“Jauhi aku sialan!”
Umpatan itu terdengar lantang di telinga Luna. Dia hanya bisa menunduk dengan sedih. “Maaf.”
“Hah? Kamu kan yang sudah mencelakai Farel?” hardik Indah. “Dasar kamu temennya setan!”
Brug....
Indah mendorong Luna dengan keras. Teman-temannya yang lain hanya melihat sambil tertawa cekikikan. “Jangan pernah dekati aku lagi! Dasar orang aneh! Gara-gara kamu bilang ada sosok hitam yang menempel di Ari kemarin, kini dia mengalami kecelakaan!”
Luna memegang lututnya yang berdarah. Dorongan Indah cukup membuatnya terluka secara fisik. Namun dia hanya bisa diam, jika melawan mereka semua akan semakin menjadi. Dia melihat sekeliling. Semua orang menatapnya dengan tatapan jijik.
“Orang aneh!”
“Dia gila!”
“Kamu tahu ga dia suka bicara sendiri di kelas!”
“Caper!”
“Pembawa sial!”
“Pergi sana kamu ke neraka!”
Tangan Luna langsung menutupi telinganya. Dia tidak tahan mendengar semua cacian tersebut. Kakinya dilangkahkan paksa menjauh dari sana. Menuju toilet siswa perempuan tempat dia menangis seperti biasa.
Hiks... hiks...
“Bukan aku yang menginginkan kemampuan bodoh ini!” tangisnya. “Aku benci diriku sendiri!”
Bugghh...
Pintu terlempar dengan keras. Terdengar beberapa langkah kaki mendekat.
“Dia di sini kan?” tanya sebuah suara gadis SMA.
“Yap, aku yakin dia di sini.” Jawab temannya. “Kebiasaan dia kalau nangis pasti ke toilet tempat temen-temen setannya kumpul!”
“Hahahaha!”
Mereka terus-terusan tertawa dengan keras. Luna hanya bisa menutup mulutnya. Berharap mereka tidak menyadari kehadirannya.
Tok-tok-tok
Satu persatu pintu kamar mandi diketuk gadis-gadis tersebut. Mereka mencari Luna. Hingga sampailah mereka ke pintu tempat Luna menangis, kemudian mendadak suasana menjadi sunyi.
Byurrr....
Baju Luna basah. Air jatuh dari atas pintunya. Gadis-gadis tersebut rupanya menyiram air ke toilet tempat Luna bersembunyi.
“Hahahahaha.” Mereka semua kompak tertawa.
Setelah puas membully Luna, mereka akhirnya melangkah pergi.
***
Luna menghapus air matanya. Entah sudah berapa lama dia menangis, meluapkan semua yang menimpanya hari ini. Bukan salah Luna dia memiliki mata yang spesial. Semua ini terjadi akibat ulang tahunnya ke tujuh belas tahun. Sejak itu dia bisa melihat sesuatu yang tidak terlihat bagi orang lain.
“Aku benci diriku sendiri,” gerutunya.
Dia mengangkat lengannya. Arloji pemberian almarhum kakeknya menunjukan pukul lima sore. Ternyata sudah sekian lama dia berdiam di kamar mandi. Dia tidak peduli jika memang harus membolos pelajaran sampai akhir. Dia tidak ingin bertemu dengan teman-temannya.
Dia bangkit dari toilet duduk. Dibukanya kabin kamar kecil tempatnya bersembunyi. Saat akan melangkah keluar dari toilet wanita Luna terdiam. Dia merasakan firasat buruk di sana. Benar saja kamar mandi ini terkunci dari luar. Rupanya gadis-gadis itu masih melanjutkan aksinya.
“Brengsek!” umpatnya.
Krekkk... krekkk.... kreekkkk...
Luna berusaha sekuat tenaga untuk menarik pintu toilet wanita. Nihil pintu itu terkunci dari luar. Dengan tenaga yang tersisa dia berteriak, “TOLONG!”
Nihil tidak ada jawaban. Tidak menyerah sampai di sana, Luna menggedor pintu berharap ada seseorang yang lewat menolongnya. Namun semua terlihat seperti percuma.
“Hihihihihi.”
Deg...
Jantung Luna berdetak kencang. Dia mendengar sesuatu yang paling ditakutinya. Ditariknya nafas dalam-dalam. Kemudian dia mencoba untuk mendengar suara tadi, berharap apa yang dipikirkannya salah.
