Share

2. PENGHUNI RUMAH BELANDA

“Terimakasih,” ucap Luna dengan nada lelah.

Lelaki itu mengangguk. Dia mengenakan almamater suatu kampus yang tampak asing bagi Luna. Kemudian almamaternya dibuka. Dia menutup tubuh Luna yang basah kuyup, “pakailah!”

Luna hanya diam menunduk. “Maaf merepotkan. Aku akan mencuci hingga bersih dan nampak baru.”

“Namaku Galang,” ucapnya. “Tanpa sengaja aku mendengar suara seseorang meminta tolong.”

“Sekali lagi terimakasih.” Luna menunduk malu.

“Ah..., itu teman-temanku!” Tunjuk Galang. “Aku harus kembali.”

“Tunggu!” Luna menarik kaus Galang. “Jaster almamaternya.”

Galang menggeleng. “Pakailah dulu! Kembalikan saat kamu masuk ke kampusku saja ya!” kemudian Galang berlari menyusul teman-temannya. Menyisakan Luna sendiri di sana.

Dia melihat logo jas almamaternya. Luna berjanji akan masuk ke kampus tersebut sekaligus pergi dari tempat ini sejauh mungkin.

***

“Luna!” panggil Dimas, ayah dari Luna. “kalau dipanggil orangtua segera menjawab.”

“Maaf!” jawab Luna.

Rhea, ibunda Luna memperhatikannya. “Kamu sakit? Wajahmu pucat sayang.”

Luna menggeleng. “Aku baik-baik saja mah.”

“Meskipun kampusmu di luar kota, papa janji akan sering menengok,” ucap Dimas. “Kamu akan tinggal di rumah kosan kenalan papa.”

Gadis itu tidak menjawab. Hanya tersenyum simpul. Bukan tidak mau menjawab hanya saja-.

Hihihihihihi.”

Tengkuk Luna kembali menegang. Dia ingin segera pergi dari sana. Dua mahkluk buruk rupa di kanan dan kirinya sangatlah mengganggu.

kamu bisa melihat kami kan?”

Ueekkkkkk....

Luna menutup mulutnya. Perutnya terasa sangat mual, namun dia mencoba menahan agar dirinya tidak muntah. Mahkluk tersebut mengeluarkan bau busuk. Seperti bangkai dan sampah yang dijadikan satu. Namun entah mengapa melihat Luna yang kesulitan dua mahkluk tadi terlihat semakin mengganggu. Bukannya hilang, mahkluk tersebut malah semakin mendekat ke wajah Luna.

Air mata Luna terbendung di matanya. Dia ingin menangis. Pasalnya mahkluk itu sangatlah buruk rupa. Penuh bolong dan luka serta beberapa kali terlihat darah menetes dari wajahnya. Tiba-tiba saja seekor kelabang keluar dari salah satu lubang luka di wajahnya. Luna tidak tahan lagi.

Ueeeeekkkkkkkk....

Sebuah cairan keluar dari kerongkongannya. Dimas dan Rhea terkejut melihat keadaan anaknya. Rhea langsung menghadap bangku belakang dan memberikan tissue. Serta membantu membersihkan cairan yang jatuh di lantai mobil.

“Sayang? Kamu mabuk?” tanya Rhea. “Pah kita istirahat dulu ya di rest area depan.”

Luna hanya bisa mengangguk. Dalam hati dia berkata, ‘Aku benci menjadi anak indigo. Aku benci melihat mereka.’

***

“Sudah enakan sayang?” Rhea mengelus rambut putrinya. “Syukurlah kamu sudah baikan setelah kita sampai di kosan barumu ini.”

Luna melihat sekitarnya. Di depan matanya terdapat sebuah rumah Belanda yang cukup besar. Rumah ini akan menjadi tempat tinggal Luna selama kuliah nanti. Syukurlah papanya menemukan kenalan yang bisa menampungnya selama di Bandung.

“Rumahnya bagus kan!” seru Dimas. “Katanya di belakang ada taman yang cukup luas loh.”

Mereka kemudian berjalan menuju pintu masuk. Rumah tersebut hampir keseluruhan di cat dengan warna putih. Semuanya terlihat sangat antik dari luar.

Deg... deg... deg...

Jantung Luna berdetak kencang. Intuisinya kuat. Dia tahu ada sosok yang memperhatikannya di rumah itu. Mata Luna langsung terpaku kepada sebuah jendela di lantai dua. Dengan jelas dia melihat sosok gadis kecil di sana. Gadis itu sangatlah cantik dengan rambutnya yang pirang.

‘Tunggu!’ batin Luna berteriak. Dia merasa janggal. Bukankah kebanyakan orang di Indonesia berambut hitam? Namun jelas yang dia lihat adalah anak kecil berwajah Eropa.

“Halo!”

Luna mengalihkan pandangan ke sumber suara. Di depannya berdiri seorang wanita tua berwajah ramah.

“Namamu Luna kan? Selamat datang di rumahku.” Wanita tersebut tersenyum lembut. “Panggil aku dengan sebutan Nanny. Semua penghuni kosan biasa memanggilku demikian. Mari masuk!”

Sebelum masuk Luna mengalihkan pandangan ke arah jendela tadi. Gadis itu sudah lenyap. Luna menggigit bibirnya berharap yang dia lihat benar-benar seorang manusia asli.

“Sini masuk sayang!” panggil Rhea.

Mereka langsung menuju ke lantai dua. Nanny bilang kamar anak kosan ada di lantai dua.

“Ada berapa penghuni di sini semuanya Nanny?” tanya Rhea.

“Bersama denganku dan Luna semuanya ada enam orang.” Jawab Nanny. “Namun semuanya berusia di atas Luna.

“Apa anda memiliki seorang cucu perempuan?” tanya Luna. Dia ingin memastikan sesuatu. Dia berharap apa yang ada di pikirannya salah.

“Aku punya cucu.” Jawabnya Nanny. Luna tersenyum senang mendengarnya. Syukurlah yang dilihat di jendela tadi adalah nyata. “Namun cucuku kini berada di Belanda. Hanya aku saja yang tinggal di sini.”

Deg...

Muka Luna langsung berubah menjadi pucat pasi. Jika semua cucu Nanny ada di Belanda. Siapa yang dia lihat di jendela tadi? Dengan gugup dia melanjutkan berjalan. Saking ketakutannya dia tidak sadar jika di depannya ada seseorang yang sedang berdiri.

Dug...

Muka Luna menabrak seseorang. “Awww!” pekiknya. Dia melihat ke depan. Matanya langsung membulat dia mengingat sosok di depannya. Sosok yang kala itu menolongnya keluar dari kamar mandi siswa saat dia dikurung oleh teman-teman satu sekolahnya. “Galang?”

Galang menyipitkan matanya. Mencari informasi siapa gadis yang memanggil namanya. “Ahhh! Kamu gadis SMA yang waktu itu terkunci.”

Luna mengangguk. “Sesuai janji aku berhasil masuk ke sini.”

“Hebat sekali!” ucapnya antusias. “Apa kamu akan tinggal di sini juga?”

“Iya, mulai hari ini aku akan tinggal di sini,” jawab Luna.

Rhea, Dimas dan Nanny memperhatikan mereka. “Kalian saling kenal?” tanya Nanny.

“Aku bertemu dengannya saat mempromosikan kampus di sekolahnya dahulu,” ucap Galang. “Dia benar-benar hebat bisa masuk ke kampus yang sama denganku.”

“Temanmu sayang? Siapa dia?” Rhea memotong pembicaraan mereka. Dia penasaran siapa lelaki yang mengenal putrinya, katena selama ini Luna tidak pernah menceritakan tentang teman-temannya sama sekali.

Tanpa basa-basi Galang mencium punggung tangan orangtua Luna. “Selamat siang. Namaku Galang. Dulu aku kakak kelas Luna, kemudian kami berkenalan suatu hari saat aku berkunjung ke sekolahnya ketika sudah masuk kuliah.”

Rhea tersenyum. “Aku bersyukur ada yang mengenal putriku di sini. Tadinya aku khawatir dia akan kesepian.”

“Kebetulan kita di depan kamar Luna,” Ucap Nanny. “Bagaimana jika kita mengobrol di dalam.

Luna mundur. Dia merasakan ada sesuatu di balik pintu kamarnya. Dia langsung mengingat lagi posisi rumah ini. Mata Luna langsung melebar, kamarnya adalah ruangan tempat dia melihat gadis kecil di jendela tadi.

Nanny membuka pintu kamar Luna perlahan. Benar saja. Di dalamnya sudah berdiri gadis kecil tadi. Seperti boneka hidup. Wajahnya sangatlah lucu dan cantik. Matanya berwarna biru. Dia menatap Luna dalam-dalam seakan tahu bahwa Luna bisa melihatnya.

Tiba-tiba saja sebuah bola menggelinding ke lantai. Muka Luna langsung berubah menjadi pucat pasi. Sosok gadis kecil di depannya adalah hantu tanpa kepala.

“Ahhhhhhh...!”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status