriak Raven sambil menahan serangan kedua orang tua Dean. Dengan mengumpul keberaniannya, Dean meraih belati perak itu walau tangannya gemetaran. “Ibu!” panggil Dean pada ibunya yang telah berubah mengerikan dengan taring panjangnya. Ia menyeringai mengalihkan perhatiannya pada Dean dan dengan cepat lari ke arah Dean. Tapi dengan cepat pula Dean mengacungkan belati itu ke dada ibunya, tepat ketika wajah ibunya telah dekat di hadapannya sambil menyeringai. Tak ia lihat lagi sorot mata teduh dari ibunya, yang ada hanya netra yang begitu gelap dan kosong, tak ia lihat lagi senyuman ibunya yang hangat, yang ada hanya seringaian mengerikan pada dirinya. Bersamaan dengan luruhnya air mata Dean, bersamaan dengan itu pula tubuh ibunya terbakar secara perlahan, dan sedikit demi sedikit berubah menjadi abu. Sementara itu Raven masih berusaha menghindar dari serangan ayah Dean. Dengan cepat ia mengambil belati itu dari tangan Dean. “Maafkan aku harus melakukan ini!” ucap Raven di depan Dean. Dengan cepat ia menusuk jantung ayah Dean. Ayah Dean pun memekik bersamaan dengan tubuhnya yang perlahan terlihat terbakar hingga ia berubah jadi abu hanya menyisakan pakaian terakhir yang ia kenakan. “Ayah! Ibu!” Dean menangis, telah kehilangan kedua orang tuanya. Ia paham bukan Raven atau dirinya yang telah membunuh mereka, tapi makhluk yang bernama vampir itulah yang membunuh kedua orang tuanya. Malam pekat telah berlalu, hingga fajar telah menyingsing, tak membuat Dean memejamkan mata, semalaman ia hanya menangis meski Raven berusaha menghiburnya. “Setelah ini kau tak ada waktu untuk menangis, bangkitlah! Seorang lelaki tak boleh lama-lama cengeng! Kau bisa menguasai dunia dengan tanganmu!” Raven memberinya segelas teh hangat. Dean menerimanya, lalu mengusap air matanya. Ia meminum teh hangat itu berharap hatinya juga menghangat sekarang. Raven kemudian bangkit, dan menyimpan kembali belatinya di dalam selongsongnya. “Jaga dirimu, aku akan kembali berburu lagi,” ucap Raven hendak pergi dari rumah Dean. “Tunggu paman! Kau akan meninggalkanku di sini sendirian?” Dean bangkit dari duduknya meletakkan cangkir teh itu dan menatap punggung Raven yang terhenti karena mendengar ucapannya. Raven menoleh, “Aku bukan pamanmu, kau urus saja hidupmu sendiri, sudah untung nyawamu selamat berkatku.” Dean menatap Raven dengan tajam, nafasnya begitu memburu, “Aku ingin menjadi pemburu vampir seperti Paman! Aku akan membalas dendam dan memusnahkan semua vampir yang ada!” Ucapan Dean membuat Raven tertarik, karena ia melihat sorot mata yang begitu memiliki dendam. Ia berbalik kembali mendekati Dean sambil tersenyum simpul. “Kau yakin bocah kecil?”Pertanyaan Raven juga justru mengganggu pikiran Dean. Pekikkan suara kuda yang begitu nyaring, hentakkan sepatu kuda, semua bercampur dengan desiran suara angin. Pergerakan orang-orang di sekitarnya begitu jelas terbaca walau hanya dari suara yang di timbulkan.Bahkan suara nafas Raven di sampingnya terdengar begitu jelas. Perubahan dalam dirinya begitu drastis tak ia mengerti.Raven menepuk bahunya, menyadarkannya dari hal yang membingungkan. Raven mengajaknya pulang menunggangi satu kuda.Hari sudah pagi, banyak orang semakin padat berlalu lalang. Tempat pasar malam kini telah bersih berganti dengan hiruk pikuk kendaraan kereta kuda.Dean sangat ingin duduk di kereta kuda sekarang, karena satu kuda ini di tunggangi dirinya dan Raven serasa sempit, mau tak mau Dean jadi harus menempel pada punggung Raven. Namun apa daya, Raven hanya mampu membeli satu kuda saat iniDilihatnya keranjang belanjaan yang tampak penuh di genggamannya, ia duduk di belakang kemudi Raven dengan tak nyaman, k