“Hihihihihi.”
Benar saja, suara itu terdengar tepat dibelakang Luna. Dia merasakan bulu kuduknya berdiri. Jelas sekali sebuah sosok berdiri tepat di belakangnya.
“Lihat? Jangan? Lihat? Jangan?” Dia bergelut dengan dirinya sendiri.
Rasa penasaran Luna lebih besar dibandingkan dengan khawatirnya. Sedikit demi sedikit dia mencoba untuk menengokan lehernya. Nihil tidak ada apapun di sana. Ada perasaan lega, namun sedikit aneh. Benarkah tidak ada apapun di sana?
Insting bertahannya muncul. Dia mundur merapat ke tembok. Dia tahu bahwa ada yang tidak beres. Karena menurut mitos yang ada sesuatu yang tidak nampak belum tentu tidak ada sama sekali.
Dukkk... dukkkk... dukkkk...
“Ahhhhh!” teriak Luna.
Dari dalam kabin kamar mandi tempatnya menangis tadi terdengar ketukan yang keras. Seakan seseorang mencoba mendorong pintu dengan kekuatan yang dahsyat. Namun Luna tidak bodoh, dia baru keluar dari sana. Tidak ada seorangpun yang masuk.
“To-, tolong,” lirihnya.
Mata Luna melotot. Jelas sekali dia melihat sebuah cairan berwarna merah terang keluar dari bawah pintu kabin tersebut. Cairan tersebut berwarna merah kehitaman. “Darah.”
Bulu kuduk Luna berdiri. Dia lupa bahwa tidak boleh seseorang berlama-lama di kamar mandi, atau nanti akan ada sesuatu yang menemaninya. Lagipula hari sudah menuju ke arah petang. Waktu yang pas bagi para mahkluk liar tak kasat mata itu untuk menampakan jati dirinya.
Tidak sampai di sana teror yang menimpanya. Dari bawah pintu keluar sebuah tangan yang panjang. Tangan tersebut sangatlah buruk. Kotor serta kurus kering. Seperti lengan nenek-nenek yang tidak makan beberapa hari.
“Aku mohon jangan ganggu aku!” pintanya.
Tentu saja semua itu sia-sia. Semua mahkluk tak kasat mata akan memakan ketakutanmu. Semakin kamu ketakutan semakin mereka akan menjadi kuat. Kaki Luna mendadak kaku. Dia pasrah dengan keadaannya saat ini. Dia mulai menyalahkan dirinya lagi yang bisa melihat mahkluk tersebut.
“Andai saja aku seperti orang normal lainnya,” batinnya.
Akhirnya dia mencoba untuk menutup matanya. Mahkluk apapun yang keluar dari sana dia sudah pasrah. Dia tahu tidak akan ada seseorang yang menolongnya. Karena semua yang ada di sekolah membencinya. Semua teman-temannya menjauhinya karena dia adalah seorang indigo.
Mendekati Luna perlahan. Mahkluk itu mulai merangkak pelan-pelan. Badannya yang kurus kering dan gepeng, bergerak mendekat.
Settt.... settt... settt....
Mahkluk gepeng itu hampir sampai di depan Luna. Tangannya perlahan mencoba menggapai manusia di depannya.
Brakkkkk....
Suara pintu ditendang dari luar. Luna melihat ke samping. seorang lelaki masuk dari pintu tersebut. Rambutnya cepak. Garis matanya tegas. Dia mengenakan almamater yang tidak biasa.
"Kamu gapapa?" tanyanya.
Luna kemudian melihat lagi ke arah hantu gepeng. Sudah hilang. Dia menarik nafas lega. Sayangnya badannya langsung oleng. Tanpa basa basi dia langsung menjatuhkan bobot badannya. kakinya gemetaran.
Lelaki itu langsung memapah Luna. Dengan suara lembut dia berkata, "yuk, Kita keluar dari sini."
