Share

Chapter 3

Penulis: Raesnandess
last update Terakhir Diperbarui: 2021-02-09 15:54:08

Setelah menempuh perjalanan hampir enam jam lamanya. Akhirnya pesawat yang mereka tumpangi mendarat pada sebuah bandara di kota kecil bagian barat Arizona, USA. Dengan membawa koper berisikan penuh dengan senjata, mereka tetap berjalan dengan santai bak penumpang lainnya. Mereka telah diberi izin penuh oleh pemerintah Amerika Serikat dalam menjalankan misi ini.

Sebelum beranjak ke apartemen yang telah disediakan, Cailey dan Julian mengecek data-data penumpang yang dicurigai oleh MI6. Hasil CCTV menunjukkan bahwa tersangka dengan berpakaian serba hitam yang akhirnya diketahui identitasnya telah meninggalkan bandara sejak 14 jam yang lalu. Cailey membuka sebuah kertas, berisikan catatan yang ditulis dalam tinta biru.

Gyula Roberto

Cailey menghembuskan napas kasar dan meremas kertas tersebut, bersamaan dengan maniknya yang mulai menajam.

Julian menarik lengan Cailey dan membawanya ke bagian ruangan di dalam bandara. Mereka bekerja sama dengan pemerintah Amerika Serikat, yang salah satunya dengan menyediakan seluruh kebutuhannya. Sebuah mobil disiapkan dihadapan mereka, lengkap dengan fasilitas keamanan dalam kesatuannya. Julian menarik salah satu sudut bibirnya saat petugas berseragam melemparkan kunci mobil itu kepadanya.

Mereka mengendarai mobil tersebut dengan Julian yang berkuasa penuh atas setir kemudi. Cailey mengedarkan pandangannya saat mereka melewati pemandangan hijau di sekelilingnya, maniknya menelisik pepohonan pinus di kedua sisi jalan. Berdasarkan informasi yang diperolehnya, luas kota ini tak seberapa dibandingkan dengan luas hutan yang mengelilinginya.

Cailey membiarkan angin siang yang menerpa wajahnya. Sesekali ia melirik samping kirinya, mendapati wajah serius Julian yang tengah menyetir dengan tenang. Angin yang terus meniupi rambut keperakkan Julian, serta senyum yang terus terpatri di wajahnya seakan tak pernah hilang. Mata birunya seperti laut, yang dapat menenggelamkan setiap wanita ke dalam pesonanya. Tanpa sadar bibirnya tersenyum, ia baru menyadarinya bahwa Julian sangatlah tampan. Julian menoleh ke arahnya, tak lupa dengan senyuman manisnya. Buru-buru Cailey mengalihkan pandangannya ke depan.

Beberapa menit kemudian Julian berdehem, “Kita sudah sampai, sweetheart.”

Mereka terhenti pada sebuah apartemen sederhana bercat putih, dengan dihiasi tanaman janda merana yang merambat dengan tumbuh menjuntai ke bawah pada beberapa sisinya. Di bagian pojok langit-langit, Cailey dapat melihat noda hitam yang terjadi karena kebocoran saat hujan. Kaki Cailey beranjak menelusuri apartemen mereka yang dapat dikatakan tidak semewah flat miliknya di London. Ruangan apartemen yang mereka tempati hanya seluas 25 meter persegi. Tidak seperti biasanya, entah MI6 sedang merugi atau apa. Cailey berharap mendapat bonus yang besar jika pada akhirnya mereka berhasil menyelesaikan misi ini. Kamar yang tersedia pun hanya satu, yang berarti Cailey dan Julian harus tidur dalam satu kamar yang sama. Bukan hal yang tidak biasa sebenarnya, beberapa kali dalam mengerjakan kasus mereka selalu tidur bersama. Hanya tidur tentunya, tidak melakukan hal-hal aneh seperti yang kalian pikirkan.

Cailey beranjak untuk mulai membereskan barang-barangnya, selagi Julian membuka koper hitam berukuran besar.

“Hey, aku punya sesuatu untukmu,” kata Julian.

Cailey mengangkat wajahnya. Julian menarik tangan Cailey dan menyerahkan sebuah kotak beludru hitam berukuran sedang.

“Kau tidak sedang melamarku, bukan?” tanya Cailey sambil tertawa geli.

“Bukalah,” pintanya dengan lembut.

Menganggukan kepala, masih dengan tertawa geli Cailey membuka kotak itu perlahan. Di dalamnya Cailey melihat sebuah kalung perak yang cantik dengan bentuk liontin yang unik, liontin berinisialkan namanya, CR. Cailey menyentuh liontin itu dengan hati-hati dan tersenyum.

