Sebuah suara terpaksa membuyarkan mimpi Cailey kecil yang tidur dengan piyama kebesarannya. Cailey mengucek kedua matanya, pupilnya mencoba menyesuaikan cahaya di kamarnya.
Suara geraman bersamaan dengan teriakan kembali terdengar.
PRANGG
Cailey menuruni ranjangnya begitu mendengar suara seperti barang pecah belah yang dilempar paksa. Cailey berjalan perlahan mengikuti arah datangnya suara. Ia memekik tertahan saat mendapati kedua orang tuanya bertekuk lutut kepada seekor serigala hitam dengan manik merah menyala.
“Kumohon jangan bunuh kami,” kata mama. Serigala tersebut menggeram, diikuti oleh kelima serigala di belakangnya.
Serigala itu mengeluarkan cakarnya yang tajam. Wajah bengisnya menghadap orang tua Cailey dengan tatapan penuh intimidasi.
Perlahan papa mengorek sakunya, mengeluarkan sebuah besi seukuran 15 cm dengan ujungnya yang runcing. Dengan sekali gerakan, papa merobek punggung serigala dihadapannya. Serigala itu meronta-ronta dengan cakarnya yang semakin menajam. Kelima serigala dibelakangnya menggeram dengan posisi siap menerkam.
Serigala-serigala tersebut melompat ke arah orang tua Cailey. Papa berusaha menghadang dengan mengamankan mama di belakangnya. Serigala-serigala itu kembali menggeram, kali ini geramannya lebih keras.
Detik berikutnya, keenam serigala tersebut menerkam orang tua Cailey, menggigit, menusukkan cakar-cakarnya tepat di jantung, dan mencabiknya hingga organ-organ kedua orang tua Cailey keluar berceceran.
Cailey memekik, boneka teddy bear yang sedari tadi dipegangnya terjatuh. Lalu Cailey berjalan mundur perlahan dari tempat persembunyiannya. Tetapi, salah satu serigala terbesar dengan bulunya yang hitam menoleh ke arah Cailey.
Manik merahnya yang menyala menatap Cailey.
Cailey terbangun dengan napas terenggah-enggah tak beraturan. Ia kembali mendapatkan mimpi buruk semenjak empat tahun terakhir. Yang paling menyebalkan adalah bahwa mimpi itu adalah memorinya dua belas tahun silam.
Cailey membenci mimpi itu. Ia membenci kedua orang tuanya. Bukan, bukan benci karena sebuah kesalahan atau apa, melainkan benci karena orang tuanya meninggalkan dirinya tanpa sepatah kata pun.
Tetapi satu hal yang terus melekat di hati Cailey, Cailey lebih membenci serigala. Hewan terkutuk yang membuatnya kehilangan kebahagiannya.
Cailey masih mengingat bagaimana serigala itu menatapnya dua belas tahun yang lalu. Entah mengapa serigala itu pergi begitu saja tanpa membunuhnya seperti yang ia lakukan kepada kedua orang tuanya.
Entah mengapa tatapan itu tak asing.
Cailey memakan sarapannya, sendirian. Ia memakan roti tawarnya dengan kasar. Julian belum juga kembali. Sudah lima juta kali Cailey menghubunginya---baiklah itu berlebihan. Lima puluh kali Cailey menghubunginya, tetapi yang terdengar hanyalah suara operator yang berhasil membuatnya muak.
Cailey mendengus dan mengganti pakaiannya dengan celana pendek diatas lutut beserta kaos tanpa lengan berwarna hitam. Ia pakai leg holster berisi dua buah pistol yang ia sampirkan di pinggang, sepasang sepatu bot setinggi betisnya dan kacamata hitam yang dilengkapi kamera perekam. Juga, bayonet serta amunisi cadangan yang ia selipkan di boots-nya. Tak lupa dengan arloji beserta alat pelacak yang terhubung untuk menunjukkan arah Sistem Pemosisi Global, yang ia pakaikan di tangan kirinya. Kali ini Cailey benar-benar siap untuk mengejar kembali buronannya.
Cailey mengendarai Porsche miliknya yang dikirimkan Gal kepadanya, menuju tempat terakhir kali ia mengejar Gyula, hutan.
