Beranda / Fantasi / Sang Penakluk Kiamat / Saran dari masa depan

Share

Saran dari masa depan

Penulis: BlackRoby
last update Terakhir Diperbarui: 2022-07-27 12:27:29

Pengalaman bertarung selama lima tahun masih melekat dalam benak, yang hilang hanyalah stamina dan kekuatan untuk mengeluarkan potensi sejatinya. Daya serang dan kecepatan...,

“Kuhh! Rasanya aku seperti terjebak di dalam lumpur, pukulan juga tendanganku menjadi lambat.”

Pasti karena tubuh yang sama sekali belum terlatih ini. Saat kiamat terjadi, berlari adalah hal yang harus di lakukan demi mempertahankan hidup secara naluriah, tanpa sadar hal itu seperti memupuk kekuatan diri.

“Tanpa di sadari staminaku mulai meningkat, ketahanan tubuhku pun sama. Di dunia yang kesulitan untuk beradaptasi itu, aku di tempa untuk menjadi kuat.”

“Sekarang aku memiliki kesempatan yang lebih baik, aku tidak boleh menyia-nyiakannya. Aku akan berlatih untuk melampaui batasanku di kehidupan yang sebelumnya.”

“Baiklah! Itulah rencananya. Sebaiknya kita mulai dengan pergi ke Gym.”

Muscle Gymnasium, tempat itu cukup besar dan letaknya juga tidak terlalu jauh dari rumahku. Dulu aku tidak pernah mengunjunginya, melihat bentuk tubuhku sekarang..., tidak heran jika seseorang menganggap ini menyedihkan.

‘Bag! Bug! Dass!!’

Pukulan demi pukulan yang kulayangkan pada samsak tinju mengeluarkan suara yang cukup keras, tapi jelas ini sama sekali belum cukup.

“Kawan, aku melihat kemampuanmu. Kau cukup baik, mau sparring?”

Aku memutar leher ke kiri untuk melihat asal suara itu, yang ku temui adalah sosok pria kekar yang nampak menggilai pertarungan.

“Hehe..., apa aku membuatmu terkejut?”

Pria itu menyeringai sambil menunjukkan jempol ke arah wajahnya, Pria yang cukup percaya diri.

“Demian, kau tidak bisa seperti itu, mau ngajak sparring juga harus lihat lawan. Bobot tubuh kalian tidak sebanding,” ujar orang lain yang berdiri di belakangnya, mungkin teman orang yang mengundangku Sparring.

“lihat kaosnya..., bahkan otot di tubuhnya tidak menonjolkan bentuk sama sekali, dan lihat dirimu, kau itu sudah seperti maniak otot.”

Demian, jadi itu namanya. Benar yang di katakan oleh kawan yang berdiri di sampingnya, menyebut Demian sebagai seorang maniak otot tidaklah salah.

Tubuh Demian sudah sangat terlatih, ototnya keras sampai membentuk lekuk yang jelas, perbedaan bobot tubuh kami mungkin berkilo-kilo.

Tapi..., bukan berarti aku tidak bisa mengalahkannya, kan?

“Mau sparring? Boleh saja.”

Keduanya terkesiap menatap ke arahku dengan wajah kebingungan. Apa karena tubuh ini terlihat kurus di mata mereka? Mau bagaimanapun, kurus atau tidak, singa tetaplah singa.

“Kau..., menarik. Namaku Demian, bisakah aku tau namamu, kawan?”

Dia tersenyum, tak tampak raut meremehkan dari wajahnya. Kebanyakan orang yang percaya diri selalu meremehkan lawan yang ada di hadapannya, Demian berbeda, dia bijak. Aku bisa merasakan niat tulus dari senyumnya.

“Vin.”

“Baiklah Vin, melihatmu tidak gentar dengan ajakanku untuk sparring, nampaknya kau bangga akan kemampuanmu, kalau begitu aku ingin melihatnya sekali lagi, teknik bertarung yang kau latih itu.”

Teknik bertarung, kah? Tidak ada sesuatu seperti itu. Di kehidupan sebelumnya tidak ada orang yang mengajari caranya. Baik itu karate, judo, k****u, boxing, atau teknik lainnya.

Yang ku asah selama ini adalah teknik untuk bertahan hidup, yaitu dengan menjatuhkan, mengunci, dan mengakhiri.

Sesuatu yang ku gunakan untuk memastikan mayat berjalan itu tidak merangkak lagi. Tapi..., beberapa dari gerakan itu ampuh untuk melawan manusia.

