Catur Rogo

Catur Rogo

By:  Triana Dewi1403  Ongoing
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
10
2 ratings
34Chapters
2.7Kviews
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
Leave your review on App

Catur rogo dalam bahasa jawa catur bisa digunakan untuk nama anak keempat, atau berarti empat, dan rogo memiliki arti tubuh. Cerita ini mengisahkan empat pemuda dengan kekuatan istimewa berusaha mengalahkan kejahatan. Satu persatu rintangan berhasil dihadapi. Hingga mereka harus menemukan dua orang lainnya untuk mengmpulkan kekuatan. Setelah bertemu, takdir tak berjalan mulus. Penghianatan hadir membuat kekalahan pada pihaknya. Mereka harus terpincang menghadapi musuh yang tak sepadan. Dengan kelicikan mereka mengecoh lawan, meski harus mengambil janji kegelapan akhirnya mereka menang. Namun, takdir tak seperti yang mereka harapkan. Ada hal yang harus dibayar mahal, bahkan lebih mahal dibandingkan kekayaan.

View More
Catur Rogo Novels Online Free PDF Download

Latest chapter

Interesting books of the same period

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments
user avatar
Lanlia
Avvv, Keren banget. Semangat untuk Authornya.........
2021-10-27 17:05:18
4
user avatar
febbyby17
Yuhuu! ehem! tinggalkan jejak dulu
2021-10-24 19:16:42
4
34 Chapters
Diikuti
"Gue ngerasa ada yang beda semenjak kita pulang dari gedung terbengkalai. Iya enggak, sih?" Raut wajah serius ditunjukkan pemuda dengan alis tebal. Tatapan tak suka terpancar dari lawan bicaranya yang sedang sibuk memakan mi. "Asep bilang enggak ada apa-apa, 'kan? Jangan parnoan. Lo udah duapuluh tahun masa takut sama setan," omel Mahes yang paling sebal jika sifat penakut Bagas muncul. Badan besar dengan sedikit otot tak membuat Bagas berani dan ketakutannya hilang. Dibalik wajah tampan dengan sifat humoris tersimpan jiwa penakut yang sudah mendarah daging dan sulit dihilangkan. Mungkin karena selama ini ia hidup dikelilingi tiga pria membuatnya terbiasa untuk dilindungi membuat sifat penakutnya enggan menghilang. Terlepas dari itu, bukankah setiap manusia wajar bila memiliki rasa takut meski berlebihan? Asal rasa takut tak membuatnya hilang kewarasan. "Takut mah takut aja, enggak ngaruh sama umur," ujar Bagas tak terima dibilang penakut. Seba
Read more
Masalah Baru
Mentari mulai meredupkan sinarnya, awan-awan kelabu menyelimuti. Angin berembus cukup kencang, debu-debu berterbangan. Raut wajah bosan menghias wajah tampan yang dihiasi alis tebal dengan hidung bangir. "Mendung, semoga enggak hujan. Beberapa minggu ini kita sepi bahkan beberapa hari kebelakang kita belum menjual apapun." Helaan napas kasar terdengar cukup nyaring di sore yang tak bersahabat itu. Biasanya ia tak suka mengeluh. Entahlah, akhir-akhir ia sangat berbeda. "Namanya juga jualan, ada sepi ada ramainya. Gue jamin malam minggu besok bakal ramai. Teman-teman gue bilang mau borong," ucap Bagas menghibur Taksa. "Lagian gak biasanya lo gitu. Lagi ada masalah?""Biasa, urusan dia lagi. Padahal udah jelas gue enggak akan usik milik dia." Helaan napas kasar terdengar, wajah yang biasanya berseri kini sedang meredup. Ia memaksakan senyum untuk terlihat seolah baik-baik saja. "Sa, bukannya mau ikut campur. Tapi, itu hak lo, dia gak berhak apa-apa. Bah
Read more
Membuka Hal Istimewa