Sebuah suara musik dengan ringtone Adventure of a Lifetime dari Coldplay disertai getaran mengalihkan konsentrasinya pada jalanan. Ponselnya berbunyi, tertera tiga huruf alfabet disana, Gal, Direktur utama MI6.
Klik
Dengan segera ia pasang earphone-nya ke telinga.
“Ash, apa kau sudah menemukan tersangka?”
“Ya, tetapi aku kehilangan jejaknya,” jawab Cailey.
“Bagaimana bisa?”
“Dia masuk ke hutan saat aku mengejarnya. Jangan khawatir, aku pasti dapat menemukannya kembali,”
“Baiklah, apa ada sesuatu yang kau butuhkan?”
“Umm sebenarnya, aku kehilangan Julian,”
“Apa? Bagaimana bisa?!” Cailey mengernyit mendengarkan suara keras dari ponselnya.
“Uhh..itu..aku tak bisa menjelaskan kondisinya. Tetapi, bisakah kau melacaknya untukku?”
Terdengar helaan napas di seberang telepon.
“Baiklah, Ken akan menghubungimu. Kupercayakan tugas ini padamu. Jangan kecewakan kami,”
“Ya, pak.”
Klik
Cailey memutuskan sambungan teleponnya begitu sampai pada perbatasan hutan. Ia memutuskan untuk keluar dari mobilnya dan berjalan kaki memasuki hutan. Melihat medan yang tidak memungkinkan untuk menggunakan mobilnya.
Pepohonan pinus adalah hal yang pertama kalinya menyapanya. Jika dipikir-pikir, sudah lama sekali Cailey tak pergi ke hutan. Terakhir kalinya saat sekolahnya mengadakan camping pada kegiatan pramuka dahulu.
Cailey tidak yakin akan menemukan Gyula disini. Sepertinya tidak mungkin ada manusia yang cukup bernyali untuk tinggal di hutan yang menurutnya cukup menyeramkan seperti ini. Sejak pertama masuk pun, Cailey tidak menemukan rumah satu pun di dalamnya. Bahkan di pinggiran hutan pun juga jarang sekali ada bangunan.
Entahlah, Cailey hanya mengikuti firasatnya. Entah mengapa dirinya yakin. Firasatnya terkadang dapat bekerja dengan baik.
Semakin ia berjalan memasuki hutan, semakin banyak pohon-pohon tinggi yang menghalangi cahaya matahari masuk ke dalam hutan. Sehingga, hutan menjadi lebih gelap dan mencekam meskipun pada siang hari.
Ptak
Cailey mengernyitkan dahinya. Matanya membulat dengan sempurna saat ia menyadari sesuatu. Suasana hutan yang mencekam dengan suara-suara aneh mengingatkannya pada Samara, seorang gadis kecil yang menjadi hantu pada film The Ring yang ia lihat satu bulan yang lalu bersama Julian. Bukankah latar film itu adalah sumur yang berada di hutan?
Memikirkannya, Cailey bergidik ngeri, ia memeluk tubuhnya saat pori-porinya mulai membesar dengan bulu kuduk yang terangkat ke atas. Jujur saja Cailey tidak pernah takut dengan mafia, preman, ataupun orang jahat lainnya di dunia. Tetapi nyalinya menciut begitu melihat film-film horror dengan berbagai jenis rupa hantu. Apalagi hantu pada film The Ring yang legendaris.
Cailey membuang jauh-jauh pemikirannya. Lagipula, hantu tidak muncul pada siang hari bukan?
Lupakan film itu, lupakan film yang telah membuatnya insomnia selama tujuh hari tujuh malam itu. Astaga ini sangat memalukan baginya.
Cailey mengumpulkan keberaniannya untuk mengikuti suara itu, bisa jadi itu Gyula bukan?
Suara itu semakin keras saat ia menghampirinya lebih dekat. Dan---
Oh shit! Ternyata hanya suara ranting yang terkena angin.
Cailey hampir berpikir bahwa itu benar-benar Samara, hanya karena suasana hutan yang membuatnya ngeri dan perasaan cemas yang aneh sejak pertama kali Cailey menginjakan kakinya di hutan ini.