“Gunakan ini, Vin! Aku takut bertindak berlebihan dan tanpa sengaja mencederaimu. Ini cuma sebuah sparring biasa,” ujar Demian melemparkan sebuah helm pengaman untuk ku pakai.

Memang sih tidak seperti dia sedang meremehkan, tapi rasanya.., di kasihani seperti ini cukup membuat urat di leherku mengencang.

“Kau juga harus mengenakannya, Demian.”

Matanya terbuka lebih lebar, kemudian dia tersenyum.

“Aku mengerti jika kau percaya akan dirimu, namun.., aku hanya ingin sparring ini terasa adil, jika kau tidak menggunakan helm itu. Aku pun tidak akan memakainya,” kataku.

“Hahaha, aku benar-benar tertarik padamu, Vin. Aku menghormati sikapmu.”

Setelah pengaman yang di pasang sudah cukup kencang, demian berdiri di hadapanku menunjukkan kuda-kudanya, dengan tubuh agak membungkuk, kedua tangan bersiap untuk menyerang sembari melindungi di waktu yang bersamaan.

“Kau melatih Boxing? Itu bagus,” pujiku.

“Ahaha, tidak sejauh itu juga,” balasnya.

Kawan Demian bersorak kesal untuk Demian, “Maniak otot bajingan, kau bukan hanya melatih boxing. Bukankah kau juga juara nasional?!”

“Sobat..., jangan dengarkan dia. Aku tidak sehebat itu juga.”

Juara Nasional? Sial..., itu sedikit membuatku gentar akan dirinya. Namun.., jika alasan seperti itu membuatku mundur, rasanya tidak ada gunanya memiliki kesempatan kedua.

“Aku suka tatapan itu, sepertinya kau sudah terbiasa di hadapkan dalam situasi ini.”

Setelah mengernyitkan bibirnya Demian langsung menerjang tanpa keraguan, dia cepat! Itulah yang kupikirkan ketika angin dari pukulannya terasa begitu dekat.

“Uhh! Kau bisa menghindari itu? Penglihatanmu baik sekali Vin!”

Jab beruntun?! Dia mahir, seorang yang baik dalam boxing dapat memberikan pukulan tiada henti, ritmenya teratur dan begitu cepat.

“Ohh.., tidak buruk. Kupikir pukulan pertama yang kau hindari hanya sebuah kebetulan. Tidak kusangka kau cukup ahli, sobat.”

“Terimakasih atas pujianmu,” sahutku.

Susah sekali untuk menangkap tangan seorang petinju, karena setelah pukulan itu melesat akan segera di tarik kembali agar mereka bisa memukul lagi.

“Hei Demian, kelihatannya kau cukup berlebihan, bukan? Kau tidak membiarkan si Vin maju sama sekali.”

Maju? Tidak, itu bukan sebuah pilihan bijak, menangkis serangan itu pun bukan pilihan bagus, dengan otot yang belum terlatih ini, rasanya hanya akan memar jika aku harus menangkisnya.

“Menghindari semua pukulanku? Apa hanya ini yang kau bisa, Vin? Yah..., tapi aku memujimu karena mampu melakukannya.”

“Di bandingkan semua orang yang pernah sparring denganku, kau yang tercepat,” imbuh Demian.

Terimakasih, tapi yang cepat bukanlah tubuh ini melainkan otaknya. Selama otak dapat mengira kemana arah pukulan itu akan pergi, aku cukup menghindari titik pukul sesaat sebelum kau melayangkannya.

“Maniak otot itu memojokkannya, dia benar-benar tidak pandang bulu memilih lawan.”

Sudah mundur sejauh ini, satu langkah lagi maka tali di ring akan menyalami pinggang. Terlebih, tidak menyangka bergerak seperti ini saja membuat nafas menguap.

“Kau sudah mencapai batasmu, sobat?”

Ya, ini adalah kali pertama aku terengah-engah setelah lima tahun, sebelumnya aku tidak pernah merasa seperti ini.

Sudah kuduga, banyak yang harus di perbaiki mengenai tubuh ini.

“Berhentilah mengelak dan tunjukkan padaku seni beladiri apa yang kau pahami, Vin!”

Ah..., serius kau ingin tau? Kau mungkin akan kesal Demian. Akan ku tunjukkan setelah menghindar dari satu seranganmu.

Setelah menghindar berkali-kali, memahami pola serangannya bukanlah hal yang sulit, celahnya terlihat meskipun hanya dalam waktu sepersekian detik. Di situlah kesempatan untuk melancarkan serangan balik.

Masalahnya, apakah aku cukup percaya diri dengan kecepatan tubuh saat ini?