Wanita yang mematung terhipnotis perlahan kesadarannya kembali, sorot matanya kembali hidup, namun sayang ketika ia sadar malah di hadapkan pada pemandangan yang membingungkan.Seorang pria tengah berguling-guling di tanah berteriak kepanasan sementara pria paruh baya di depannya berusaha melakukan sesuatu namun tak berdaya.Raven menoleh pada wanita itu, “Nona anda sudah sadar?”“Apa yang terjadi?” tanya wanita itu kebingungan.“Akan kujelaskan nanti, bisakah kau menolongku untuk membawa pria yang menolongmu ini ke tabib?”Sang wanita mengerutkan dahi makin tak mengerti, namun ia mendekati Dean, dan mengecek suhu tubuhnya.“Kebetulan aku adalah seorang perawat, lebih baik kita bawa dia ke rumahku,” ujar wanita itu sambil membantu Dean duduk.Sementara wanita itu mengurus Dean, Raven masih sempat memulung belanjaannya yang berantakkan tadi, “Ya kebetulan yang menguntungkan, aku tak mengerti apa yang terjadi dengannya, dia tiba-tiba kepanasan seperti itu setelah ….”Raven tak meneruska
Suara nyaring seperti hewan yang kesakitan begitu sulit di jelaskan menggema di dalam gua yang dijadikan rumah ini. Dean menutup kupingnya karena suara itu menyakiti gendang telinganya.Perlahan ia membuka mata untuk melihat apa yang terjadi. Di sana Raven menusuk jantung makhluk itu bersamaan dengan air mata yang mengalir di pipi tirusnya.Seperti ibu dan ayah Dean yang terbakar saat di tusuk, makhluk itu pun perlahan berubah jadi abu. Raven terkulai di tanah setelah berhasil menusuk makhluk itu. Tangisnya pecah.Dean mendekat pada Raven, “Paman, laki-laki tidak boleh cengeng.”Dean berdiri di depan jeruji perak itu menggenggam batang jeruji dengan kedua tangannya sambil memandangi Raven yang masih menangis.Raven menghapus air matanya dan tertawa melihat Dean, “Kau meledekku sekarang?”Dean tersenyum lalu terkekeh, “Paman juga bilang begitu padaku.”Raven bangkit dan tersenyum tipis menatap Dean, “Ayo kita mulai berlatih memburu Vampir!”Binar mata Dean begitu terpancar mendengar it
Dean mengemas barang-barang yang di perlukan, dan membawa beberapa barang berharga untuk di jual.Di pandangnya Raven sambil mengemasi barang-barang, sosok tinggi tegap dengan janggut tipis itu begitu tergesa-gesa membantu Dean.“Kenapa Paman terburu-buru?” tanya Dean.“Cepatlah! Sebelum kawanan Vampir lain mengendusmu! Ketika satu vampir mati itu sama saja memberikan sinyal bagi kawanan Vampir lainnya!”Raven mengobrak-abrik lemari orang tua Dean, ia menemukan perhiasan perak di sana, dan tersenyum lega seolah menemukan harapan.Sebuah kalung liontin perak kesayangan ibu Dean, anak itu menatap kalung itu nanar.“Pakailah perhiasan perak ini, Vampir melemah bila terkena perak.” Raven mengalungkan liontin itu pada Dean lalu mereka bergegas pergi dari rumah orang tua Dean.Rumah yang penuh kenangan bersama orangtuanya, rumah di tepi hutan yang indah, kebun di belakang rumah yang menjadi tempat favoritnya untuk mencari cacing, kini hanya tinggal kenangan.Ia ingat saat bersenda gurau ber
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.