“Mau ku pasangkan pada lehermu?” tanya Julian menawarkan. Cailey mengangguk.

Julian bergeser untuk mengangkat surai kecokelatan Cailey dari depan, kemudian mengaitkan kalung itu pada leher Cailey yang jenjang. Cailey sempat menahan nafasnya saat melihat wajah Julian dari dekat. Julian memundurkan tubuh untuk melihatnya. Julian tersenyum hangat sambil terus menatap wajah Cailey cukup lama.

“Kau cantik,” pujinya dengan lirih.

Cailey mengangkat satu alisnya, sebelum tiba-tiba Julian mendekatkan wajahnya kembali pada Cailey. Manik kecokelatan itu melebar, posisi itu berlangsung selama sepuluh detik, sampai pada akhirnya Julian mengakhiri dengan acakan pada rambut Cailey. Kemudian Julian pergi dengan santainya, setelah membuat jantungnya berdegup tak karuan. Meninggalkannya yang hanya dapat mematung di tempat.

****

In Ranch House Restaurant

Cailey menunduk lesu seraya meyesap coffee latte dengan asap yang masih mengepul. Sesekali ia tiup hingga aromanya menyeruak memasuki indra penciumannya. Cailey melirik arloji yang sudah ia ubah dalam mode normal. Julian benar-benar belum kembali setelah kejadian sore tadi. Hatinya tidak tenang memilikirkannya. Julian, cinta pertamanya, untuk pertama kalinya ia berhasil membuat detak jantung Cailey menggila hanya karena kalimat singkat. Cailey merasa pipinya panas dengan hanya memikirkannya.

Cailey mengalihkan pikirannya dengan memandang keluar jendela, menikmati indahnya bintang-bintang. Melihat orang-orang berlalu lalang di luar sana sambil menyesap coffee latte dan biskuit yang akan habis sebentar lagi. Maniknya mengawasi sekitar, restoran yang didatanginya ini cukup sepi, hanya terdapat 3 meja yang terisi. Cailey menempati meja di sebelah jendela, 1 orang duduk di tengah restoran sambil membaca sebuah buku, sedangkan 2 orang lainnya duduk paling jauh dari bar dan tempat duduknya berada. Sebuah kebiasaan bagi Cailey untuk menghitung orang di dalam ruangan dan melihat pakaian yang mereka pakai.

Dengan sebuah buku catatan kecil dan pena di hadapannya, Cailey memulai untuk menyusun rencana atas misi yang ditugaskannya.

"Wah suatu kebetulan kita bertemu disini Mr. Roberto, apa kau membawa uangnya?" tanya seseorang pria di seberang sana.

“Tunggu, Mr, Roberto?” batin Cailey.

Manik Cailey menatap lurus cangkir kopi di mejanya, telinga menajam, berusaha keras mendengarkan percakapan 2 orang itu.

"Tidak, kau harus menyerahkan barangnya terlebih dahulu," kata seorang pria lainnya dengan topi hitam di kepalanya.

"Baiklah, kita akan bertemu lagi pada waktu yang ditetapkan, dengan bom-ku serta uangmu," katanya dengan menyeringai.

Apa? Bom?!

Berbagai jenis petanyaan muncul di benak Cailey. Setelah membunuh perdana menteri Inggris, sepertinya pria itu merencanakan sesuai yang lain. Cailey menjadi was-was, sepertinya kasus yang dihadapinya ini lebih rumit dari yang dipikirkannya.

Ah, Cailey rasa ia benar-benar berhadapan dengan teroris.

Lelaki yang ia duga bernama 'Mr. Roberto' itu beranjak keluar dari restoran. Dengan segera Cailey membayar semua pesanannya dan bergerak mengikutinya.

Cailey mengikuti Gyula yang berjalan dengan santainya melewati sebuah lorong dengan penerangan yang minim. Sesekali ia menoleh ke belakang merasa sesuatu mengikutinya. Cailey terperanjat saat seekor kucing hitam dengan matanya yang menyala melintas di depannya. Saat ia gerakkan maniknya kedepan, Bingo! Gyula telah menghilang.

“Kucing sialan!” umpatnya.

Ia menjadi kehilangan jejaknya. Cailey mengedarkan pandangannya ke sekeliling, hingga terhenti pada seorang lelaki yang tersender pada sebuah lampu jalan.

Gyula?

"Mencariku huh?" Tanya Gyula dengan seringainya. Cailey hanya dapat terdiam, ini adalah pertama kalinya ia tertangkap basah oleh buronannya.

