Share

Bab 6. Siapa Gadis itu?

Jantung Helios seperti melompat dan meledak saat Victor mengajaknya berkeliling rumah yang sangat besar itu. Ruangan-ruangan yang ada luas, lengkap dengan berbagai barang mewah dan modern. Helios rasanya seperti masuk ke sebuah istana entah di negeri mana. Bahkan dia hampir yakin dia memang tengah bermimpi dan terjebak di sana, tanpa tahu kapan akan bangun.

Selama berkeliling yang tidak cukup sepuluh menit itu, Helios berulang kali berdecak kagum dengan semua yang dia lihat. Hotel berbintang pun pasti kalah dengan kemegahan rumah Tuan Besar Hartawan. Cocok sekali kalau namanya Hartawan. Isi rumahnya sudah menggambarkan seberapa banyak hartanya.

"Kamu harus langsung menghafal ruangan-ruangan di mansion ini, Tuan Muda. Karena ini rumah kamu. Setelah Tuan Besar, kamu yang punya kuasa di sini." Victor berbicara sementara mereka berada di lantai atas, berjalan di balkon.

Dari situ Helios melihat rumah besar lain di seberang gedung tempatnya berada. Helios tidak tahu mana yang lebih besar, yang pasti model dan cat rumah itu senada dengan rumah yang ditempati Tuan Besar. Yang Helios yakin, itu rumah yang semalam di sana, dia lihat gadis cantik dengan postur aduhai datang dan masuk ke dalamnya.

Di sekitar dua rumah besar itu ada taman-taman yang indah dan asri. Ada pula rumah-rumah yang lebih kecil dan gazebo-gazebo yang makin menambah indahnya kompleks kediaman keluarga Hartawan.

"Rumah sebesar ini berapa orang yang tinggal, Bang?" Helios akhirnya bertanya juga karena panasaran.

"Di rumah besar ini, Tuan Herman saja. Dia tidak ada keluarga lain yang serumah. Aku dan Tuan Halim diberi kamar, tetapi kami tidak selalu tinggal di sini." Victor menjelaskan.

"Ohh?" Helios sangat heran mendengar itu. Untuk apa orang membangun rumah dengan bentuk sebesar dan semegah itu, tapi tinggal sendirian.

"Tuan Besar dulu berpikir dia akan punya beberapa anak, makanya dia buat rumah besar ini. Tetapi istrinya punya masalah dengan kandungan sehingga tidak mungkin bisa hamil. Karena sakit di rahimnya juga yang menyebabkan istri Tuan Besar meninggal lima tahun lalu," jawab Victor.

"Oohh ..." Hanya itu yang terdengar dari bibir Helios. Ternyata kekayaan yang berlimpah bukan jaminan semua yang diimpikan terwujud.

Helios hampir saja berbalik dan kembali ke dalam rumah, tiba-tiba dia mendengar suara dari rumah di seberang. Suara wanita yang terdengar manis di telinganya. Dengan cepat Helios mengarahkan matanya ke teras rumah itu.

Gadis cantik yang tadi malam Helios lihat muncul lagi! Kali ini dia mengenakan celana ketat berwarna di atas lutut, dengan kaos ketat tanpa lengan, paduan hitam, kuning, dan putih. Sedang sepatu kets putih menghiasi kakinya yang jenjang dan indah.

Kulitnya yang bersih tampak mulus dan menambah kecantikannya. Dia berjongkok membetulkan tali sepatunya yang terlepas. Segera dia kembali berdiri. Hampir saja dia turun dari teras, dia menoleh lagi ke arah rumah.

“Jangan lupa pesananku, Mbak! Jus buah saja!” Suaranya kembali terdengar. Dia melihat pada seorang wanita yang berdiri di pintu rumah.

Tangan gadis itu kemudian meraup rambut panjangnya yang berwarna coklat kemerahan, lalu dia ikat acak di atas kepala. Setelah itu dia berlari kecil meninggalkan rumah. Tampaknya dia sedang memulai hari dengan berolahraga. Oh, manis sekali! Setiap gerakannya seolah menarik Helios agar tetap memandang kepadanya.

Mata Helios tak berkedip. Cantik, keren, tampak berkelas, dan …

“Tuan Muda!?” Suara itu memaksa Helio membalikkan tubuh, melihat pada Victor yang ternyata menunggunya meneruskan perjalanan mereka berkeliling rumah.

“Aku lihat itu, di rumah itu …”

“Rumah Siska. Dia tinggal dengan putrinya. Nanti Tuan Muda akan tahu. Kita lebih baik bergegas. Tuan Halim menunggu untuk memulai hari ini.” Victor menjawab cepat.

Jawaban itu tidak melegakan Helios. Siapa Siska? Lalu gadis itu? Apa dia Siska? Itu pertanyaan yang muncul di kepala Helios. Sekilas Helios menoleh melihat apakah gadis itu masih di sana. Ternyata sudah tidak tampak lagi oleh mata Helios.

