Semalaman, Elrissa bisa tidur nyenyak. Ketika bangun, ternyata Alano tidak ada disebelahnya. Padahal, pria itu selalu mendadak ikut tidur dengannya.Di mana dia?"Kemana Alano? Apa semalaman dia nggak ada di ranjang sama aku? Apa dia nggak tidur?" Elrissa turun ranjang dengan perasaan tak enak.Dari kemarin, dia masih dilanda kecurigaan. Siapa orang misterius itu? Lalu, kenapa ekspresi wajah Alano menjadi tidak senang setiap kali dia menjelajahi Villa ini?Ia memutar kenop pintu keluar, hendak mencari Alano. Tetapi, pintu telah terkunci.Elrissa melotot kaget. Dia berusaha tenang dan terus memutar kenop pintu, tapi tidak kunjung terbuka.Ini sudah jelas— dia dikunci dari luar. Siapa yang mengunci? Alano? Kenapa?"Alano? Alano! Kamu ngunciin aku? Alano! Buka pintunya ..." Dia berseru.Tak ada sahutan.Tak ada tanda-tanda langkah kaki yang mendekat. Ini berarti— Alano tidak ada. Apa maksudnya ini?"Alano? Alano!!“ Elrissa mulai panik.Dia khawatir. Berbagai kemungkinan bermunculan di ke
Sore harinya, langit sedikit bersahabat. Tidak ada awan mendung, hanya sekedar berawan tebal sehingga sore hari sudah seperti menjelang malam.Alano keluar rumah untuk memeriksa keadaan hutan. Dia memegang sebuah senapan angin laras panjang untuk jaga-jaga."Kamu mau ke mana? kenapa kamu bawa senapan angin? Di sini ada senapan, ya?" Pertanyaan Elrissa ini membuat Alano berhenti berjalan, lalu menoleh.Pria itu menjawab, "aku mau ke gazebo bentar, micro SD-ku hilang, Sayang, kayaknya jatuh tadi pagi di sekitaran gazebo.""Bawa senapan angin?""Jaga-jaga doang.""Jaga-jaga? Jadi emang beneran ada orang asing di sekitar sini?"Alano enggan menjawab. Dia malah berpesan, "yaudah, kamu mending masuk ke villa, kunci rapat, jangan keluar sampai aku balik."Elrissa terpaksa masuk ke dalam rumah. Suasana hatinya menjadi tidak nyaman. Kenapa dia merasa kalau Alano berbohong akan sesuatu?Mengambil barang yang tertinggal di gazebo? Tapi, kenapa sampai membawa senapan angin? Bukannya tadi pria itu
Suara tembakan kembali terdengar di belakang Elrissa. Hal itu membuat lamunannya buyar seketika. Jantung pun berdebar kencang lagi. Dia menoleh untuk melihat sebenarnya ada apa ini? Apa barusan itu Alano?“Kamu dengar itu? Psikopat itu berusaha membunuh kami sejak kami masuk ke pulau ini buat nyelamatin kamu,” bisik David menarik tangan Elrissa lebih kencang.Ia mengajak wanita itu bersembunyi di balik pepohonan besar yang terlindung oleh banyak rumput belukar tinggi nan berduri.“Ah.” Elrissa meringis kesakitan kala kulit lengan kanannya tergores salah satu duri.“Maaf, kita diam disini dahulu …” David memaksa Elrissa duduk di bawah pohon itu, bersandar di batangnya. Dia mengeluarkan sebuah pistol yang sebelumnya terselip di celana, lalu diisi dengan peluru satu per satu. "Kamu jangan teriak.""Aku—“ Elrissa terhenti tatkala sadar pistol yang digenggam David. Pundaknya gemetar. Dia tidak tahu diam karena takut atau bingung atau malah keduanya.Mendadak, ada suara teriakan keras, “KE
Alano tertawa lirih memandangi layar laptop yang menunjukkan suasana pagi di hutan di pulau ini.Dia menggunakan drone modifikasi untuk mengintai pelarian dua pria yang berani masuk ke wilayahnya.Iya, melalui kamera drone tersebut, dia bisa melihat secara langsung para binatang peliharaannya, lima anjing penjaga yang mengejar mereka berdua."Udah aku duga ini bakalan kejadian, untung aku bawa anjing-anjingku. Siapapun yang berani mendekat, nggak bakalan bebas hidup-hidup," ucapnya.Dia makin senang saat anjing miliknya berhasil memojokkan David ke salah satu gua."Cabik dia, Anak-anak, cabik sampai nggak ada sisa," katanya lagi.Suara tawa terus keluar dari mulutnya. Tetapi, tawa itu berangsur hilang ketika mendengar ada langkah kaki yang mendekati ruang makan ini.Dia mengganti layar laptopnya menjadi deretan potret kebersamaannya dengan Elrissa.Elrissa datang dengan ekspresi kebingungan. Dia beberapa kali mengerjap-ngerjapkan mata. "Alano ... Aku nyari kamu.""Selamat pagi, Sayang