Pada sisi lain hutan, Zachary tengah sibuk memberikan arahan bersama Betanya, Liam. Malam ini adalah malam purnama, sehingga banyak sekali serigala yang berkeliaran di luar sana. Termasuk para rogue yang memasuki teritori miliknya.
Zachary memerintahkan para warrior, sebutan untuk prajurit yang dimilikinya, untuk memperketat wilayah. Mengamankan wilayah pack serta memberi perlindungan kepada setiap anggota pack. Mereka para werewolf diberikan kekuatan lebih pada saat malam purnama, sehingga Zachary akan ikut terjun langsung dalam keamanan teritori.
Lagipula, berpatroli ternyata menyenangkan baginya. Zachary menjadi menyesal untuk tidak bekerja sebagai polisi. Menghukum orang lain adalah hobinya, bukankah itu pekerjaan yang sangat cocok untuknya?
Deg
Zachary memegang erat dadanya. Jantungnya terus bereaksi dan berdetak tak karuan, seolah sebentar lagi jantung itu dapat meloncat keluar dari tubuhnya.
Tunggu, aroma ini?
Zachary merasakannya, takdir itu, takdir yang selalu dibicarakan ibunya kepadanya. Benar, Zachary merasakan pertanda itu.
Hari semakin gelap, entah karena mendung atau hari yang semakin sore. Pepohonan yang tinggi serta lebat benar-benar menghalangi Cailey untuk sekedar melihat langit.
Sialnya, Cailey melupakan senternya. Baterai ponselnya lemah, sehingga tak memungkinkan untuk menggunakanannya saat ini.
Sial, kekeras kepalaanya tidak menginginkan untuk menyerah secepat ini. Cailey tidak ingin kembali sebelum ia mendapatkan informasi mengenai Gyula, meskipun hanya satu informasi sekecilpun.
Krek
Krek
Cailey memutar bola matanya, adrenalinnya selalu terpacu saat ia mendengarkan suara aneh. Tetepi, ia tidak ingin tertipu lagi kali ini.
Krek
Krek
Baiklah, Cailey mulai takut sekarang.
Cailey bergeming di tempatnya, menunggu apakah itu hanya suara angina dan ranting. Suara itu berhenti. Ia memutuskan untuk mengabaikannya kali ini. Ia rasa itu benar-benar angin. Tetapi sebelum Cailey melangkah, tiga ekor serigala besar menghadangnya. Cailey hampir melompat karena terkejut, lantaran ini pertama kalinya Cailey melihat serigala setelah kematian kedua orang tuanya. Biasanya Cailey hanya melihatnya melalui National Geographic Channel.
Apa serigala selalu sebesar ini?
Grr
Ketiga serigala itu menggeram, dengan ludah yang menetes dari mulutnya. Gigi-gigi nya begitu tajam. Cailey yakin mereka dapat mengoyak dagingnya dengan mudah. Cailey bergerak cepat untuk meraih senjatanya. Ia mengambil ancang-ancang untuk menyerang. Karena percayalah, berlari bukan merupakan pilihan yang tepat. Serigala-serigala itu pasti dapat mengejarnya lebih mudah.
“Mari bermain wahai hewan terkutuk!” seru Cailey dengan menyeringai.
Cailey menodongkan pistolnya kedepan. Saat Cailey akan menarik pelatuknya seekor serigala menerjangnya dengan cepat. Serigala itu bahkan berhasil mengigit tangannya.
Sial, pistol miliknya terlempar. Selagi Cailey merintih, kedua serigala lainnya menerjang dan menggigit kaki serta bahunya. Pergerakannya begitu cepat, hal tersebut seakan sudah diluar nalarnya.
"Akh," Cailey meringis. Sial sekali Cailey tidak berpengalaman untuk berkelahi dengan hewan. Cailey bahkan belum sempat melalukan serangan apapun.
Cailey mengeluarkan pistol lainnya dan segera ia tembak kepala serigala dihadapannya. Satu serigala lumpuh. Kedua serigala lainnya menatapnya geram. Pandangannya mengabur, Cailey menarik pelatuknya kembali.