"Lihatlah satu lagi Agen MI6, kau mau kuhabisi seperti dua Agen sebelumnya huh?" Gyula melanjutkan, "dengan senang hati."

Gyula menyeringai, lagi. Cailey mengepalkan kedua tangannya. Dengan gerakan cepat, Cailey memukul Gyula tepat di pipinya, sebelum Gyula berjalan lebih dekat. Tubuh Gyula terdorong ke belakang, tidak menduga Cailey memberinya serangan dadakan. Sebelum Cailey melayangkan tangannya kembali, seseorang menahannya sehingga tangannya menggantung di udara.

Seorang satpam yang bekerja pada gedung perusahaan terdekatlah yang menahannya. "Jika ingin berkelahi jangan disini nona," katanya dengan tegas.

Cailey mendengus dan mendapati Gyula telah lari menjauh darinya.

Dengan segera ia tepis tangan satpam itu dan berlari mengejar si teroris, Gyula. Sial sekali, Gyula berlari dengan kecepatan tinggi. Cailey berusaha mempercepat langkah kaki dalam mengejarnya, hingga Gyula berada beberapa meter dari arahnya. Tanpa ia sadari bahwa ini sudah terlalu jauh, manik Cailey melihat sekeliling dengan cepat, mereka berada sampai pada perbatasan hutan dengan kota. Gyula berhenti mendadak dan meliriknya sekilas sebelum akhirnya Gyula melompat memasuki hutan.

Damn it!

Cailey tidak mungkin mengikutinya ke hutan dalam keadaan gelap seperti ini. Ditambah lagi, Cailey tidak membawa senjata. Cailey tidak memiliki persiapan apapun. Cailey merutuki dirinya dan dengan terpaksa ia harus kembali lagi besok.

                                                            To be continued

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Resent Wolves   Chapter 57

    Cailey membuka sebuah tirai sewarna putih tulang yang menggantung pada jendela ruang kerja di istana Zachary. Di dekatnya, meja kayu berdebu yang beraroma khas diletakkan menempel pada sebagian sisi jendela. Cailey mengambil berkas yang tertumpuk di atas buku ‘Silsilah Manusia Serigala di Hutan Arizona’. Dalam sebuah map besar berwarna cokelat, Cailey menarik beberapa kertas penting. Beruntung insiden peperangan tidak mengenai bagian sayap kiri gedung, sehingga hal-hal penting yang tersimpan rapi di bunker dan ruang kerja Zachary tidak terpengaruh olehnya, termasuk dokumen atas kasus Gyula Roberto yang kini ada di tangannya.Logo Secret Intelligence Service yang menonjol menjadi perhatian manik Cailey untuk pertama kali, lengkap dengan tulisan top secret di bawahnya, menandakan bahwa dokumen ini bersifat sangat rahasia. Cailey membalikan kertas itu untuk membaca laporan berisikan kasus pembunuhan perdana menteri Inggris yang berhasil ia kumpulkan, dengan tambahan informasi yang didapa

  • Resent Wolves   Chapter 56

    Dua hari kemudian...Lima tangkai bunga krisan putih yang mekar disusun dengan sentuhan elegan pita hitam yang mengikatnya menjadi satu. Diletakannya bunga itu di atas gundukan tanah, dekat dengan nisan yang masih baru. Sebuah nama yang terukir di atasnya membuat Cailey mengusap air mata pada pipinya sekali lagi. Matahari hampir kembali ke peraduannya, namun Cailey seakan tidak ingin beranjak. Sudah satu jam lamanya Cailey duduk, menatap nisan itu dengan tatapan kosong. Karenanya, bagian ujung bawah gaun hitamnya menjadi kotor terkena tanah.Pikiran Cailey kembali memutar memori saat pertama kali seorang anak lelaki mengulurkan tangan padanya. Mengajaknya melihat dunia dari sisi yang berbeda, memulai kehidupan baru dan melupakan kesedihan yang selama itu ia bawa dalam hatinya. Saat itu matahari menyinari kota London dengan cerah. Rambut keperakan anak lelaki itu bergerak tertiup angin, seiring kapal yang ditumpanginya bergerak menyusuri sungai Thames. Itu adalah pertama kalinya Cailey