“Sepertinya kau tidak punya cara untuk menang, Vin.”

Pria ini besar, bahkan jika mengerahkan seluruh tenaga dalam satu pukulan hasilnya akan tetap meragukan. Seperti dia tidak akan bergeming oleh lengan yang masih kurus ini.

Tapi manusia mempunyai cara memberikan rasa sakit walaupun hanya dengan menggunakan sentuhan kecil.

“Bersiaplah, Demian!”

Tenaga dalam. Tidak, bukan sesuatu seperti itu, pukulan lembut yang dapat menghancurkan batu hanya ada di dalam novel, dalam kehidupan nyata..., mata dan kepala ini masih belum pernah melihatnya.

Sentuhan kecil yang dapat menyakiti orang lain, sabetan tepat ke arah mata. Baik melakukan secara sengaja atau tidak sengaja, sentuhan kecil saja akan membuat bagian itu merasa perih, bagaimana jika menambahkan beberapa tenaga pada sentuhan kecil itu?

“Arrgh! Mataku!!”

Benar, itu cukup membuat pria yang bahkan hampir sebesar beruang ini berteriak seperti wanita.

“Hei, melakukan tindakan seperti itu adalah curang. Bagaimana bisa kau tidak malu sama sekali?” ujar kawan Demian yang berada di luar Ring, raut wajahnya begitu kesal.

Aku mengerti, curang? Itu di perlukan dalam waktu dua bulan dari sekarang, malu? Perasaan itu harus di buang, bahkan jika dua detik mulai saat ini.

Melihat Demian mundur sembari menutupi wajahnya, bukankah ini kesempatan? Di ingat lagi, sebelumnya dia bilang soal menunjukkan seni bela diri yang ku pelajari. Bukan di pelajari, ini lebih seperti teknik yang di kembangkan sendiri.

Teknik menghabisi zombie, aliran tangan kosong. Apalagi? Tentu saja dua pukulan bersamaan secara langsung tepat di atas telinga.

“Demian!!!” suara teriakan pria di luar Ring terdengar serentak dengan suara pukulan yang ku layangkan.

Wajah Demian memucat, matanya memutih seolah bagian hitam pada matanya itu terbalik ke atas.

Pria yang bersemangat menunjukkan gerakan-gerakan memukaunya, kini tidak bergerak lagi, dirinya berlutut sebelum akhirnya pingsan di atas ring. Teknik yang ku kembangkan selama lima tahun untuk menghadapi krisis itu sebenarnya cukup untuk memecahkan kepala zombie.

Untungnya aku membiarkan dia menggunakan helm pengamannya, jika tidak..., mungkin Demian tidak hanya akan berakhir pingsan, melainkan mengeluarkan darah di sekitar telinganya.

“Demian! Sadarlah bung. Serius kau pingsan oleh pukulan pria ini?”

Ugh..., pria ini? Itu menyakiti harga diriku, kawan. Pria yang tampak lemah memang sukar di hormati, baik sekarang, atau di masa depan nanti.

“Argh! Dimana aku? Apa yang terjadi, Reinhard?”

“Kau pingsan bodoh, kau tidak sadar?”

“Benarkah? Mana mungkin aku pingsan?”

“Aku menamparmu berkali-kali sebelum akhirnya kau bangun. Kau ingin mengelak?”

Dengan tangan memegang kepala dan juga gelengan kuat berkali-kali, bagaimana kau bisa mengatakan bahwa dirimu tidak pingsan. Tapi dapat bangun secepat itu membuktikan kalau tubuhmu bukan hanya besar belaka.

“Apa mungkin pukulanku belum cukup kuat?”

“Vin, sebelumnya kau menggunakan jarimu untuk menyakiti mataku, aku ingat itu. Bagaimana bisa kau melakukan gerakan selicik itu?” ujar Demian mengerutkan dahinya ke arahku.

“Tidak ada peraturan sebelumnya, dan aku tidak menganggap itu sebagai sebuah kelicikan, melainkan sebuah strategi. Lagipula apa yang membuatmu berpikir kalau yang barusan itu adalah pertarungan tinju.”

“Ingat ini Demian, berhentilah berpikir untuk mengikuti sebuah peraturan, karena dalam sebuah pertarungan, menang adalah segalanya. Jika kau menang, kau hidup, dan jika kau kalah, kau mati.”

Demian dan juga pria yang sebelumnya ia panggil Reinhard itu terheran, wajah mereka berkeringat hanya karena kalimat yang baru aku katakan.