“Terimakasih,” ucap Luna dengan nada lelah.Lelaki itu mengangguk. Dia mengenakan almamater suatu kampus yang tampak asing bagi Luna. Kemudian almamaternya dibuka. Dia menutup tubuh Luna yang basah kuyup, “pakailah!”Luna hanya diam menunduk. “Maaf merepotkan. Aku akan mencuci hingga bersih dan nampak baru.”“Namaku Galang,” ucapnya. “Tanpa sengaja aku mendengar suara seseorang meminta tolong.”“Sekali lagi terimakasih.” Luna menunduk malu.“Ah..., itu teman-temanku!” Tunjuk Galang. “Aku harus kembali.”“Tunggu!” Luna menarik kaus Galang. “Jaster almamaternya.”Galang menggeleng. “Pakailah dulu! Kembalikan saat kamu masuk ke kampusku saja ya!” kemudian Galang berlari menyusul teman-temannya. Menyisakan Luna sendiri di sana.Dia melihat logo jas almamaternya. Luna berjanji akan masuk ke kampus terse
“Ahhhhhh....!”Semua orang melihat Luna. Wajah Rhea dan Dimas tampak bingung sekaligus malu. “Kamu apa-apaan sih na!”Melihat semua orang memperhatikannya, Luna teringat dengan kejadian saat SMA. Kejadian di mana dia menjadi bahan rundungan dan olok-olok karena kemampuannya. Mendadak mukanya pucat. Badannya bergetar. Semua memori menyedihkan itu terlintas di kepalanya.Hug...Nanny memeluk Luna, “Tidak apa-apa sayang. Tadi kamu melihat kecoa ya?”Pelukan Luna terasa hangat dan lembut. Baru kali ini Luna merasakan kasih sayang yang hangat dari orang asing. “Aku minta maaf sudah membuat semuanya kaget.”“Luna?” Rhea mendekat ke putrinya. Dilihat baik-baik wajah putrinya tersebut. “Kamu kenapa na?”Lidah Luna kelu. Selama ini dia tidak pernah memberitahu orangtuanya perihal kemampuannya. Dia tidak ingin kedua orangtuanya menganggapnya gila. “Seperti kata Nanny
“Umm, aku-.” Luna terlihat memutar bola matanya. Mencoba mencari alasan agar Galang tidak curiga. Dia tahu hari pertamanya tidak boleh gagal. Dia tidak boleh mengalami hal serupa dengan saat di SMA. “Aku sedang latihan untuk pentas ospek nanti.”Galang mengangkat alis matanya. “Begitu? Ah baiklah. Maaf jika aku mengganggu latihanmu.” Kemudian dia pergi berlalu.“Hufh!” Luna menghembuskan nafas panjang. Dia naik ke atas ranjang untuk mendinginkan suasana. Gadis itu sudah tidak ada untuk saat ini. Namun Luna tahu bahwa dia ada di sini. Bersembunyi.Luna kemudian melihat ke arah pintu. Sepintas dia melihat seseorang berbaju biru lewat. ‘penghuni kosan lain?’ pikirnya. Tanpa basa basi dia segera menuju keluar. Ibunya berpesan dia harus menjalin komunikasi yang baik dengan teman-temannya yang lain.“Halo!” sapa Luna.Pria berbaju biru tersebut langsung terdiam. Kemudian dia menoleh
“Apaan sih!” Danny mengomel. “Gausah nga-.”Danny berhenti berbicara saat melihat wajah Sarah yang pucat. Sorot matanya menggambarkan ketakutan. Tangan sarah bergetar. Danny langsung mengelus kepala Sarah mencoba menenangkannya.Galang menunduk sambil memungut hanphonenya. “Sarah kenapa?” kemudian duduk di sebelah Sarah.Sarah langsung memegang tangan Galang. Lelaki itu bisa merasakan tangan yang dingin membeku. Cengkraman Sarah sangat kuat, Galang saja merasakan kesakitan hanya karena dipegang oleh Sarah.“Huaaahhhhhhhhhhhh....!”Semua penghuni kosan terkejut. Sarah tiba-tiba saja menangis kencang. Tangan kanannya memegang Galang sementara tangan kirinya mencengkram kaos Danny. Danny beberapa kali berusaha melepaskan cengkraman Sarah.Sreeettttt....“Anjir..., kaos kesayangan aku sobek lah ditarik Sarah!” keluh Danny.Mata Luna melotot ngeri. Pasalnya dia melihat baya
