Semua bawahan Hong Qi terbangun saat mendengar bunyi genderang pemberitahuan tanda darurat. Hong Qi juga keluar dari kediamannya dengan kegeraman melihat wilayahnya telah terbakar.
“Tuan, kau tidak apa-apa?”
“Padamkan semua apinya! Jangan hanya melihatku!” teriak Hong Qi memelototi bawahan yang berada di sampingnya.
Para bawahan yang memadamkan api di beberapa tempat kewalahan karena kobaran api telah membesar dan merayap ke tempat lain.
Di dalam kurungan kayu, kobaran api itu terpantul di dalam manik hitam Zhang Yuan. Dia tersenyum bagaikan melihat harapan besar di depan mata. Apalagi kedatangan seorang bawahan Hong Qi yang telah membuka pintu kurungan membuat Zhang Yuan berdiri dan bersiap untuk menjalankan rencananya.
Para tahanan dikeluarkan dan diperintah untuk memadamkan api secepatnya. Zhang Yuan berlari d
Rencana penyelamatan diri yang berakhir sia-sia. Bukan hanya badan yang terasa sulit, tapi tangan juga terasa mati rasa saat hendak menggerakannya. Dia berteriak kesal saat menyadari tangannya sudah tak bisa digerakkan lagi, tapi teriakkannya segera terhenti saat dahan kering menunjukkan tanda-tanda patah. Sekarang ini bukan hanya menjadi cacat, tapi sebentar lagi dia akan menjadi arwah gentayangan di bukit itu. Tinggal menunggu seberapa kuat dahan kering menahan tubuhnya agar tidak terjatuh ke bawah sana. Baru saja memikirkannya, dahan kering telah patah dan membuat tubuhnya jatuh begitu saja ke bawah. Dia tersenyum karena akhirnya bisa terbebas dari penyiksaan dunia dan sebentar lagi akan berkumpul bersama dengan keluarga yang lain. Hal pertama yang dirasakan adalah bagaimana tubuhnya terhantam dahan pohon yang keras, lalu tak ada lagi yang terpikirkan atau ta
“Apa yang terjadi denganku? Siapa kamu?” “Tenanglah, Nak. Jangan paksakan dirimu. Aku Wang Yi, pemburu yang tak sengaja menemukanmu di dalam hutan.” Zhang Yuan terdiam. Dia mengingat kejadian sebelumnya yang sangat mustahil untuk mendapatkan kesempatan hidup lagi. “Kenapa denganku? Kenapa aku tak bisa merasakan tangan dan kakiku?” tanya Zhang Yuan sekali lagi dengan mencoba menggerakkan tubuh tapi hanya mendapatkan rasa sakit yang hebat di badannya. Dia mengerjap sekali lalu melirik ke sekitar dan hanya melihat kain perban putih yang membungkus dirinya seperti kepompong. “Apa yang kau lakukan padaku?” tanya Zhang Yuan panik. “Anak muda, banyak tulang-tulang di tubuhmu patah. Aku melakukan ini untuk membantumu. Sebenarnya apa yang terjadi padamu, siapa yang menyebabkan penderitaan ini
Zhang Yuan terdiam, dari ekspresi wajah kakek Wang Yi jelas terlihat kalau hal ini sangat serius. Zhang Yuan juga tak ingin hal itu berlaku pada dirinya sementara orang lain berusaha menyembuhkan dia. Dalam diamnya hanya bisa menerima suapan ramuan pahit itu masuk ke dalam mulut. Anggap saja setiap tegukkan yang masuk adalah arak yang memabukkan. “Sebenarnya ada yang ingin aku tanyakan padamu, Nak,” ucap Wang Yi mengisi keheningan suasana di saat itu. “Apa, Kek?” “Siapa sebenarnya kamu? Kenapa kau bisa menyimpan buku taktik perang?” Mata Zhang Yuan memaku. Bukan karena rasa penasaran akan identitasnya, tapi karena mengetahui kalau buku yang sempat dianggap remeh olehnya ternyata adalah buku taktik perang. Matanya berkaca-kaca mengingat sosok sang ayah yang kejam ternyata memberikan
“Bersyukur karena sekarang kau sudah bisa duduk dibandingkan dengan berbaring di tempat tidur,” lanjut kakek Wang Yi mengetuk kesadaran Zhang Yuan tentang perkembangan kesehatannya yang sudah lebih baik dari sebelumnya. “Kakek, lenganmu berdarah. Apa yang terjadi?” Wang Yi tertawa kecil mengatakan kalau itu hanya noda darah dari hewan yang dia buruh. Dengan alasan itu, dia cepat keluar dan menggantikan kembali kain perban yang membungkus di lengan lalu mengoleskan ramuan obat ke luka yang menggores seperti cakaran hewan buas. Mencari ramuan obat untuk Zhang Yuan bukanlah muda, kadang dia harus menuruni tebing dan berhadapan dengan hewan buas di dalam hutan hanya untuk mencari salah satu resep dari ramuan obat itu. Setiap harinya, saat membuka mata, Zhang Yuan selalu mengingat sudah berapa lama dia dirawat dan sampai kapan lagi dia harus b
