MasukMemiliki seorang ayah yang kecanduan judi membuat Ji An mau tak mau harus bekerja keras untuk menghidupi keluarganya. Suatu hari ia memutuskan masuk ke dalam hutan untuk mencari tanaman obat langka yang bernilai banyak uang. Perjalanannya ke hutan itulah yang membuat dirinya bertemu dengan seorang pria dengan keindahan bak lukisan yang tinggal sangat jauh didalam hutan. Mengapa pria tampan itu bisa tinggal di tempat seperti itu? Lalu ia juga menemukan banyak keanehan disekitar pria itu. Mungkinkah dialah Sang Peri yang selama ini menjadi mitos yang tersebar di desa itu? Serangkaian peristiwa selanjutnya membawa Ji An kembali ke hutan dan tanpa sengaja bertemu lagi dengan pria itu. Hal yang paling dihindari Feng Jin sejak awal adalah berinteraksi dengan manusia. Namun, gadis itu terus-menerus muncul dihadapannya, dan perlahan mengusik keteguhan hatinya...
Lihat lebih banyak"Konon, saat bulan tak terlihat dilangit, para peri di hutan akan keluar dari persembunyiannya. Sosok tinggi dengan rambut hitam legam yang panjang, mengenakan jubah putih hingga menutupi kaki. Para peri akan menculik manusia yang berkeliaran dihutan saat itu, lalu membawa mereka jauh ke dalam hutan, dan mengambil jantung mereka untuk dibuat ramuan umur panjang."
Suara petir menggelegar diudara. Ji An menunduk sambil menutup telinganya sambil menggerakkan kedua kakinya setengah berlari, menjauhi deretan pepohonan. Sepertinya hujan akan turun. Ia berjalan lebih cepat mencari tempat didalam hutan untuk menginap malam ini. Berjalan cukup lama ia akhirnya menemukan sebuah sungai kecil. Ji An segera mendirikan tenda kecilnya didekat sungai ditanah yang lebih tinggi agar saat hujan tempatnya tidak akan tergenang air. Cepat-cepat ia mengumpulkan ranting-ranting kecil yang ada disekitarnya. Setelah merasa cukup, ia menyusun ranting-ranting itu dan menyalakan api. Beruntung hujan belum turun. Ia mendekatkan tubuhnya ke api untuk mendapat kehangatan. Didalam hutan udara mulai dingin dan lembab. Ji an mengeluarkan roti kering dari buntelan disampingnya. Menggigitnya perlahan sambil matanya memandang kosong ke nyala api yang berkobar didepannya. Ini adalah hari kelimanya berada dalam hutan dan ia belum juga menemukan tanaman obat yang dicarinya. Ia memang mendengar tanaman obat itu sangatlah langka. Namun karena sudah menyanggupi permintaan pelanggannya akhirnya ia pun berlari ke dalam hutan. Kalau saja ia bisa menemukannya, tanaman itu bisa seharga dua kantung perak. Cukup untuk memberi mereka sekeluarga makan selama tiga bulan. Setelah membersihkan tangan dan wajahnya dipinggir sungai, Ji An merangkak masuk ke dalam tenda kecilnya untuk tidur. Diluar terdengar suara kayu yang berderak-derak dilalap api. Serta suara serangga malam yang sudah mulai terbiasa ia dengar. Tak lama kemudian akhirnya semua suara itu diredam oleh suara hujan yang turun cukup deras. Ji An melanjutkan perjalanannya sejak hari mulai terang. Ia beruntung hujan semalam hanya bertahan sebentar saja. Kalau tidak, hari ini ia hanya akan tinggal di tenda saja. Tangan kirinya memegang sebuah kertas yang sudah lecek yang sesekali dilihatnya saat menemukan tanaman yang dirasa mirip dengan gambar dikertas. Namun tidak satu pun yang benar-benar sesuai dengan gambar. Ia mendesah pelan. Apakah harus menyerah saja dan kembali ke desa? Timbangnya. Matahari sudah berada tepat diatas kepala. Ji An berhenti untuk beristirahat