“Nei!”Sebuah suara terdengar di kepala Luna. Gadis tersebut membuka matanya. Tinggal satu sentimeter lagi mata pisau menyentuh kulitnya. Luna melangkah mundur dilemparkan gagang cutter tersebut. Dia langsung duduk bersimpuh. “Apa yang aku pikirkan!”Setelah cukup tenang, Luna menengok ke arah samping kanannya. Hantu gadis kecil itu sudah berdiri di sana, dia memandang Luna dengan tatapan datar. Kemudian jari jemarinya menyentuh pipi Luna. Sebuah sentuhan dingin bagai es terasa di kulitnya. “Nei!” sekali lagi gadis itu mengatakan hal serupa.“Kamu tidak ingin aku mengakhiri hidup?” tanya Luna.Gadis itu tetap diam. Namun Luna bisa mengerti bahwa dia tak ingin Luna menyakiti dirinya sendiri. Sosok menyeramkan gadis itu perlahan menghilang. Mungkinkah hantu tidak semua jahat? Begitulah yang dipikirkan oleh Luna.Luna menatap dalam-dalam gadis di depannya. ‘Bagaimana bisa seorang
“Pergi sana dasar dukun!”Secarik kertas tersebut berhasil membuat mental Luna jatuh. Sejak kemarin dia sudah mencoba mempersiapkan diri jika ada orang yang tidak menyukainya. Namun ternyata tidak semudah itu.Luna teringat akan peristiwa di sekolahnya dahulu. Ketika itu Luna memasuki kelas di pagi hari. Tetapi atmosfir teman-teman sekelas serasa berbeda. Luna bisa merasakan beberapa siswa mencibir dan membicarakannya. Namun dia terus menerus menguatkan hatinya. Hingga ketika...“Pergi kau anak setan!”“Pembawa sial!”“Mati saja kau sana!”“Segeralah mati!”Mata Luna terbuka lebar. Tepat di atas mejanya berbagai macam vandalisme berisi kutukan dan hinaan terpampang di sana. Luna langsung menengok ke kanan dan kirinya. Dia memperhatikan sekeliling. Saat itulah Luna melihat sesuatu yan
“Chriestie!” teriak Nanny. Akhirnya Nanny berbicara. Wajahnya tetap tenang namun auranya terlihat menyeramkan. “Mari kita berbicara!” Gadis berkacamata itu hanya bisa menghembuskan nafas lelah. Jelas sekali dia tidak terima diperlakukan seperti itu. Namun caranya menatap Nanny menunjukan bentuk penghormatannya. Luna melihat hal tersebut dengan jelas. Batinnya pun berkata bukan Chriestie yang melakukannya, namun dari semua perkataan yang dilontarkannya kemarin tentu saja membuat dia menjadi tersangka utama. Setelah Nanny pergi membawa Chriestie, Galang mendekatinya. “Kenapa kamu ga bilang kamu dapet surat kaya gini?” Luna menunduk takut. “Aku tidak ingin kalian bertengkar seperti tadi.” “Justru kamu harus ngomong!” ucap Galang. “Kenapa?” tanya Luna. “Karena aku sudah berjanji akan menjagamu!” Galang berkata dengan tegas. Deg.... Jantung Luna berdebar kencang. Namun ini bukanlah perasaan takut, melainkan rasa senang. Perk
“Kamu penganut ilmu hitam bukan?”Kata-kata itu terus terngiang dalam benak Luna. Dia pun masih dalam posisi terkejut. Meskipun sebelumnya dia merasa tidak terima dengan perlakuan Chriestie selama ini, namun dia menolak untuk berdebat. Dia merasa percuma karena dia tahu Chriestie pasti tidak akan mempercayai apapun yang dikatakannya.“Akan kulaporkan kepada yang lain!” ucapnya. Tidak lama kemudian dia pergi dari tempat tersebut.Luna tidak mengubis perkataannya. Dia melanjutkan penyelidikannya. Baru kali ini dia melihat ayam hitam yang tercabik dengan darah masih mengucur. Luna menyimpulkan bahwa benda-benda tersebut belum lama diletakan.Serrrr...Punggung Luna merinding. Dia merasakan ada sosok yang menatapnya dari jauh. Tidak lama kemudian dia mencium sebuah bau yang tidak asing. Bau bunga yang sangat wangi sekali dicampur dengan pandan. Hawa dingin menusuk ke kulit Luna. Dia diam tidak bergerak.“