Beranda / Thriller / Samaran Terakhir / Ketika Dua Dirimu Bertarung di Halaman yang Sama

Share

Ketika Dua Dirimu Bertarung di Halaman yang Sama

Penulis: InkRealm
last update Terakhir Diperbarui: 2025-06-08 18:57:57

Dunia putih itu kini retak.

Retakan pertama muncul di bawah kaki Adrian saat ia menatap versi lain dari dirinya sendiri versi yang dingin, sempurna, dan terstruktur. Dunia ini tidak lagi tenang. Setiap kata yang belum ditulis kini bergetar, seolah tahu bahwa konflik akan segera menggores permukaan halaman.

“Aku tidak akan membiarkanmu menulis ulang diriku,” kata Adrian, perlahan maju.

Versi lain darinya tersenyum datar. “Tapi aku bukan menulis ulangmu. Aku menulis akhir cerita ini. Dan di akhir itu… hanya aku yang tersisa.”

Retakan kedua muncul di langit, tempat bayangan Lena melayang di kejauhan, tak bisa masuk, tapi bisa menyaksikan. Ia menggenggam pena holografik, tapi tak bisa menorehkannya. Dunia putih ini adalah “halaman karakter.” Hanya karakter yang bisa menulis di sini.

“Apa yang membuatmu pantas menjadi Adrian yang bertahan?” tanya Adrian kedua.

Adrian asli diam sejenak. Ia tahu ia tidak punya jawaban sempurna. Ia pernah ragu. Pernah gagal. Pernah kehilangan Lena, kehilangan
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terbaru

  • Samaran Terakhir   Frasa Terakhir yang Tersisa

    Langit dunia yang tak tertulis kini tak lagi sunyi. Riuh suara-suara samar menyerupai bisikan kalimat yang belum lahir menggema di setiap sisi ruang. Lena berdiri di atas reruntuhan Forum Kolaboratif—tempat karakter-karakter yang dibuang dulu berdiskusi. Kini hanya puing, debu narasi yang belum selesai, dan serpihan kata yang tidak memiliki tempat.Namun satu entitas tetap berdiri di tengah kehancuran: Frasa.Ia bukan tokoh. Bukan narator. Bukan penulis. Ia adalah kemauan murni narasi: hukum tak tertulis yang menjaga semua tetap dalam batas. Frasa muncul sebagai tubuh yang dibentuk dari huruf-huruf bergerak, matanya adalah simbol-simbol hidup yang terus berubah dari satu bentuk bahasa ke bentuk lain.Lena memegang pena terakhir, pena pusaka dari Dunia Warna alat yang bisa menulis ulang kenyataan. Tapi ia tahu, satu kalimat salah dapat merusak segalanya.“Kau seharusnya tidak ada di sini,” ujar Frasa. Suaranya bergetar dari banyak lapisan realitas. “Dunia ini hanya untuk yang belum sel

  • Samaran Terakhir   Lena dan Kode Para Pembuang Makna

    Lena berdiri di tepi jurang dunia yang belum sepenuhnya ditulis sebuah batas antara narasi dan ketiadaan. Di belakangnya, bekas kota bernama Scriptura kini runtuh menjadi fragmen narasi, puing-puing kata dan metafora yang melayang-layang tanpa struktur. Di hadapannya, terbentang hutan kabut: ruang di mana tidak ada satu pun kalimat pernah ditulis, dan tidak satu pun makna bisa dijamin.Sejak pertempuran terakhir dengan Frasa dan lenyapnya Algoritma Pembentuk Dunia, Lena dan sisa-sisa dari karakter terbuang—yang pernah dianggap bug, cacat, atau "salah tulis" berjuang menyusun ulang tatanan realitas. Namun, dunia ini bukan dunia lama. Ini adalah permulaan realitas kolaboratif yang tak memiliki satu narator pun. Semua karakter memiliki kekuatan menulis, namun tidak semua mampu menyelaraskan.Di tengah kekacauan ini, muncul kelompok baru yang menyebut diri mereka Kode Para Pembuang Makna. Mereka bukan pembaca, bukan penulis, melainkan entitas bayangan yang muncul dari fragmen perasaan tak