Mereka sampai sore hari tepat sebelum hujan turun. Perjalanan panjang dengan jalan bebatuan membuat tubuh mereka terasa letih. Meski sudah tidur di mobil tetap saja tubuhnya tak merasa lebih baik. Namun, senyum ramah mereka dapatkan dari pasangan suami istri yang Seto maksud. "Kalian ini memiliki kekuatan besar kenapa masalah sepele seperti ini harus jauh-jauh ke sini. Padahal kalian bisa menyelesaikannya sendiri," tutur Paklik Seto saat mereka sedang duduk di ruang tamu dengan asap mengepul dari gelas berisi teh yang disugukan tuan rumah. "Maksudnya bagaimana, Pak?" tanya Asep penasaran. "Sudah waktunya yang tertidur dibangunkan. Enggak baik terus-terusan tak digunakan. Sebuah keistimewaan akan tetap istimewa bila digunakan dengan benar. Namun, akan sia-sia bila tak digunakan. Kalian sudah mampu mengendalikan dan tak ada kesempatan untuk menghindarinya." Keempatnya menyerngit herat. Sementara Seto mencoba mengartikan ucapan Pakliknya. Ia perna
Read more
Keistimewaan Taksa
Sepulang dari tempat paklik Seto, keadaan kembali seperti semula. Tidak ada gangguan, pun kecurangan karena telah dibersihkan. Distro kembali ramai, tetapi Taksa menjadi orang yang berbeda dari sebelumnya. Lebih banyak diam dan enggan tersenyum, hanya senyum palsu karena tuntutan agar pembeli menganggapnya ramah. Bagas, Mahes, dan Asep tak mempersalahkan hal itu. Bagi mereka jika Taksa sudah siap, pasti ia akan menceritakan alasannya. Sebab sebelumnya, saat ada masalah ia selalu seperti itu. Bagi Taksa biarlah ia yang menganggu masalah sendiri, sahabatnya tak perlu ikut menanggungnya. Meski hal itu tak akan terjadi, Bagas, Mahes, dan Asep akan selalu ikut memikul beban yang sama pada akhirnya.  Belakangan Taksa sering melamun dan tak fokus. Pekerjaannya pun berantakan, untung saja hal itu bisa ditangani Mahes dan Asep. Sementara Bagas, bisnis bukanlah keahliannya. Asep melihat hal aneh pada Taksa. Ia sangat ingin menanyakannya, tetapi bingung bagaimana memulai hal itu.
Read more
Astral Projection
"Apa yang terjadi, Pak?" tanya Taksa dengan raut wajah khawatir. Bagaimana tak khawatir, saat ini Bagas tak sadarkan diri. Ia merasa bertanggungjawab atas keadaan Bagas sekarang. Bagaimana pun ia yang tertua dan orang tua Bagas sudah memasrahkannya tanggungjawab itu.  "Tidak apa. Ia baik-baik saja saat ini. Sebaiknya kita segera menuntunnya pulang." Setelah mengecek keadaan Bagas. Pak Kiai beranjak dan meminta segelas air putih.  Di atas tempat tidur terbaring tubuh Bagas yang terlihat seperti sedang tidur. Namun, bukan itu yang sebenarnya terjadi. Tubuh itu sudah tiga hari menutup mata dan tak dapat dibangunkan. Ia masih bernafas, tetapi tak merespons. Suara gaduh, menggoyang-goyangkan badannya tak berpengaruh sama sekali. Hal itu membuat Taksa, Mahes, dan Asep khawatir. Sudah manggil dokter. Menurut penjelasannya Bagas sehat, tidak ada gangguan medis atau apapun itu. Bukankah itu aneh?  Mereka akhirnya bercerita pada Seto dan ia kembali menya
Read more
Kemampuan Mereka
Darah ada di mana-mana, seseorang tergeletak tak berdaya, di tangannya mengenggam sebuah kalung. Di hadapannya ada sesesok pria berperawakan tinggi. Terdengar tertawa puas karena melihat kondisi orang di hadapannya. Wajah pria itu tak terlihat samar, lalu perlahan-lahan hitam. Mahes memegang kepalanya yang serasa mau pecah karena rasa pusing menyerang dengan cukup parah. "Apa ini? Enggak. Enggak mungkin. Pasti cuma halusinasi," gumamnya sembari melepas genggamannya pada sebuah kalung. Lalu, sebuah tepukan di pundak membuat pria itu terkejut dan sedikit berjingkat. "Hes, lo kenapa? Sakit?""Hah, eh, enggak papa," jawabnya gelagapan dan bersikap biasa. Rasa pusingnya hilang sesaat ia melepaskan kalung itu. Dari arah belakang muncul Asep dengan ekspresi yang membuat Mahes langsung menundukkan kepalanya. Sementara itu, Bagas memandang acuh tak acuh dan memilih duduk untuk memakan sarapan yang sudah di siapkan. Mahes mengambil sendok dan memakan sarapanny
Read more
Mediumship