  • Resent Wolves   Chapter 55

    Moon Goddess menginjakkan kakinya di bumi dengan agung. Begitu pula seorang lelaki berambut pirang dengan wajah bak malaikat dan kulit yang bercahaya mengikuti dibelakangnya. Seluruh serigala berhenti berperang, burung-burung malam berhenti berkicauan, bahkan pepohonan seakan tunduk pada keagungannya. Lantas Parker berusaha bangkit dengan sisa tenaganya dan berlutut menundukkan tubuhnya, diikuti oleh seluruh werewolves lainnya.Dengan tangan yang dikepalkan pada dada, Parker menyapa “I'm Parker alias Alpha Zachary Colbert, greetings to Your Majesty The Queen of the Moon, Moon Goddess.”“All hail The Moon Goddess!” seru seluruh pasukan Zachary yang menggema dengan magis ke seluruh penjuru hutan. Menghantarkan pesan tak kasat telinga kepada seluruh werewolves di hutan Arizona. Memberi tahu kedatangan Moon Goddess yang jarang terjadi dalam seribu tahun ini.Cailey yang ikut menundukkan kepalanya mulai meneliti sekeliling melalui ekor matanya. Jarak pandangnya tidak begitu luas karena ia

  • Resent Wolves   Chapter 54

    Zachary melompat dan merubah tubuhnya menjadi serigala, meninggalkan Cailey dengan ekspresi terkejutnya. Bibir pucatnya kini sedikit memerah, rasa hangat yang ditinggalkannya membuat bibir itu tersenyum.Langit bertambah gelap, namun dengan bulan yang ada setidaknya mampu menerangi sebagian dari hutan. Sayangnya sinar yang menerangi itu tak dapat mengurangi atmosfer di udara yang kian mencekam.Parker melolong di bawah sinar rembulan, kemudian lolongan itu dibalas oleh seluruh kawananya layaknya sebuah paduan suara yang merdu. Rambut keabuannya berkilauan dan bergerak diterpa angin malam. Kekuatannya seolah bertambah kuat seiring sinar rembulan itu menyentuh kulitnya saat berlari. Bersyukur purnacandra penuh terjadi hari esok, sehingga seluruh serigala tidak akan mencapai puncak kekuatannya hingga esok.Kaki Parker berhenti melangkah, dihadapannya ia dapat melihat pasukannya yang tengah berperang. Parker mengedarkan pandangannya, meneliti situasi dengan cepat. Bernard dengan tubuh ser

  • Resent Wolves   Chapter 53

    Dagu Parker terangkat, menunjukkan kuasa atas pack-nya. Auranya begitu mengintimidasi, namun tetap berwibawa. Manik The Argjend menyorot tajam kemudian menyeringai secepat kilat, bahkan Parker tidak dapat memastikan apakah itu hanya halusinasinya atau The Argjend benar-benar tersenyum, sebelum akhirnya ia melihat jubah kebesaran itu berbalik menjauh. Parker me mindlink seluruh pasukannya untuk tetap bertarung dibawah arahan Sang Beta, kemudian tubuh serigala itu berlari, tak kuasa lagi membendung keinginannya untuk segera berjumpa dengan empunya aroma cherry blossom yang sejak tadi menguar begitu kuat seakan menariknya. Kaki Parker berhenti di sebuah gedung bercat putih, sebuah pahatan sebatang tongkat dengan seekor ular yang melingkarinya seolah menyambutnya. Kemudian Parker menaiki undakan tangga setinggi dua kali lipat tubuhnya. Saat ia memasuki gedung itu, ia dapat melihat semua orang tergesa-gesa, tenggelam dalam kesibukannya, hingga Parker melangkahkan satu kakinya. Auranya ya

  • Resent Wolves   Chapter 52

    “Kau?”“Hai Liam!”“Sidney! Apa yang kau lakukan disini?” Tanya Liam panik sambil mengedarkan pandangannya dengan was-was.“Tenanglah, aku bersama salah satu warrior ku,” kata gadis berambut sewarna karamel itu, membuat Liam menghela nafasnya lega saat maniknya menangkap warrior dari pack paman Zachary.Warrior yang bernama Arthur itu menundukkan kepalanya memberi hormat kepada Liam, “Beta, Helen mengutusku untuk membantumu.”Liam tersenyum hangat menyambutnya, “Lalu, bagaimana dengan Sidney?”“Nona Sidney memaksa untuk ikut kemari, dia sampai menangis, tapi aku berjanji untuk menjaganya,” jelas Arthur.Sidney tersenyum malu saat Liam memandangnya dengan tajam.“Kudengar kakak iparku sakit, aku hanya ingin mengunjunginya,” cicit Sidney sembari menautkan kedua jarinya.Pandangannya beralih pada tubuh Sang Luna yang terbaring dengan selimut yang menutupi hanya sampai ke tengah perutnya. Sidney mendekati Cailey perlahan dan menggenggam tangannya yang terbuka.Dilihatnya wajah Cailey yang

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status