DORR
Sayang sekali, Cailey hanya mengenai kakinya. Pandangannya semakin mengabur, Cailey tetap berusaha menarik pelatuknya kembali, tetapi tangannya begitu lemas akibat gigitan serigala tadi. Sehingga, pelurunya melenceng mengenai sebuah pohon yang berada dalam beberapa meter di hadapannya. Cailey mengernyit saat melihat serigala yang ia tembak pada kepalanya tadi kembali bangkit.
Kedua serigala lainnya itu kembali berusaha menerjang Cailey, mereka menggigiti lengannya. Tubuh Cailey sangat lemas, ia dapat merasakan sakit di sekujur tubuhnya. Cailey benar-benar tidak dapat melawan mereka kembali.
Pandangannya semakin mengabur, tetapi Cailey dapat melihat kedua serigala tersebut terlempar di hadapannya. Cailey mengernyitkan dahinya kembali. Ia gerakkan maniknya ke samping dan mendapati seekor serigala yang bertubuh lebih besar, sedang menatap kearahnya.
Sebelum kelopak matanya benar-benar menutup, serigala itu melolong. Maniknya yang seabu awan mendung menjadi pandangan terakhir Cailey, sebelum kegelapan mendera penglihatannya. Serigala itu menghajar kedua serigala yang menyerangnya.
Cailey membuka sebuah tirai sewarna putih tulang yang menggantung pada jendela ruang kerja di istana Zachary. Di dekatnya, meja kayu berdebu yang beraroma khas diletakkan menempel pada sebagian sisi jendela. Cailey mengambil berkas yang tertumpuk di atas buku ‘Silsilah Manusia Serigala di Hutan Arizona’. Dalam sebuah map besar berwarna cokelat, Cailey menarik beberapa kertas penting. Beruntung insiden peperangan tidak mengenai bagian sayap kiri gedung, sehingga hal-hal penting yang tersimpan rapi di bunker dan ruang kerja Zachary tidak terpengaruh olehnya, termasuk dokumen atas kasus Gyula Roberto yang kini ada di tangannya.Logo Secret Intelligence Service yang menonjol menjadi perhatian manik Cailey untuk pertama kali, lengkap dengan tulisan top secret di bawahnya, menandakan bahwa dokumen ini bersifat sangat rahasia. Cailey membalikan kertas itu untuk membaca laporan berisikan kasus pembunuhan perdana menteri Inggris yang berhasil ia kumpulkan, dengan tambahan informasi yang didapa
Dua hari kemudian...Lima tangkai bunga krisan putih yang mekar disusun dengan sentuhan elegan pita hitam yang mengikatnya menjadi satu. Diletakannya bunga itu di atas gundukan tanah, dekat dengan nisan yang masih baru. Sebuah nama yang terukir di atasnya membuat Cailey mengusap air mata pada pipinya sekali lagi. Matahari hampir kembali ke peraduannya, namun Cailey seakan tidak ingin beranjak. Sudah satu jam lamanya Cailey duduk, menatap nisan itu dengan tatapan kosong. Karenanya, bagian ujung bawah gaun hitamnya menjadi kotor terkena tanah.Pikiran Cailey kembali memutar memori saat pertama kali seorang anak lelaki mengulurkan tangan padanya. Mengajaknya melihat dunia dari sisi yang berbeda, memulai kehidupan baru dan melupakan kesedihan yang selama itu ia bawa dalam hatinya. Saat itu matahari menyinari kota London dengan cerah. Rambut keperakan anak lelaki itu bergerak tertiup angin, seiring kapal yang ditumpanginya bergerak menyusuri sungai Thames. Itu adalah pertama kalinya Cailey