Zhang Yuan yang mendengar perkataan itu membenarkan apa yang dipikirkan kakek Wang Yi. Kalau saja dia bisa seperti kakaknya atau setidaknya memiliki kemampuan dan pengetahuan tentang militer, mungkin saja seluruh keluarganya tak akan dieksekusi dengan alasan pengkhianatan terhadap kerajaan. Wang Yi yang mendengar hal itu malah tercengang, sebab sepengetahuannya jenderal besar Song yang telah mengabdi sekian tahun adalah pribadi yang telah diakui kesetiaannya oleh kaisar terdahulu. Bukan hanya itu saja, seluruh rakyat bahkan tahu tentang kesetiaannya yang mengorbankan diri sendiri menjadi tameng bagi kaisar saat peperangan dengan dua kerajaan untuk merebut hak kekuasaan mengendalikan tiga kerajaan. Mendengar cerita dari kakek Wang Yi di mata para rakyat, timbul kebanggaan dari dalam hati Zhang Yuan. Dia bahkan berpikir bagaimana mungkin seseorang yang telah mengorbankan nyawa untuk kerajaan bisa m
Rasa sakit kembali mengingatkan perkataan ibunya kalau semuanya akan baik-baik saja. Adegan di mana kakinya harus dirawat karena berlutut di lapangan militer sang ayah. “Apa yang kau lakukan, Zhang Yuan?” “Kakek Wang, aku bisa merasakan sakitnya.” Wang Yi menatapnya keheranan sebab orang yang kesakitan bukannya merintih malah tersenyum. “Astaga, apa kau sudah gila,” gumam Wang Yi membuka kembali perban di kaki Zhang Yuan dan merawat luka baru lagi. “Kata ibuku, kalau masih merasakan sakit maka semuanya akan baik-baik saja,” ucap Zhang Yuan mempertahankan senyumannya. “Benar sekali. Ini adalah pertanda bagus, perkembangan pemulihanmu sangat cepat.” “Kakek, apa sebelumnya kau seorang tabib terkenal?”
Dari dua kalimat di atas hanya satu kalimat yang dia mengerti, tapi kalimat yang kedua sama sekali tidak bisa dia pahami. Lembaran yang kedua berisi tentang lima strategi inti taktik perang. Setiap strategi inti memiliki banyak taktik yang dijabarkan secara panjang lebar. Bahkan harus menghabiskan sepuluh lembar hanya untuk satu inti taktik saja. Bukannya tidak paham dengan apa yang ditulis, tapi Zhang Yuan yang tidak terlalu suka membaca dan belajar merasa bosan jika harus berlama-lama menatap tulisan. Namun kali ini berbeda, tulisan ayahnya menjadi semangat untuk mendorong diri agar membaca semua yang tertulis dan mendengarkannya pada kakek Wang Yi. Sementara Zhang Yuan membaca, Wang Yi sepertinya tidak memedulikan suara Zhang Yuan. Dia hanya sibuk mengangkat potongan kayu dan membelanya dengan kapak. “Kakek Wang, apa kau mendengarkanku?
Wang Yi panik dan mendekati Zhang Yuan, tapi hal yang tak terduga membuatnya tersungkur ke tanah. Ternyata Zhang Yuan hanya berpura-pura dan mendorongnya. Zhang Yuan berdiri dan tertawa keras sebab rencananya telah berhasil. Sejak penyerangan tadi, dia tahu kalau kakek Wang sama sekali tak ingin menyakitinya, apalagi tendangan di bidang datarnya sama sekali tidak sakit. Jadi dia menggunakan kesempatan ini agar kakek Wang menurunkan kewaspadaannya. “Memanfaatkan emosi untuk mengalahkan lawan. Sangat cerdik!” “Jadi, aku sudah boleh pergi?” “Pergilah.” Zhang Yuan kegirangan akhirnya bisa mendapatkan kebebasan, ditambah lagi ini pertama kalinya dia mengalahkan lawan dan diakui oleh lawan. Setelah berpamitan, dia turun dari gunung dengan membawa beberapa pakaian dan hasil buruan. Namun baru saja memasuki hutan, dia telah kehilangan arah