“Hei, Vin. Kenapa omonganmu jadi begitu serius? Mengatakan sesuatu tentang hidup mati, sesuatu seperti atlit tewas dalam sebuah pertandingan itu sangat jarang. Aku bukan orang yang akan membunuh lawanku jika aku menang,” jawab Demian.

“Kau punya kekuatan untuk bertahan hidup, Demian. Berhentilah berlatih tinju dan mulai dengan sesuatu seperti senjata. Untuk bertahan hidup, kemahiran dalam tinju saja tidak cukup.”

“Haah?”

“Jika suatu saat kau menemui lawan yang memegang senjata, bagi mereka kau hanya sebuah daging mati. Lagipula, tinju saja tidak akan cukup bagimu untuk menerobos gerombolan itu.”

“Gerombolan apa?” celetup Reinhard.

“Vin..., kau terdengar seperti seorang mafia, kawan.”

“Ingat yang ku katakan hari ini, Demian.”

Aku akhiri pertemuan dengan Demian melalui sebuah tepukan pada pundaknya. Dia orang yang jujur dan berpikiran terbuka, orang yang masih berpikir tentang bertindak dengan adil, orang sepertinya akan sangat langka ketika krisis itu terjadi.

Hanya berharap dia bisa bertahan, jika dia mengikuti saran itu tentunya dia akan sangat terbantu. Demian layak, dia layak menerima sebuah saran dariku. Saran dari orang yang pernah hidup dari masa depan.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Sang Penakluk Kiamat   Menghindari bantuan

    Tengah malam telah terlewati, kabar dari luar yang kami tunggu akhirnya tiba. Melalui radio darurat di tangan Andrew kami berdua berusaha menimbang situasi.‘Semua unit yang berada di luar sana, pihak pemerintah telah membuat keputusan untuk menanggulangi bencana darurat yang kini telah masuk ke level bahaya tertinggi. Bagi semua yang telah bertahan dengan baik di luar sana, cobalah bertahan sebentar lagi.’‘Kami telah mengerahkan unit penanggulangan terbaik untuk membantu kalian keluar dari semua keputusasaan ini, bagi kalian yang mendapatkan pesan darurat ini... Kumpulkan penyintas selamat sebanyak mungkin.’‘Pergilah menuju jembatan yang menghubungkan Brighton dengan Rollinston, kami menunggu di sana. Demi memutuskan mata rantai virus yang menyerang Brighton, kami akan meledakkan setiap jembatan yang menghubungkan kota tersebut.’‘Sebelum jam lima dini hari capailah tempat itu! Demikian pesan Darurat ini kami sampaikan.’‘Zzzzzttt’Andrew yang menyimak pemberitahuan tadi dengan ser

  • Sang Penakluk Kiamat   Pergerakan

    Gawulf mencoba yang terbaik untuk menyamai kecepatan permainan pisauku, kami bertarung seperti dua orang pendekar pedang yang beradu secara intens, bunyi bising pisau yang saling bergesekan membuat orang cemas.Tapi bagiku, suara ini membangkitkan semangat untuk menang. Jika bukan Asmodeus, aku tidak tau apakah akan ada orang lain yang mampu bersaing seperti ini.“Aku bisa beradaptasi dengan permainanmu, meskipun aku mengakui kalau dirimu baik dalam hal ini, tapi sebarapa lama kau mampu bertahan?” tanya Gawulf di sela pertarungan kami.“Aku akan bertahan tak peduli apapun itu, tapi..., kau tidak akan mampu terus beradaptasi.”Aku meningkatkan kecepatan serangan Perlahan-lahan, melihat bagaimana Gawulf mampu terus beradaptasi. Perlahan aku melihat wajahnya mulai meringis, tapi bajingan itu tetap gigih mengikuti pergerakanku.“Kau masih bisa terus meningkatkan kecepatanmu? Pria tampan..., apa pekerjaanmu sebelumnya?”“Apa perlu melakukan percakapan ini? Sebaiknya kau tidak perlu banyak