*****

“Aku harus menghafal semua ini?” tanya Helios pada Victor dan Halim.

Helios tak berkedip menatap layar di depannya. Dadanya berdetak cepat sejak dia mulai membaca tulisan berderet rapi yang ada di layar laptop yang diberikan Victor. Bukan kaleng-kaleng, laptop keluaran terbaru, dengan spec yang sangat bagus untuk seorang pengusaha super sibuk. Mujizat yang kesekian terjadi dalam hidup Helios, itu yang muncul di kepalanya.

“Hari Minggu malam akan ada acara special untuk menyambut kepulangan Tuan Muda Helios. Kamu akan bertemu keluarga Hartawan, kolega dekat Tuan Besar, serta orang-orang terdekat yang Tuan Besar undang untuk hadir.” Halim mulai menjelaskan.

“Apa?” Dada Helios makin melaju. Itu berarti dua hari lagi.

“Kamu harus tahu sejarah hidup Helios Bintang Hartawan. Karena itu hidupmu. Ketika mereka bertanya, jawablah dengan benar. Itu skenario lengkap tentang riwayat Tuan Muda. Kamu paham?” lanjut Halim.

“Baik …” Helios menjawab sambil kembali membaca catatan tentang kehidupan Sang Tuan Muda.

Gila! Ini semua kegilaan yang tak pernah Helios kira. Dia benar-benar harus menenggelamkan Ardiandana Krisnadi ke dalam laguna. Pemuda kampung yang miskin itu seolah-olah telah mati hanyut di Sungai lalu masuk ke laut hingga kedalaman yang tak mungkin dijangkau.

“Waktu dua hari kurasa sangat cukup untuk kamu paham semua hal tentang Tuan Muda Helios.” Mengatakan itu, tangan Halim bergerak. Dia membuka file lain, yang tampak kemudian, di layar LED di dinding adalah sebuah video tentang usaha yang dikelola oleh Hartawan.

Refleks tangan Helios mencengkeram jemarinya. Ini lebih mengerikan lagi! Bukan satu atua dua usaha, tetapi lima usaha sekaligus yang bertautan satu sama lain. Ini bukan main-main. Pasti karyawan Hartawan bukan hitungan ratusan orang tetapi ribuan.

Keringat dingin seolah tak terbendung, mulai mengumpul di kening Helios. Menyusul di leher depan dan belakang, juga di tangannya kiri dan kanan. Apakah ini bukan sebuah kesalahan? Dia, pemuda kampung yang hanya tahu menjadi cleaning service tiba-tiba harus meneruskan Perusahaan super besar itu?

“Pak Halim, ini semua aku yang akan mengurusnya?” Helios bertanya dengan dada berdebar dan suara sedikit gemetar.

“Yup, karena kamu pewaris Tunggal.” Cepat Halim menyahut.

“Ini pasti salah. Aku tidak akan bisa. Aku ha-“

“Kamu tidak mungkin mundur, Tuan Muda!” Kali itu Victor yang menyahut dengan nada kesal.

Jelas pria berkulit sawo matang itu tidak suka lagi-lagi Helios memunculkan Ardi di dalam dirinya. Helios menoleh dengan tatapan tajam melihat pada Victor.

“Ingat, kamu adalah Helios Bintang Hartawan! Melihat semua itu, kamu harusnay bersemangat, karena kamu punya terlalu banyak kesempatan menjadi sesuatu di hidupmu dan bagi banyak orang!”

Kata-kata Victor itu membuat panas kepala dan dada Helios. Tetapi kalimat itu tidak bisa sembarang diabaikan.

“Kamu anak Tuan Hartawan. Jiwa pejuang itu tidak akan luntur ketika ada persoalan. Justru dia akan mencari peluang bagaimana mengatasi apa yang menghadang di depannya.” Victor melanjutkan.

Helios menggigit giginya sendiri. Kepalan di tangannya semakin kuat. Tidak ada pilihan, tidak ada jalan mundur.

“Bagaimana caranya aku akan bisa mengetahui semua hal itu hanya dalam waktu dua hari?” tanya Helios. Kalimat yang terdengar bukan lagi ungkapan takut, tetapi rasa ingin tahu agar mendapat pertolongan.

Halim tersenyum. Dia melipat kedua tangan, menyatukan sepuluh jarinya seperti hendak berdoa. Dia letakkan siku di atas meja dan memandang lurus pada Helios.

“Jangan kamu membuat kesimpulan sendiri, Tuan Muda. Aku dan Victor, tentu saja dengan seizin Tuan Besar, sudah mengatur segala sesuatunya agar kamu siap. Lawan Tuan Muda bukan anak remaja yang baru gede. Ikut saja apa yang sudah kami atur. Siapkan dirimu menghadapi semuanya.” Tatapan tajam Halim menghujam. Senyum sinis yang dia lemparkan.

Seperti Victor, kesabarannya mulai habis menghadapi Helios!

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status