dibawah sebuah pohon besar dengan cabangnya yang lebat menghalangi terik matahari. Dilepaskannya kantong air yang terikat disabuknya dan minum beberapa teguk dari sana lalu disimpannya kembali. Cukup beruntung tadi ia mendapatkan buah-buahan liar yang kini menjadi makan siangnya. Ji An bersandar dipohon dengan kepala sedikit mendongak ke atas. Menutup matanya berharap bisa tidur siang sebentar. Dari jauh terdengar suara gemerisik dedaunan. Matanya kembali membuka. Sekelebat bayangan putih lewat diantara pepohonan. Apa yang baru saja lewat adalah binatang? Namun ia tidak berani untuk mengamati lebih dekat. Ji An cepat-cepat bersembunyi dibalik pohon, takut-takut sekelebat bayangan putih yang lewat itu kembali. Sesekali ia mengintip dan mengawasi sekitarnya. Setelah beberapa lama menunggu, tidak terjadi apa-apa, tidak ada tanda-tanda apapun yang lewat tadi kembali, ketegangannya pun sedikit mereda. Akhirnya gadis itu memutuskan untuk berpikir bahwa itu mungkin hanya tupai atau hewan sejenisnya. Ji An memutuskan mengakhiri istirahat siangnya lalu membereskan barang-barangnya. Kantuknya sudah hilang sejak tadi. Kegelapan malam datang, namun kali ini lebih gelap dari malam-malam kemarin. Ji An menyadari hari ini adalah hari bulan baru. Sepintas teringat dengan nasihat para orangtua di desa tentang malam tanpa bulan di dalam hutan. Sebenarnya, Ji An tidak terlalu memikirkan hal-hal seperti seperti itu. Namun berjalan dikegelapan seperti ini memang bukan ide yang bagus. Ia memutuskan untuk mendirikan tenda dibawah pohon dedalu besar yang tebal batangnya sekitar tujuh kaki dengan ranting-rantingnya yang menjuntai membentuk tirai alami yang hampir mencapai permukaan tanah. Tempat yang sangat baik untuk menyembunyikan dirinya dari binatang buas maupun dari para bandit gunung yang konon banyak berkeliaran di area hutan. Malam ini hutan juga tampak lebih sunyi. Entah kemana perginya para serangga maupun binatang yang biasanya menginterupsi kesunyian malam hari di hutan. Ketenangan saat ini terasa mencekam. Ji An memasukkan beberapa ranting ke dalam api. Setelah cukup makan, ia merangkak masuk ke dalam tendanya seperti biasa, berharap bisa melalui malam ini dengan aman. Suara berisik dari atas pohon membangunkannya. Ia membuka mata, menajamkan telinganya. Menebak-nebak apa yang sedang terjadi diatas sana. Ia mendengar suara gemerisik dari dedaunan terus menerus. Suara samar-samar kaki yang menapak di dahan diatasnya. Tapi bagaimana mungkin orang biasa bisa dengan mudah naik ke atas pohon setinggi itu, di malam dengan kegelapan yang pekat seperti saat ini? Sekejap suara-suara gemerisik itu berhenti, disusul dengan suara raungan yang melengking. Sontak membuat Ji An bergidik ngeri, ia refleks menutup telinganya, melengkungkan tubuhnya. Namun suara itu tidak lama kemudian menghilang. Sebenarnya makhluk apa yang mengeluarkan raungan seperti itu? Mungkinkah itu suara beruang? Namun ia belum pernah sekalipun mendengar mengenai keberadaan beruang di hutan itu. Lalu bagaimana menjelaskan ketenangan yang datang setelah jeritan mengerikan itu? Apakah makhluk apapun yang bersuara itu tadi masih diatas sana? Tidak mungkin! Karena suara apapun tidak terdengar lagi. Berbagai pikiran segera menghinggapi di sela-sela ketakutannya. Ia menelan ludahnya, berpikir bahwa sepertinya ia sudah salah memilih tempat ini untuk beristirahat. Setelah banyak berpikir, ia memutuskan tetap