  • Sang Penakluk Kiamat   Masuk dalam perhitungan

    “Andrew..., aku tidak bisa mengatakan apapun padamu mengenai orang ini. Tapi, karena kita sudah sejauh ini, mari habisi mereka bersama-sama.”Andrew melemaskan tangannya, sembari tersenyum pria itu meringankan ketegangan yang dia rasakan dengan meregangkan lehernya.“Karena para bajingan ini kehilangan banyak jumlah mereka, tentu saja sekarang kelompok ini tidak jadi masalah lagi,” ujar Andrew.Sebaiknya mereka memang benar tidak akan jadi masalah lagi, kalau tidak... Di masa depan mungkin tidak banyak orang yang mampu berselisih dengan mereka, terutama dia yang di kenal sebagai Asmodeus.“Aku mengakui kemampuanmu, Pria Tegap. Caramu bergerak melawan anak buahku sangat jelas, tentunya kau orang yang sangat berpengalaman. Seorang militer? Tidak buruk,” kata Gawulf memicingkan mata.Dia menerka latar belakang Andrew dengan tepat, walaupun mengetahui mengenai hal itu, Gawulf tidak tampak gentar sedikitpun, seperti yang di harapkan dari orang yang akan menjadi penguasa masa depan.Aku har

  • Sang Penakluk Kiamat   Asmodeus

    Tinggal enam yang tersisa, termasuk Hogan dan juga Gawulf. Tapi dengan pertunjukan yang di persembahkan oleh Andrew, orang-orang ini jelas tidak akan maju dengan sembrono.“Tidak! Aku masih tidak mau mati!”Aku tidak mengira Hogan akan begitu ketakutan, dia pergi begitu saja meninggalkan kelompoknya. “Bajingan itu sangat mengharagai hidupnya.”“Siapapun yang memilih lari setelah ini, aku akan memberikan kalian kematian yang sangat buruk, tentunya itu bukan kematian yang begitu mudah.”Ucapan Gawulf membuat anak buahnya yang tadinya berniat mengikuti Hogan jadi mengurungkan niatnya. Setelah menelan ludah mereka memilih menguatkan tekad untuk melawan kami kembali.Tapi melihat Andrew yang berada pada mode serius, ku rasa tidak akan mudah bagi mereka. Situasinya maju kena mundur juga kena.“Karena aku tidak ingin mati, maka matilah untukku!” seru salah satu anak buah Gawulf sambil berlari menghampiri Andrew.Dengan balok kayu pada genggamannya, orang itu berpikir mampu mengalahkan Andre

  • Sang Penakluk Kiamat   Andrew melawan Fennix

    Sejak awal aku tidak berniat melepaskan mereka, tak peduli seberapa besar kami membuat kelompok Gawulf ini tersinggung, aku akan memastikan mereka mati pada akhirnya.“Pria tegap, jangan berpikir kalau aku tidak pernah memberimu peringatan. Akan aku berikan kau kesempatan untuk memikirkannya kembali.”“Bajingan tengik...,” umpat Andrew dengan tangan terkepal.Jika Andrew dan Gawulf berakhir dalam sebuah pertarungan, aku pikir Andrew yang merupakan anggota pasukan khusus bisa menangani bajingan ini. Tapi entah bagaimana..., aku merasa kalau Gawulf bukanlah orang biasa.“Andrew, apa ini saatnya untuk berlaku impulsif?”“Vin, mereka memiliki niat buruk pada kita. Kenapa kita harus takut pada mereka?!”“Tidak bisakah kita setidaknya melakukan negosiasi?” kataku sambil berjalan ke arah Andrew untuk menepuk bahunya.Ketika begitu dekat aku membisikkan sesuatu pada pria itu, “Jangan menunjukkan pistolmu pada mereka, itu adalah truf kita.”“Aku mengerti!” jawab Andrew.“Yo..., temanmu memberi

  • Sang Penakluk Kiamat   Gawulf

    Tercium bau darah manusia dari gudang yang di gunakan oleh Hogan dan Fennix sebagai markas mereka, hanya ada satu yang bisa ku pikirkan.Hogan dan Fennix mengiming-imingi para penyintas lain sebagaimana mereka menggiring kami ke gudang ini. Para penyintas itu pasti mengikuti Hogan dan Fennix dengan putus asa, berharap keluar dari kandang harimau, mereka malah masuk sarang buaya.“Vin..., mereka adalah sekelompok penjahat dan jumlah kita berdua jelas tidak di untungkan dalam situasi ini. Haruskah kita kabur?” bisik Andrew kepadaku.“Andrew..., apa kau berpikir mereka akan membiarkan kita melakukan itu?”“Tentu saja tidak.”“Lalu kenapa kita harus kabur?”“Vin..., aku adalah seorang tentara, menghadapi beberapa bajingan bukan masalah sama sekali untukku, tapi bagaimana denganmu?” tanya Andrew.“Tak perlu kau khawatirkan, situasi ini masih bisa ku kendalikan. Jika kau bisa melindungi Erina untukku, itu akan bagus.”“Haha, lucu sekali Vin. Kau seolah ingin mengatakan kalau dirimu bisa men

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status