Malam harinya ...Alano masuk ke dalam bathtub, lalu menyandarkan kepala di pinggiran bathtub tersebut. Matanya terpejam, menikmati air hangat yang ada di dalam sini. Musim hujan membuat udara di luar sangat dingin.Tak diduga, Elrissa masuk ke dalam kamar mandi dengan hanya menggunakan handuk putih saja. Dia benar-benar sudah tidak malu-malu lagi sampai Alano melongo."Eh ... ngapain kamu ke sini? Aku belum selesai, loh," kata Alano heran.Elrissa mengatakan, “aku mau mandi juga sama kamu, boleh 'kan?""Kamu yakin mandi satu bak sama aku? Kamu mau telanjang sama aku?"Meski malu, tapi Elrissa menjawab, "emangnya kenapa? Toh, udah telat juga kamu tanya begituan, jangankan telanjang, kamu udah sering sentuh-sentuh aku juga.""Iya, sih." Alano menahan tawa. "Yaudah, lepas handuk kamu, ayo mandi sini sama aku."Usai melepaskan handuk, Elrissa duduk di tepian bathtub. Dia tersenyum melihat bayangan tubuh telanjang Alano di dalam bak mandi tersebut. Matanya dimanjakan dengan bentuk tubuh i
Jarum jam sudah menuding ke pukul sebelas malam. Elrissa belum menunjukkan rasa kantuk. Wanita itu masih duduk di atas ranjang, bersandar pada tumpukan bantal, memangku laptop Alano— dan kembali memutar video kebersamaannya dengan pria itu.Semakin dipandangi, dia semakin tidak yakin kalau wanita yang ada dal video adalah dirinya. Sedikitpun, dia tidak ingat semua itu.Tak berselang lama, Alano masuk ke dalam kamar dengan membawakan teh hangat herbal buatannya. Dia menyuguhkan minuman itu kepada Elrissa."Ini, Sayang, minum dulu biar tidurmu nyenyak malam ini," ucapnya.Elrissa menerima gelas itu, kemudian meminumnya. "Makasih."Alano menaruh gelas tersebut di meja nakas, baru setelahnya naik ke atas ranjang. Dia ikut duduk di samping Elrissa, memperhatikan video di laptopnya."Aku masih nggak ingat apa-apa ..." ucap Elrissa dengan nada suara yang sedih. Iya, terlihat sekali kalau raut wajahnya tampak sedih.Alano memberikan kecupan singkat di kening wanita itu, kemudian berbisik mesr
Rutinitas Elrissa setiap pagi hanyalah duduk lebih lama di kursi makan, lalu meminum segelas teh herbal yang beraroma seperti teh hitam pada umumnya. Selain itu, rasanya tidak terlalu pahit seperti teh hijau, jadi wanita itu mengira ini cuma teh hitam yang dicampur herbal penghangat tubuh.Setelah kejadian semalam yang cukup intens, Elrissa termenung. Wajah cantik wanita itu memerah akibat teringat. Makin lama bersama Alano di villa ini, makin besar gairah yang tumbuh dalam dirinya. Dia merasa ingin menyerahkan tubuhnya cepat-cepat, dan menikmati waktu berdua lebih intim dari semua itu.Iya, sejak beberapa hari belakangan, hubungan ranjang mereka belum sampai ke tahap sempurna. Elrissa pun merasa mungkin ini tidak adil—karena dia belum menyerahkan dirinya kepada sang suami.Apa boleh buat? Dia sendiri juga masih merasa harus mengenal Alano sebelum melakukan hubungan lebih jauh dengannya.Akan tetapi, dia tak yakin bisa menahan gairahnya sendiri lebih lama. Dia yakin kalau Alano juga
Sekitar pukul sebelas siang, Elrissa dan Alano keluar dari villa. Meski sudah siang, tapi udaranya tetap dingin sekali, sama sekali tidak panas, langit kian mendung.Mereka berjalan mengikuti jalan setapak menuju ke gazebo alias pondok di tengah hutan.Alano berpakaian kasual, kemeja berwarna putih krim dipadu dengan celana hitam. Pria ini begitu pintar dalam memilih busana. Meskipun sederhana, tapi kelihatan mewah saat dia yang pakai.Ia membawa keranjang berisi bekal makan siang. "Kamu serius mau makan siang di gazebo? Lebih enak di villa 'kan? Nyaman, hangat." Dia mendongak sesaat, melihat kondisi langit. "Takutnya gerimis nanti.""Bosan kalau di Villa terus. Lagian kenapa kalau hujan? Hujan kan cuma air.""Iya, iya.""Kira-kira ada ular nggak, ya?""Nggak ada kayaknya. Sebelum kita ke sini, aku udah nyuruh orang buat nyebar obat anti binatang melata di sekitar villa sama gazebo. Tapi, tetap sih kita harus waspada.“"Oh iya, kenapa aku tadi malah kamu suruh pakai pakaianmu?" Elriss