bertahan didalam tenda kecilnya. Bagaimanapun, berpindah tempat saat ini bukan ide yang bagus. Mungkin saja makhluk apapun yang tadi belum menyadari keberadaannya di bawah sana. Akan lebih aman baginya tetap disana. Ia meringkuk di sudut tenda mengecilkan tubuhnya, bahkan bernapas pun dilakukannya dengan sangat pelan. Takut sesuatu yang ada diatas sana menyadari kehadirannya. Beruntung api yang dinyalakannya tadi sudah padam sepenuhnya. Di luar, sesuatu telah terjatuh dengan ringan dari atas pohon dedalu, sama sekali tidak menimbulkan suara. Itu sebenarnya terlihat seperti potongan kecil akar dari sebuah pohon. 'Potongan akar' itu menggeliat sebentar ditanah, kemudian terdiam. Setelah terdiam singkat, seolah telah menemukan sesuatu, dengan sisa-sisa kekuatannya ia perlahan merayap menuju ke suatu tempat dibalik tirai dedalu yang menjuntai...Sejak pagi suara-suara di jalanan mulai ramai terdengar dan itu bukanlah hal yang terjadi setiap hari. Ji An dibangunkan oleh suara ketukan pintu pelan di kamarnya. Kemarin ia meminta ayahnya untuk membangunkannya lebih awal. "Apa kau akan pergi ke kota untuk berjualan hari ini?" Ji Deyan bertanya pada putrinya yang baru saja duduk di kursinya. Ji An bergumam "Mm" dan mengangkat mangkuk nasinya mulai makan. "Apa tidak lelah? Kau baru saja kembali kemarin dari perjalanan panjang. Mengapa tidak beristirahat dua atau tiga hari lagi?" Ji Deyan mengambil sayuran tumis untuk ditambahkan ke mangkuk putrinya. "Tidak apa-apa. Semalam aku sudah cukup tidur. Hari ini adalah hari pasar di Kota Xi, tidak bisa dilewatkan begitu saja." Ji Deyan sangat mengenal putrinya. Karena sudah memutuskan begitu, maka ia akan melakukannya. Lagipula pergi berjualan dimana saja saat ada peluang adalah hal yang selalu rutin ia lakukan. Hari itu adalah hari pasar di Kota Xi yang letaknya berada dibalik gu
Pagi hari tadi saat ia baru kembali dari perjalanannya, ayahnya sudah tidak ada di rumah. Setelah membersihkan diri dengan cepat, Ji An keluar lagi untuk segera menjual herbanya. Adiknya, Ji Shuang masih tertidur hingga tidak sadar kalau kakak perempuannya sudah kembali pagi itu. Memperkirakan ayahnya mungkin belum kembali, Ji An membuka gerbang dengan santai yang menimbulkan suara berderit dari gerbang kayu tua yang jarang di minyaki. Mendengar suara itu Ji Shuang membuka matanya. Menyadari orang yang masuk adalah saudara perempuannya, ia bangun dari kursinya dan bergegas menghampiri, mencoba memarahinya, "Kakak, mengapa kau baru kembali sekarang? Kami benar-benar mencemaskanmu. Berapa lama waktu berlalu sejak kau terlihat terakhir kali, bagaimana mungkin seorang gadis bisa bepergian sendirian selama itu?" Tatapannya beralih ke tas kain yang dibawa kakaknya. Tas itu tertarik ke bawah, terlihat berat. Ji An merasa dia sangat cerewet. Ia tidak menjawab tetapi hanya men
Angin semilir berhembus membawa pergi dedaunan. Dari jarak yang tidak terlalu jauh dari kolam air terjun, diatas pohon yang tinggi seseorang sedang berbaring dengan santai diatas sebuah dahan besar. Rambut hitamnya yang panjang menjuntai kesana kemari tertiup angin yang berhembus pelan. Jubah putih panjangnya ikut melambai. Beberapa hari itu ia telah mengamati gerak-gerik pemuda yang keluar masuk dari kabin hutan miliknya. Kini orang itu sepertinya hendak membersihkan dirinya di kolam kecil. Dengan punggungnya yang menghadapnya, ia melihatnya melepaskan ikatan dirambutnya, seketika rambutnya yang panjang terurai bebas, ia tampak menyisirnya dengan hati-hati. Setelah itu sang pemuda pergi ke balik pohon. Beberapa saat kemudian ia muncul lagi dengan hanya mengenakan kain panjang yang dililitkan didadanya, memperlihatkan kulitnya yang putih tanpa cela. Dengan rambutnya yang disampirkan dibahu kirinya, kini ia bisa melihat sosok 'pemuda' itu dengan sangat jelas. Orang y