Moon Goddess menginjakkan kakinya di bumi dengan agung. Begitu pula seorang lelaki berambut pirang dengan wajah bak malaikat dan kulit yang bercahaya mengikuti dibelakangnya. Seluruh serigala berhenti berperang, burung-burung malam berhenti berkicauan, bahkan pepohonan seakan tunduk pada keagungannya. Lantas Parker berusaha bangkit dengan sisa tenaganya dan berlutut menundukkan tubuhnya, diikuti oleh seluruh werewolves lainnya.Dengan tangan yang dikepalkan pada dada, Parker menyapa “I'm Parker alias Alpha Zachary Colbert, greetings to Your Majesty The Queen of the Moon, Moon Goddess.”“All hail The Moon Goddess!” seru seluruh pasukan Zachary yang menggema dengan magis ke seluruh penjuru hutan. Menghantarkan pesan tak kasat telinga kepada seluruh werewolves di hutan Arizona. Memberi tahu kedatangan Moon Goddess yang jarang terjadi dalam seribu tahun ini.Cailey yang ikut menundukkan kepalanya mulai meneliti sekeliling melalui ekor matanya. Jarak pandangnya tidak begitu luas karena ia
Zachary melompat dan merubah tubuhnya menjadi serigala, meninggalkan Cailey dengan ekspresi terkejutnya. Bibir pucatnya kini sedikit memerah, rasa hangat yang ditinggalkannya membuat bibir itu tersenyum.Langit bertambah gelap, namun dengan bulan yang ada setidaknya mampu menerangi sebagian dari hutan. Sayangnya sinar yang menerangi itu tak dapat mengurangi atmosfer di udara yang kian mencekam.Parker melolong di bawah sinar rembulan, kemudian lolongan itu dibalas oleh seluruh kawananya layaknya sebuah paduan suara yang merdu. Rambut keabuannya berkilauan dan bergerak diterpa angin malam. Kekuatannya seolah bertambah kuat seiring sinar rembulan itu menyentuh kulitnya saat berlari. Bersyukur purnacandra penuh terjadi hari esok, sehingga seluruh serigala tidak akan mencapai puncak kekuatannya hingga esok.Kaki Parker berhenti melangkah, dihadapannya ia dapat melihat pasukannya yang tengah berperang. Parker mengedarkan pandangannya, meneliti situasi dengan cepat. Bernard dengan tubuh ser
Dagu Parker terangkat, menunjukkan kuasa atas pack-nya. Auranya begitu mengintimidasi, namun tetap berwibawa. Manik The Argjend menyorot tajam kemudian menyeringai secepat kilat, bahkan Parker tidak dapat memastikan apakah itu hanya halusinasinya atau The Argjend benar-benar tersenyum, sebelum akhirnya ia melihat jubah kebesaran itu berbalik menjauh. Parker me mindlink seluruh pasukannya untuk tetap bertarung dibawah arahan Sang Beta, kemudian tubuh serigala itu berlari, tak kuasa lagi membendung keinginannya untuk segera berjumpa dengan empunya aroma cherry blossom yang sejak tadi menguar begitu kuat seakan menariknya. Kaki Parker berhenti di sebuah gedung bercat putih, sebuah pahatan sebatang tongkat dengan seekor ular yang melingkarinya seolah menyambutnya. Kemudian Parker menaiki undakan tangga setinggi dua kali lipat tubuhnya. Saat ia memasuki gedung itu, ia dapat melihat semua orang tergesa-gesa, tenggelam dalam kesibukannya, hingga Parker melangkahkan satu kakinya. Auranya ya
“Kau?”“Hai Liam!”“Sidney! Apa yang kau lakukan disini?” Tanya Liam panik sambil mengedarkan pandangannya dengan was-was.“Tenanglah, aku bersama salah satu warrior ku,” kata gadis berambut sewarna karamel itu, membuat Liam menghela nafasnya lega saat maniknya menangkap warrior dari pack paman Zachary.Warrior yang bernama Arthur itu menundukkan kepalanya memberi hormat kepada Liam, “Beta, Helen mengutusku untuk membantumu.”Liam tersenyum hangat menyambutnya, “Lalu, bagaimana dengan Sidney?”“Nona Sidney memaksa untuk ikut kemari, dia sampai menangis, tapi aku berjanji untuk menjaganya,” jelas Arthur.Sidney tersenyum malu saat Liam memandangnya dengan tajam.“Kudengar kakak iparku sakit, aku hanya ingin mengunjunginya,” cicit Sidney sembari menautkan kedua jarinya.Pandangannya beralih pada tubuh Sang Luna yang terbaring dengan selimut yang menutupi hanya sampai ke tengah perutnya. Sidney mendekati Cailey perlahan dan menggenggam tangannya yang terbuka.Dilihatnya wajah Cailey yang