Sebuah malam yang berat untuk Jenderal Sebastian Dalio pasca menerima hunjaman belati tajam demi menyelamatkan nyawa sang pangeran Wisteria Kingdom. Sepanjang malam pria muda itu demam tinggi dan bermandikan keringat dingin dari sekujur tubuhnya. Perawat Diandra Richer ditugaskan oleh tabib istana untuk menemani sang jenderal semalaman hingga pagi. Gadis belia berusia 19 tahun itu beberapa kali mengelap kening dan leher Jenderal Sebastian dengan handuk kering. "Ti—tidak ... jangan ... ja—jangan bunuh pangeran!" Igauan meluncur berulang kali dari mulut sang jenderal. Nampaknya dia bermimpi buruk mengenai rencana pembunuhan terhadap Pangeran William Lancester.Nona Diandra Richer menggenggam tangan pria muda itu sembari berkata dengan suara lembutnya, "Segalanya akan baik-baik saja, Jenderal! Lawan mimpi burukmu, kumohon tenangkan dirimu."Remasan di telapak tangan mungil itu menandakan sang jenderal mendengar suaranya dan mulai mengarah ke kesadaran dirinya. Sepasang mata cokelat mud
Sejak pagi sang pangeran telah sibuk membantu Nyonya Susan Bronson mengerjakan banyak pekerjaan dapur untuk menyiapkan menu-menu khas Kedai Bronson. Memang jumlah pengunjung kedai di jam sarapan tidak terlalu banyak bila dibandingkan waktu makan siang."Willy, angkat kue dari dalam panggangan. Pakailah pelindung tangan agar kau tak lepuh!" perintah Nyonya Susan yang sedang mengaduk bumbu pasta berwarna jingga di atas tungku yang menyala."Siap, Ma'am!" sahut Willy lalu dengan cekatan mengenakan pelindung tangan sebelum membuka panggangan untuk mengeluarkan loyang kue. Aroma vanilla dan cinnamon yang manis menguar di dalam dapur bersatu dengan aroma jenis hidangan lainnya yang disiapkan oleh Nyonya Susan bersama Willy.Jam dinding di dapur seolah menjadi saksi kegelisahan sang pangeran yang sedang menunggu gadis teman kencannya pulang sekolah. Jarum panjang bergerak konstan hingga memutar jam demi jam yang berlalu.Akhirnya lonceng pintu kedai berbunyi tanda ada tamu yang masuk. "Perm
Langkah kaki kuda putih yang ditunggangi oleh sang pangeran dan teman kencannya sore ini pun melambat di tepi danau dimana sebuah air terjun setinggi kurang lebih 50 meter berada di ujung seberang permukaan air jernih itu."Wow, indah sekali pemandangannya, Willy!" Lady Amelia mendesah takjub melihat panorama alam yang masih tak terjamah oleh tangan manusia. Burung berbulu warna-warni seperti jenis Macaw Bird beterbangan dari dahan ke dahan pohon tinggi yang tumbuh di sekitar danau. Gelisah karena kehadiran makhluk asing dari luar habitat tempat tinggal mereka. Satwa liar lainnya seperti rusa sikka bertanduk, tupai, beberapa jenis primata, dan burung-burung kecil nampak memerhatikan tamu tak diundang itu di antara tumbuh-tumbuhan dalam ekosistem Angelico Falls.Pangeran William turun terlebih dahulu dari pelana kudanya lalu membantu gadis itu menyusulnya hingga menapakkan kaki ke permukaan tanah berbatu kerikil. "Apa kau suka berada di sini, My Lady?" tanya pemuda itu mengedarkan pan
Setelah ikan besar dari danau yang dibakar oleh Willy matang, mereka berdua dan Jeffrey Ross makan malam dengan menu yang begitu alami itu. Namun, tetap terasa lezat di lidah.Tanpa terasa hari telah beranjak petang dan langit yang cerah di angkasa bertabur bintang-bintang nampak cemerlang. Bayangan rembulan purnama terpantul di permukaan danau yang tenang. Diiringi bunyi air terjun serta binatang malam bersahutan."Wow, suasana alam bebas di petang hari sungguh menakjubkan, Willy. Ini kali pertama aku menikmati kencan dengan cara yang tidak biasa. Kurasa ada sekumpulan katak yang bernyanyi bersama entah tersembunyi dimana itu," tutur Lady Amelia sambil tertawa riang.Sang pangeran pun ikut tertawa lalu menyahut, "Mungkin mereka sedang mengiringi pesta dansa kerajaan katak, Amy. Nada suara mereka tidak boleh sumbang pastinya!""Hahaha. Selera humormu bagus, Willy! Kalau begitu akan ada pangeran katak dan puteri katak yang sedang berdansa saat ini di antara semak buluh yang ada di dana
Pagi itu Lady Amelia Stormside memang mengenakan baju seragam sekolah Drakenville Senior Highschool saat berangkat dari kediaman Stormside. Namun, dia sudah meminta izin kepada wali kelasnya untuk membolos hari ini. Dia harus berangkat ke turnamen ketangkasan 5 tahunan untuk mengikuti babak kedua yaitu memanah.Jeffrey Ross meminjamkan pakaiannya dan juga menyediakan abu arang untuk penyamaran nona mudanya. Gadis itu bersiap-siap di dalam kereta kuda yang terparkir tak jauh dari tembok gerbang istana Wisteria Kingdom, tempat dilaksanakan turnamen babak kedua.Setelah merasa penyamarannya sempurna, Lady Amelia pun turun diam-diam dari kereta kudanya. Dia bertanya kepada kusirnya, "Jeff, apa penampilanku sudah seperti Alexander Banning saat babak pertama yang lalu?""Hahaha. Yap, seperti pemuda jelata samaranmu kemarin, Alex! Kudoakan untuk kesuksesanmu kali ini. Pergilah," jawab Jeffrey Ross menepuk-nepuk bahu sobat sekaligus majikannya itu."E—ehm! Terima kasih, Jeff," sahut Lady Ame
Tengah hari sesuai jam pulang sekolahnya, Lady Amelia yang hari ini membolos bersekolah untuk mengikuti turnamen ketangkasan 5 tahunan babak kedua mulai merasa gelisah. Dia pun berkata kepada Willy, sesama peserta turnamen itu yang tak lain adalah sang pangeran Wisteria yang menyamar di balik kumis dan cambangnya, "Will, aku ada keperluan mendesak siang ini. Sampai ketemu di babak ketiga, oke? Aku pergi duluan!"Pemuda kerempeng itu bergegas menghilang di balik pepohonan dimana kereta kuda keluarga Stormside terparkir dengan Jeffrey Ross yang menunggunya. "Miss Amy, apa turnamennya sudah selesai?" tanya Jeff spontan dari bangku kusir kereta."Hanya tersisa pengumuman peserta yang lolos ke babak selanjutnya, Jeff. Kurasa aku pasti lolos karena bidikan anak panahku keempatnya tepat sasaran dengan jitu. Mamaku mengultimatum agar aku pulang sekolah tepat waktu jadi kita harus bergegas!" jawab Lady Amelia lalu naik ke dalam kereta kuda. Dia berganti pakaian dengan baju seragam sekolahnya
Derap langkah kuda putih memasuki istal istana Wisteria Kingdom terdengar. Petugas pemelihara kuda kerajaan bergegas membantu Pangeran William Lancester mengurus Snow Flake. "Terima kasih, Tuan Randall. Sepertinya Snow Flake lapar setelah di luar seharian," ujar sang pangeran seraya turun dari pelana kudanya."Baik, Your Grace. Akan segera saya urus Snow Flake," jawab pengurus kuda berusia 50 tahunan itu. Dia menuntun Snow Flake ke kandangnya lalu melepaskan pelana dan juga tali kekang dari badan kuda putih itu.Segera saja Pangeran William meninggalkan istal menuju ke Pavilliun Phoenix. Dia ingin mandi dan beristirahat setelah beraktivitas di luar istana. Hari ini dia merindukan Lady Amelia karena tidak bekerja di Kedai Bronson, mereka tak dapat bertemu, pikir sang pangeran.Namun, di depan pintu masuk pavilliun, Letnan Dapal Sanderson sedang menunggu kedatangannya. Maka Pangeran William pun menyapanya sekaligus menanyakan keperluannya, "Selamat sore, Letnan. Apa kau sengaja menungg
Berita bahwa Pangeran Ares Kincaid akan segera meresmikan pertunangan dengan Lady Amelia menyebar bak api yang melahap hutan kering di musim panas. Segalanya seolah dibesar-besarkan dan merebak dengan begitu cepat sehingga sulit dipadamkan.Pagi harinya saat ia sampai di Drakenville Senior High School, setiap murid yang berpapasan dengan Lady Amelia saling berbisik rahasia sembari menatap gadis itu. Maka dia pun hanya bisa mendesah lelah dalam diam hingga dia bertemu Queenta Larson di kelas mereka."Apa aku harus mengucapkan selamat untukmu, Amy? Kau akan segera menjadi calon ratu Drakenville selanjutnya bukan?" ucap Queenta dengan senyum jahil tersungging di bibirnya.Lady Amelia memutar bola matanya seraya berkata sebelum melanjutkan menyalin pelajaran saat kemarin dia membolos di buku tulisnya, "Tolonglah ... kupikir kau sobatku, Queenta. Kita harus bersikap tenang. Itu masih wacana—bahkan aku berharap rencana itu dibatalkan. Atas dasar apa Pangeran Ares memilihku? Dia butuh seoran