Ji An terbangun oleh suara binatang malam yang mulai terdengar. Matahari yang sudah terbenam beberapa saat lalu membuat keadaan disekelilingnya sedikit gelap. Hanya cahaya bulan yang masuk dari jendela yang kini terbuka sepenuhnya. Seingatnya jendela itu tadinya hanya sedikit terbuka sebelum ia kembali tertidur. Ia melirik meja kecil yang kini sudah kosong. Sepertinya seseorang telah datang ke kamar saat ia tertidur. Ji An menopang tubuhnya dengan tangannya untuk membantunya bangun. Ia merasa tenaganya sudah lebih kuat. Ia turun dari dipan dan setengah menyeret kakinya yang masih sedikit lemah menuju pintu. Diluar kamar sebuah kandil diletakkan diatas meja yang merupakan satu-satunya penerangan yang ada disana. Cahayanya tidak cukup terang bagi Ji An untuk bisa melihat seluruh keadaan ruangan itu. Ia mengambil kandil dan membawanya. Memeriksa ruangan dengan cepat. Ruangan itu hanya memiliki sebuah meja serta sebuah kursi, sebuah lemari kayu yang cukup besar diletakk
Ji An membuka mata dengan perasaan lelah. Semalam cukup lama ia duduk setengah meringkuk sampai akhirnya kembali tertidur setelah memastikan suara-suara itu tidak terdengar lagi dalam waktu yang lama. Ia merangkak keluar dari tenda. Diluar masih belum sepenuhnya terang, cahaya matahari yang masih lemah samar-samar menembus melewati celah-celah tirai daun. Rupanya fajar baru saja menyingsing dan udara masih terasa dingin.Ia mengumpulkan kembali ranting-ranting tersisa yang berserakan dan membuat api. Menghangatkan tubuhnya sejenak sambil termenung didepan api. Sebenarnya apa yang telah terjadi semalam? Sekelebat pikiran melintas di benaknya. Mungkinkah, suara itu berasal dari sang peri yang diceritakan para orangtua di desa? Tapi, mungkinkah mitos itu benar-benar nyata? Selama ini ia tidak pernah benar-benar menganggap serius mitos-mitos yang beredar. Kini setelah dipikirkan kembali, hal itu bukannya tidak mungkin. Bukankah setiap mitos yang beredar memiliki asal muasalnya sen
"Konon, saat bulan tak terlihat dilangit, para peri di hutan akan keluar dari persembunyiannya. Sosok tinggi dengan rambut hitam legam yang panjang, mengenakan jubah putih hingga menutupi kaki. Para peri akan menculik manusia yang berkeliaran dihutan saat itu, lalu membawa mereka jauh ke dalam hutan, dan mengambil jantung mereka untuk dibuat ramuan umur panjang." Suara petir menggelegar diudara. Ji An menunduk sambil menutup telinganya sambil menggerakkan kedua kakinya setengah berlari, menjauhi deretan pepohonan. Sepertinya hujan akan turun. Ia berjalan lebih cepat mencari tempat didalam hutan untuk menginap malam ini. Berjalan cukup lama ia akhirnya menemukan sebuah sungai kecil. Ji An segera mendirikan tenda kecilnya didekat sungai ditanah yang lebih tinggi agar saat hujan tempatnya tidak akan tergenang air. Cepat-cepat ia mengumpulkan ranting-ranting kecil yang ada disekitarnya. Setelah merasa cukup, ia menyusun ranting-ranting itu dan menyalakan api. Beruntung huja
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen