Share

Chapter 3

Setelah menempuh perjalanan hampir enam jam lamanya. Akhirnya pesawat yang mereka tumpangi mendarat pada sebuah bandara di kota kecil bagian barat Arizona, USA. Dengan membawa koper berisikan penuh dengan senjata, mereka tetap berjalan dengan santai bak penumpang lainnya. Mereka telah diberi izin penuh oleh pemerintah Amerika Serikat dalam menjalankan misi ini.

Sebelum beranjak ke apartemen yang telah disediakan, Cailey dan Julian mengecek data-data penumpang yang dicurigai oleh MI6. Hasil CCTV menunjukkan bahwa tersangka dengan berpakaian serba hitam yang akhirnya diketahui identitasnya telah meninggalkan bandara sejak 14 jam yang lalu. Cailey membuka sebuah kertas, berisikan catatan yang ditulis dalam tinta biru.

Gyula Roberto

Cailey menghembuskan napas kasar dan meremas kertas tersebut, bersamaan dengan maniknya yang mulai menajam.

Julian menarik lengan Cailey dan membawanya ke bagian ruangan di dalam bandara. Mereka bekerja sama dengan pemerintah Amerika Serikat, yang salah satunya dengan menyediakan seluruh kebutuhannya. Sebuah mobil disiapkan dihadapan mereka, lengkap dengan fasilitas keamanan dalam kesatuannya. Julian menarik salah satu sudut bibirnya saat petugas berseragam melemparkan kunci mobil itu kepadanya.

Mereka mengendarai mobil tersebut dengan Julian yang berkuasa penuh atas setir kemudi. Cailey mengedarkan pandangannya saat mereka melewati pemandangan hijau di sekelilingnya, maniknya menelisik pepohonan pinus di kedua sisi jalan. Berdasarkan informasi yang diperolehnya, luas kota ini tak seberapa dibandingkan dengan luas hutan yang mengelilinginya.

Cailey membiarkan angin siang yang menerpa wajahnya. Sesekali ia melirik samping kirinya, mendapati wajah serius Julian yang tengah menyetir dengan tenang. Angin yang terus meniupi rambut keperakkan Julian, serta senyum yang terus terpatri di wajahnya seakan tak pernah hilang. Mata birunya seperti laut, yang dapat menenggelamkan setiap wanita ke dalam pesonanya. Tanpa sadar bibirnya tersenyum, ia baru menyadarinya bahwa Julian sangatlah tampan. Julian menoleh ke arahnya, tak lupa dengan senyuman manisnya. Buru-buru Cailey mengalihkan pandangannya ke depan.

Beberapa menit kemudian Julian berdehem, “Kita sudah sampai, sweetheart.”

Mereka terhenti pada sebuah apartemen sederhana bercat putih, dengan dihiasi tanaman janda merana yang merambat dengan tumbuh menjuntai ke bawah pada beberapa sisinya. Di bagian pojok langit-langit, Cailey dapat melihat noda hitam yang terjadi karena kebocoran saat hujan. Kaki Cailey beranjak menelusuri apartemen mereka yang dapat dikatakan tidak semewah flat miliknya di London. Ruangan apartemen yang mereka tempati hanya seluas 25 meter persegi. Tidak seperti biasanya, entah MI6 sedang merugi atau apa. Cailey berharap mendapat bonus yang besar jika pada akhirnya mereka berhasil menyelesaikan misi ini. Kamar yang tersedia pun hanya satu, yang berarti Cailey dan Julian harus tidur dalam satu kamar yang sama. Bukan hal yang tidak biasa sebenarnya, beberapa kali dalam mengerjakan kasus mereka selalu tidur bersama. Hanya tidur tentunya, tidak melakukan hal-hal aneh seperti yang kalian pikirkan.

Cailey beranjak untuk mulai membereskan barang-barangnya, selagi Julian membuka koper hitam berukuran besar.

“Hey, aku punya sesuatu untukmu,” kata Julian.

Cailey mengangkat wajahnya. Julian menarik tangan Cailey dan menyerahkan sebuah kotak beludru hitam berukuran sedang.

“Kau tidak sedang melamarku, bukan?” tanya Cailey sambil tertawa geli.

“Bukalah,” pintanya dengan lembut.

Menganggukan kepala, masih dengan tertawa geli Cailey membuka kotak itu perlahan. Di dalamnya Cailey melihat sebuah kalung perak yang cantik dengan bentuk liontin yang unik, liontin berinisialkan namanya, CR. Cailey menyentuh liontin itu dengan hati-hati dan tersenyum.

“Mau ku pasangkan pada lehermu?” tanya Julian menawarkan. Cailey mengangguk.

Julian bergeser untuk mengangkat surai kecokelatan Cailey dari depan, kemudian mengaitkan kalung itu pada leher Cailey yang jenjang. Cailey sempat menahan nafasnya saat melihat wajah Julian dari dekat. Julian memundurkan tubuh untuk melihatnya. Julian tersenyum hangat sambil terus menatap wajah Cailey cukup lama.

“Kau cantik,” pujinya dengan lirih.

Cailey mengangkat satu alisnya, sebelum tiba-tiba Julian mendekatkan wajahnya kembali pada Cailey. Manik kecokelatan itu melebar, posisi itu berlangsung selama sepuluh detik, sampai pada akhirnya Julian mengakhiri dengan acakan pada rambut Cailey. Kemudian Julian pergi dengan santainya, setelah membuat jantungnya berdegup tak karuan. Meninggalkannya yang hanya dapat mematung di tempat.

****

In Ranch House Restaurant

Cailey menunduk lesu seraya meyesap coffee latte dengan asap yang masih mengepul. Sesekali ia tiup hingga aromanya menyeruak memasuki indra penciumannya. Cailey melirik arloji yang sudah ia ubah dalam mode normal. Julian benar-benar belum kembali setelah kejadian sore tadi. Hatinya tidak tenang memilikirkannya. Julian, cinta pertamanya, untuk pertama kalinya ia berhasil membuat detak jantung Cailey menggila hanya karena kalimat singkat. Cailey merasa pipinya panas dengan hanya memikirkannya.

Cailey mengalihkan pikirannya dengan memandang keluar jendela, menikmati indahnya bintang-bintang. Melihat orang-orang berlalu lalang di luar sana sambil menyesap coffee latte dan biskuit yang akan habis sebentar lagi. Maniknya mengawasi sekitar, restoran yang didatanginya ini cukup sepi, hanya terdapat 3 meja yang terisi. Cailey menempati meja di sebelah jendela, 1 orang duduk di tengah restoran sambil membaca sebuah buku, sedangkan 2 orang lainnya duduk paling jauh dari bar dan tempat duduknya berada. Sebuah kebiasaan bagi Cailey untuk menghitung orang di dalam ruangan dan melihat pakaian yang mereka pakai.

Dengan sebuah buku catatan kecil dan pena di hadapannya, Cailey memulai untuk menyusun rencana atas misi yang ditugaskannya.

"Wah suatu kebetulan kita bertemu disini Mr. Roberto, apa kau membawa uangnya?" tanya seseorang pria di seberang sana.

“Tunggu, Mr, Roberto?” batin Cailey.

Manik Cailey menatap lurus cangkir kopi di mejanya, telinga menajam, berusaha keras mendengarkan percakapan 2 orang itu.

"Tidak, kau harus menyerahkan barangnya terlebih dahulu," kata seorang pria lainnya dengan topi hitam di kepalanya.

"Baiklah, kita akan bertemu lagi pada waktu yang ditetapkan, dengan bom-ku serta uangmu," katanya dengan menyeringai.

Apa? Bom?!

Berbagai jenis petanyaan muncul di benak Cailey. Setelah membunuh perdana menteri Inggris, sepertinya pria itu merencanakan sesuai yang lain. Cailey menjadi was-was, sepertinya kasus yang dihadapinya ini lebih rumit dari yang dipikirkannya.

Ah, Cailey rasa ia benar-benar berhadapan dengan teroris.

Lelaki yang ia duga bernama 'Mr. Roberto' itu beranjak keluar dari restoran. Dengan segera Cailey membayar semua pesanannya dan bergerak mengikutinya.

Cailey mengikuti Gyula yang berjalan dengan santainya melewati sebuah lorong dengan penerangan yang minim. Sesekali ia menoleh ke belakang merasa sesuatu mengikutinya. Cailey terperanjat saat seekor kucing hitam dengan matanya yang menyala melintas di depannya. Saat ia gerakkan maniknya kedepan, Bingo! Gyula telah menghilang.

“Kucing sialan!” umpatnya.

Ia menjadi kehilangan jejaknya. Cailey mengedarkan pandangannya ke sekeliling, hingga terhenti pada seorang lelaki yang tersender pada sebuah lampu jalan.

Gyula?

"Mencariku huh?" Tanya Gyula dengan seringainya. Cailey hanya dapat terdiam, ini adalah pertama kalinya ia tertangkap basah oleh buronannya.

"Lihatlah satu lagi Agen MI6, kau mau kuhabisi seperti dua Agen sebelumnya huh?" Gyula melanjutkan, "dengan senang hati."

Gyula menyeringai, lagi. Cailey mengepalkan kedua tangannya. Dengan gerakan cepat, Cailey memukul Gyula tepat di pipinya, sebelum Gyula berjalan lebih dekat. Tubuh Gyula terdorong ke belakang, tidak menduga Cailey memberinya serangan dadakan. Sebelum Cailey melayangkan tangannya kembali, seseorang menahannya sehingga tangannya menggantung di udara.

Seorang satpam yang bekerja pada gedung perusahaan terdekatlah yang menahannya. "Jika ingin berkelahi jangan disini nona," katanya dengan tegas.

Cailey mendengus dan mendapati Gyula telah lari menjauh darinya.

Dengan segera ia tepis tangan satpam itu dan berlari mengejar si teroris, Gyula. Sial sekali, Gyula berlari dengan kecepatan tinggi. Cailey berusaha mempercepat langkah kaki dalam mengejarnya, hingga Gyula berada beberapa meter dari arahnya. Tanpa ia sadari bahwa ini sudah terlalu jauh, manik Cailey melihat sekeliling dengan cepat, mereka berada sampai pada perbatasan hutan dengan kota. Gyula berhenti mendadak dan meliriknya sekilas sebelum akhirnya Gyula melompat memasuki hutan.

Damn it!

Cailey tidak mungkin mengikutinya ke hutan dalam keadaan gelap seperti ini. Ditambah lagi, Cailey tidak membawa senjata. Cailey tidak memiliki persiapan apapun. Cailey merutuki dirinya dan dengan terpaksa ia harus kembali lagi besok.

                                                            To be continued

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status