Hari ini distro cukup ramai. Hal itu membuat Taksa, Mahes, dan para karyawan kelelahan. Karenanya Taksa memutuskan menutup distro lebih cepat karena nanti malam adalah jadwal mereka membuat konten. Berarti Taksa, Asep, Mahes, dan Bagas akan tidur pagi. Setidaknya sekarang ia bisa beristirahat barang sejenak sembari menunggu Bagas dan Asep pulang. "Sa, gue mau ngomong serius," ucap Mahes di sela kesibukannya menyiapkan kamera dan beberapa barang lainnya untuk keperluan mengambil video nantinya.  "Ngomong aja." "Entah gambaran masa lalu atau sebatas mimpi, gue lihat bangunan. Rumah tua, tempat di mana kalung itu bersimbah darah." Taksa mengerutkan dahinya dan membuat alisnya menukik ke bawah. Ia merasa ada yang aneh dari ucapan Mahes.  "Rumah tua? Di depannya ada pohon besar bukan? Jendelanya besar-besar, model lawas pokoknya," papar Taksa sembari mengingat-ingat gambaran rumah yang mungk gkin dimaksud Mahes.  "Lo dapat pengel
Read more
Rumah Tua
"Bukan mirip lagi, Sa, tapi ini yang gue lihat," ujar Mahes lalu keempatnya turun dari mobil.  Keempat pemuda itu langsung bergegas pergi ke rumah tua sesuai petunjuk yang dikatakan oleh orang tua mereka. Tanpa membuang waktu setelah persiapan untuk tinggal beberapa hari di sana mereka langsung berangkat. Meninggalkan distro kepada Seto--karyawan kepercayaan mereka--agar tetap buka dan tak tutup meski ditinggal keempatnya.  Di sinilah mereka sekarang, di halaman rumah tua bergaya klasik. Halamannya cukup luas dengan ditumbuhi banyak pohon besar, meski begitu tak ada satu pun daun yang terlihat berserakan. Rumah itu tampak dirawat baik, seperti itulah yang diperkirakan mereka. Catnya berwarna putih sedikit pudar, mungkin meski terawat tak dicat ulang, atau luntur karena air hujan.  "Kita masuk?" tanya Bagas menoleh pada kakak-kakaknya. Ia merasakan takut, tapi juga senang. Itung-itung liburan.  "Entah kenapa perasaan gue enggak
Read more
Keris dan Gadis Cantik
"Kita tidak bisa biarkan ini terus berlanjut." Sosok pria berusia sekitar lima puluhan dengan kumis cukup tebal bersuara di tengah tengangnya suasana.  "Kita tidak boleh gegabah. Bukan hanya soal kita, tapi keluarga akan jadi taruhannya. Bukan kah kita tahu bahwa dia tak memiliki hati," ucap seorang pria berusia sekitar empat puluh lima tahun yang membawa mengambil teh hangat di atas meja lalu menyeruput perlahan, uap panas masih mengepul menandakan panasnya suhu teh itu.  Lelaki dengan rambut beruban menunjukkan raut khawatirnya. Ia merasakan hal buruk, ada gambaran yang cukup menghawatirkan ia dapatkan. "Aku rasa tiada guna menunda serangan. Sebab kita sudah cukup banyak menyebabkan kekacauan pada pihaknya. Ditambah kita sudah menyingkirkan guru besar. Jadi kita harusnya bersiap dan mengumpulkan kekuatan."  Semua orang yang ada di sana menatapnya lekat. Seoalah menyadari bahwa akan ada kejadian buruk yang terjadi. Saling berpandangan dan meng
Read more
Pemilik Keris
Dalam dinginnya hujan, sore itu sepasang netra hitam dengan tahi lalat di bawah mata menampilkan senyum mengembang. Sang pemilik alis tebal sibuk memperhatikan sebuah gambar di kamera. Sangking fokusnya sampai-sampai tak menyadari masuknya Taksa setelah mengetuk pintu cukup lama dengan membawa buku yang sebelumnya ia temukan. Dahi Taksa berkerut saat melihat Asep senyum-senyum menatap kameranya. Apakah sebagus itu hasil foto yang ia miliki sampai segitunya? Dan tak mendengar ketukan pintu. Begitu pikir Taksa.  "Ngeliatin apa? Awas kesambet," guyon Taksa dan menyenggol lengan Asep. Hampir saja karena terkejut kamera yang dipegang Asep terjatuh.  "Woh, eh. Apaan, sih, lo. Ganggu aja," ujar Asep dengan nada sedikit jengkel seraya tangannya meletakkan kamera itu pada tas kamera."Untung enggak jatoh. Kalau jatoh gue minta ganti yang lebih mahal baru tahu rasa, lo." "Apaan, tuh, yang lo bawa? Kuno amat," ucap Asep melupakan tentang kameranya. 
Read more
DMCA.com Protection Status