Share

SANG INDIGO
SANG INDIGO
Penulis: Rainfall

1. GADIS TERKUTUK

“Jauhi aku sialan!”

Umpatan itu terdengar lantang di telinga Luna. Dia hanya bisa menunduk dengan sedih. “Maaf.”

“Hah? Kamu kan yang sudah mencelakai Farel?” hardik Indah. “Dasar kamu temennya setan!”

Brug....

Indah mendorong Luna dengan keras. Teman-temannya yang lain hanya melihat sambil tertawa cekikikan. “Jangan pernah dekati aku lagi! Dasar orang aneh! Gara-gara kamu bilang ada sosok hitam yang menempel di Ari kemarin, kini dia mengalami kecelakaan!”

Luna memegang lututnya yang berdarah. Dorongan Indah cukup membuatnya terluka secara fisik. Namun dia hanya bisa diam, jika melawan mereka semua akan semakin menjadi. Dia melihat sekeliling. Semua orang menatapnya dengan tatapan jijik.

“Orang aneh!”

“Dia gila!”

“Kamu tahu ga dia suka bicara sendiri di kelas!”

“Caper!”

“Pembawa sial!”

“Pergi sana kamu ke neraka!”

Tangan Luna langsung menutupi telinganya. Dia tidak tahan mendengar semua cacian tersebut. Kakinya dilangkahkan paksa menjauh dari sana. Menuju toilet siswa perempuan tempat dia menangis seperti biasa.

Hiks... hiks...

“Bukan aku yang menginginkan kemampuan bodoh ini!” tangisnya. “Aku benci diriku sendiri!”

Bugghh...

Pintu terlempar dengan keras. Terdengar beberapa langkah kaki mendekat.

“Dia di sini kan?” tanya sebuah suara gadis SMA.

“Yap, aku yakin dia di sini.” Jawab temannya. “Kebiasaan dia kalau nangis pasti ke toilet tempat temen-temen setannya kumpul!”

“Hahahaha!”

Mereka terus-terusan tertawa dengan keras. Luna hanya bisa menutup mulutnya. Berharap mereka tidak menyadari kehadirannya.

Tok-tok-tok

Satu persatu pintu kamar mandi diketuk gadis-gadis tersebut. Mereka mencari Luna. Hingga sampailah mereka ke pintu tempat Luna menangis, kemudian mendadak suasana menjadi sunyi.

Byurrr....

Baju Luna basah. Air jatuh dari atas pintunya. Gadis-gadis tersebut rupanya menyiram air ke toilet tempat Luna bersembunyi.

“Hahahahaha.” Mereka semua kompak tertawa.

Setelah puas membully Luna, mereka akhirnya melangkah pergi.

***

Luna menghapus air matanya. Entah sudah berapa lama dia menangis, meluapkan semua yang menimpanya hari ini. Bukan salah Luna dia memiliki mata yang spesial. Semua ini terjadi akibat ulang tahunnya ke tujuh belas tahun. Sejak itu dia bisa melihat sesuatu yang tidak terlihat bagi orang lain.

“Aku benci diriku sendiri,” gerutunya.

Dia mengangkat lengannya. Arloji pemberian almarhum kakeknya menunjukan pukul lima sore. Ternyata sudah sekian lama dia berdiam di kamar mandi. Dia tidak peduli jika memang harus membolos pelajaran sampai akhir. Dia tidak ingin bertemu dengan teman-temannya.

Dia bangkit dari toilet duduk. Dibukanya kabin kamar kecil tempatnya bersembunyi. Saat akan melangkah keluar dari toilet wanita Luna terdiam. Dia merasakan firasat buruk di sana. Benar saja kamar mandi ini terkunci dari luar. Rupanya gadis-gadis itu masih melanjutkan aksinya.

“Brengsek!” umpatnya.

Krekkk... krekkk.... kreekkkk...

Luna berusaha sekuat tenaga untuk menarik pintu toilet wanita. Nihil pintu itu terkunci dari luar. Dengan tenaga yang tersisa dia berteriak, “TOLONG!”

Nihil tidak ada jawaban. Tidak menyerah sampai di sana, Luna menggedor pintu berharap ada seseorang yang lewat menolongnya. Namun semua terlihat seperti percuma.

“Hihihihihi.”

Deg...

Jantung Luna berdetak kencang. Dia mendengar sesuatu yang paling ditakutinya. Ditariknya nafas dalam-dalam. Kemudian dia mencoba untuk mendengar suara tadi, berharap apa yang dipikirkannya salah.

“Hihihihihi.”

Benar saja, suara itu terdengar tepat dibelakang Luna. Dia merasakan bulu kuduknya berdiri. Jelas sekali sebuah sosok berdiri tepat di belakangnya.

“Lihat? Jangan? Lihat? Jangan?” Dia bergelut dengan dirinya sendiri.

Rasa penasaran Luna lebih besar dibandingkan dengan khawatirnya. Sedikit demi sedikit dia mencoba untuk menengokan lehernya. Nihil tidak ada apapun di sana. Ada perasaan lega, namun sedikit aneh. Benarkah tidak ada apapun di sana?

Insting bertahannya muncul. Dia mundur merapat ke tembok. Dia tahu bahwa ada yang tidak beres. Karena menurut mitos yang ada sesuatu yang tidak nampak belum tentu tidak ada sama sekali.

Dukkk... dukkkk... dukkkk...

“Ahhhhh!” teriak Luna.

Dari dalam kabin kamar mandi tempatnya menangis tadi terdengar ketukan yang keras. Seakan seseorang mencoba mendorong pintu dengan kekuatan yang dahsyat. Namun Luna tidak bodoh, dia baru keluar dari sana. Tidak ada seorangpun yang masuk.

“To-, tolong,” lirihnya.

Mata Luna melotot. Jelas sekali dia melihat sebuah cairan berwarna merah terang keluar dari bawah pintu kabin tersebut. Cairan tersebut berwarna merah kehitaman. “Darah.”

Bulu kuduk Luna berdiri. Dia lupa bahwa tidak boleh seseorang berlama-lama di kamar mandi, atau nanti akan ada sesuatu yang menemaninya. Lagipula hari sudah menuju ke arah petang. Waktu yang pas bagi para mahkluk liar tak kasat mata itu untuk menampakan jati dirinya.

Tidak sampai di sana teror yang menimpanya. Dari bawah pintu keluar sebuah tangan yang panjang. Tangan tersebut sangatlah buruk. Kotor serta kurus kering. Seperti lengan nenek-nenek yang tidak makan beberapa hari.

“Aku mohon jangan ganggu aku!” pintanya.

Tentu saja semua itu sia-sia. Semua mahkluk tak kasat mata akan memakan ketakutanmu. Semakin kamu ketakutan semakin mereka akan menjadi kuat. Kaki Luna mendadak kaku. Dia pasrah dengan keadaannya saat ini. Dia mulai menyalahkan dirinya lagi yang bisa melihat mahkluk tersebut.

“Andai saja aku seperti orang normal lainnya,” batinnya.

Akhirnya dia mencoba untuk menutup matanya. Mahkluk apapun yang keluar dari sana dia sudah pasrah. Dia tahu tidak akan ada seseorang yang menolongnya. Karena semua yang ada di sekolah membencinya. Semua teman-temannya menjauhinya karena dia adalah seorang indigo.

Mendekati Luna perlahan. Mahkluk itu mulai merangkak pelan-pelan. Badannya yang kurus kering dan gepeng, bergerak mendekat.

Settt.... settt... settt....

Mahkluk gepeng itu hampir sampai di depan Luna. Tangannya perlahan mencoba menggapai manusia di depannya.

Brakkkkk....

Suara pintu ditendang dari luar. Luna melihat ke samping. seorang lelaki masuk dari pintu tersebut. Rambutnya cepak. Garis matanya tegas. Dia mengenakan almamater yang tidak biasa.

"Kamu gapapa?" tanyanya.

Luna kemudian melihat lagi ke arah hantu gepeng. Sudah hilang. Dia menarik nafas lega. Sayangnya badannya langsung oleng. Tanpa basa basi dia langsung menjatuhkan bobot badannya. kakinya gemetaran.

Lelaki itu langsung memapah Luna. Dengan suara lembut dia berkata, "yuk, Kita keluar dari sini."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status