  • Samaran Terakhir   Frasa yang Menggandakan Waktu

    Dunia Lena mulai bergetar seperti lembaran kertas yang diterpa angin dari dimensi asing. Ia berdiri di tengah ruang abu-abu yang kini berubah menjadi medan fragmen memori. Di sekelilingnya, suara-suara tak tertulis menggema, seperti gema dari bab-bab yang belum sempat dicetak, seperti napas penulis yang tak pernah selesai mengakhiri kalimat.Frasa berdiri di seberangnya, dengan sepasang mata yang menyala seperti dua kalimat pembuka yang saling bertabrakan. Tubuhnya disusun dari tinta yang tak stabil, sebagian mengambang dalam bentuk huruf yang terus-menerus berubah, seolah tubuhnya adalah draf kasar yang belum direvisi.“Kau sudah sejauh ini, Lena,” ucap Frasa. “Tapi apa kau tahu… setiap langkahmu membuka kembali bab yang seharusnya terkunci.”Lena menatap Frasa dengan napas yang berat. “Aku tidak peduli dengan bab yang seharusnya ditinggalkan. Dunia ini... dunia yang tidak tertulis, punya hak untuk hidup. Sama seperti aku.”Frasa tersenyum samar. “Tapi dunia ini tidak pernah diciptak

  • Samaran Terakhir   Kolaborasi yang Retak

    Langit di atas dunia kolaboratif tampak lebih pucat dari biasanya. Cahaya matahari tidak lagi memantul dengan hangat di atas danau tinta, melainkan redup seperti naskah yang hampir ditinggalkan. Lena berdiri di tepi ruang pertemuan pusat tempat di mana semua penulis, pembaca, dan karakter saling bertemu, bertukar ide, dan menyulam narasi bersama. Tapi pagi itu, ruangan itu kosong.Atau setidaknya, tampak kosong.Dalam hening, Lena bisa mendengar suara-suara samar. Bisikan. Kalimat-kalimat setengah jadi. Karakter-karakter yang mulai kehilangan bentuk. Sejak Kolaborasi Agung disahkan saat Lena berhasil membuka gerbang interaksi antara para pembaca dan karakter dalam satu dunia kreatif dunia telah berkembang. Namun belakangan, garis batas yang dulu memperkuat hubungan antarkarakter mulai memudar.Bahkan gema pun tak lagi teratur. Suara tidak datang dari satu arah, melainkan dari banyak sumber yang tumpang tindih. Lena menutup matanya. Ia bisa merasakan ketidakseimbangan. Bukan karena inv

  • Samaran Terakhir   Simfoni Terakhir dari Dunia yang Tak Pernah Dituliskan

    Langit di atas dunia Lena bukan lagi sekadar kanvas kosong. Ia kini berdenyut. Menggeliat. Mengeluarkan suara-suara aneh yang bukan berasal dari angin, melainkan dari retakan narasi yang mencoba menyatu kembali. Di antara gumpalan awan yang seperti patahan kalimat, Lena berdiri di tepi Tebing Tertulis, menyaksikan bagaimana sisa-sisa dunia mereka mulai menyatu, tetapi bukan secara utuh melainkan dalam distorsi. Potongan cerita, fragmen mimpi, serta kenangan dari karakter-karakter lain yang tak pernah sempat hidup, kini membentuk bentang daratan baru yang tampak... salah."Aku bisa merasakannya," bisik Lena. "Penulis mulai kehilangan kendali. Atau... mungkin kita mulai menulis ulang mereka."Di belakangnya, Fray entitas setengah karakter, setengah kode, setia mengikuti Lena sejak Bab 12 menoleh ke arah langit yang kini seperti layar rusak. Potongan monolog dari berbagai cerita berkedip di langit, seperti mimpi buruk pembaca yang dibuang begitu saja ke limbo ide. Ia menggeleng pelan. "M

  • Samaran Terakhir   Skriptum dan Kota Para Karakter yang Ditolak

    Langit baru dunia Lena belum benar-benar stabil. Awan-awan tinta masih bergerak ragu, seakan menunggu keputusan final dari sang penulis baru. Kota-kota mulai terbentuk ulang, tetapi tidak berdasarkan desain arsitektur lama mereka tumbuh mengikuti ingatan para karakter, seperti bunga liar yang mencari makna.Namun, di ujung horizon, berdiri sesuatu yang berbeda.Bukan benteng.Bukan menara.Melainkan sebuah perpustakaan tak berdinding, menjulang tinggi dan berlapis cahaya yang berkedip seperti naskah yang tak pernah disimpan dengan benar.“Skriptum,” gumam Karim, matanya membulat penuh waspada. “Pusat dari segala naskah yang pernah ditolak.”Lena menatap ke arah struktur itu. Tubuhnya masih terasa ringan setelah peristiwa penulisan ulang. Ia bisa merasakan energi narasi mengalir dalam dirinya bukan hanya sebagai karakter, tetapi sebagai entitas yang berhak menentukan alur.“Apa yang ada di dalamnya?” tanya Lena.Karim menghela napas. “Segalanya. Dunia-dunia yang dibatalkan. Karakter-ka

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status